HUSS DAN
JEROME ‑ 6
Benih Injil telah ditanam di Bohemia pada abad
kesembilan. Alkitab telah diterjemahkan, dan perbaktian umum telah dilaksanakan
dalam bahasa penduduk setempat. Akan tetapi, sementara kuasa paus bertambah,
demikianlah firman Allah semakin tesembunyi. Paus Gregory VII, yang telah
merendahkan harga diri raja‑raja, tidak kurang niatnya untuk memperbudak orang‑orang.
Dan untuk itu ia mengeluarkan keputusan melarang perbaktian umum diadakan di
dalam bahasa Bohemia.
Paus mengatakan bahwa "adalah menyenangkan kepada Yang Maha Kuasa kalau
perbaktian kepada‑Nya dilakukan dalam satu bahasa yang tidak diketahui, dan
bahwa banyak kejahatan dan bida'ah telah timbul karena tidak mematuhi peraturan
ini." ‑‑ Wylie, b. 3, ch.1. Dengan demikian Roma telah mendekritkan bahwa
terang firman Allah harus dipadamkan, dan orang‑orang harus ditutup dalam
kegelapan. Tetapi Surga telah menyediakan agen‑agen lain untuk memelihara
gereja. Banyak orang‑orang Waldenses
yang diusir oleh penganiayaan dari rumah‑rumah mereka di Perancis dan Italia
datang ke Bohemia. Meskipun mereka tidak berani mengajar secara
terang‑terangan, mereka dengan bersemangat bekerja secara sembunyi‑sembunyi.
Dengan demikian iman yang benar itu telah dipelihara dari abad ke abad.
Sebelum zamannya Huss, ada orang‑orang di
Bohemia yang bangkit mempersalahkan dengan terang‑terangan kebejatan di dalam
gereja dan kemerosotan moral orang‑orang. Usaha mereka itu membangkitkan
perhatian dikalangan paus. Timbullah kekuatiran hirarki, dan penganiayaanpun
dilakukan ke atas murid‑murid Injil itu. Mereka diusir ke hutan‑hutan dan ke gunung‑gunung dimana mereka mengadakan
perbaktian. Mereka diburu oleh tentera dan banyak yang dibunuh. Setelah
beberapa lama dikeluarkanlah dekrit bahwa semua yang berpaling dari perbaktian
Romaisme harus dibakar. Akan tetapi sementara orang‑orang Kristen menyerahkan
hidup mereka, mereka mengharapkan kepada kemenangan jauh dihadapan mereka.
Salah seorang dari mereka yang "mengajarkan bahwa keselamatan hanya didapat
oleh iman dalam Juru Selamat yang telah disalibkan itu," mengatakan waktu
mau meninggal, "Kemarahan musuh‑musuh kebenaran sekarang leluasa melawan
kita, tetapi itu tidak akan berlangsung selama‑lamanya. Akan ada seseorang yang
bangkit dari orang‑orang biasa, tanpa pedang dan kekuasaan; dan melawan dia
mereka tidak akan bisa sewenang‑wenang." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 1. Zamannya
Luther masih jauh di depan. Tetapi telah bangkit seseorang, yang kesaksiannya
melawan Roma akan menggemparkan bangsa‑bangsa.
John Huss dilahirkan sebagai orang yang
hina, dan secara dini telah menjadi anak yatim karena ditinggal mati ayahnya.
Ibunya yang saleh, yang menganggap pendidikan dan takut akan Allah sebagai
harta milik paling berharga, berusaha membuat ini sebagai warisan bagi anaknya.
Huss belajar di sekolah propinsi, kemudian melanjutkan ke universitas di Praha
yang diterima sebagai mahasiswa amal, tenpa membayar. Ia disertai ibunya dalam
perjalanan ke Praha. Sebagai seorang janda miskin ia tak mempunyai sesuatu harta
dunia yang bisa diberikan kepada anaknya. Tetapi sementara mereka semakin dekat
ke kota besar itu, ibunya berlutut di samping pemuda yang tidak berayah ini,
dan memohon berkat Bapa Surgawi baginya. Ibu tidak begitu menyadari bagaimana
doanya itu akan dijawab.
Di universitas itu Huss segera
menonjol karena ketekunannya yang tak mengenal lelah dan kemajuannya yang
pesat, sementara kehidupannya yang tidak bercacad dan kelemah lembutannya, dan
kelakuannya yang baik memberikan kepadanya penghargaan universal. Ia adalah
seorang penganut Gereja Roma yang sungguh‑sungguh, dan seorang yang sungguh‑sungguh
mencari berkat‑berkat rohani yang dijanjikan akan diberi. Pada suatu perayaan
jubileum, ia mengadakan pengakuan dosa, membayarkan uangnya yang terakhir, dan
mengikuti arak‑arakan agar mudah‑mudahan mendapat bagian pengampunan yang
dijanjikan. Setelah ia menyelesaikan pendidikan tinggi, ia memasuki keimamatan,
dan dengan segera memperoleh kedudukan yang tinggi. Ia segera bertugas di
istana raja. Ia juga diangkat menjadi profesor dan kemudian menjadi rektor
universitas dimana ia dulu memperoleh pendidikannya. Dalam beberapa tahun saja,
mahasiswa amal yang hina ini telah menjadi kebanggaan negaranya, dan namanya
telah terkenal di seluruh Eropa.
Tetapi Huss memulai pekerjaan
pembaharuan dalam bidang lain. Beberapa tahun setelah ia menjadi imam, ia
ditunjuk sebagai pengkhotbah di kapel Betlehem. Pendiri kapel ini telah
melakukan pengkhotbahan Alkitab dalam bahasa masyarakat setempat, sebagai
sesuatu yang sangat penting. Walaupun Roma menentang tindakan seperti itu,
belum sepenuhnya dihentikan di Bohemia. Tetapi mereka sangat buta mengenai Alkitab, dan kejahatan merajalela
disemua lapisan masyarakat. Kejahatan ini sangat dicela oleh Huss, dan
menghimbau untuk memperhatikan firman Allah dan menjalankan prinsip‑prinsip
kebenaran dan kesucian yang ia telah ajarkan berulang‑ulang.
Seorang warga Praha yang
bernama Jerome, yang kemudian begitu dekat berhubungan dengan Huss, telah
membawa tulisan‑tulisan Wycliffe pada waktu ia kembali dari Inggeris. Ratu
Inggeris, yang telah bertobat kepada pengajaran Wycliffe, adalah putri Bohemia.
Dan melalui pengaruhnya juga pekerjaan Reformasi itu telah disebarkan secara luas di negara
asalnya. Tulisan‑tulisan itu dipelajari oleh Huss dengan minat yang besar. Ia
percaya pengarang tulisan‑tulisan itu adalah seorang Kristen yang sungguh‑sungguh,
sehingga ia cenderung mengakui pembaharuan‑pembaharuan yang dilancarkannya.
Huss sebenarnya telah memasuki suatu jalan yang membawanya jauh dari Roma,
walaupun ia tidak menyadarinya.
Pada waktu itu ada dua orang
orang asing yang baru tiba di Praha dari Inggeris. Orang‑orang itu adalah orang‑orang
terpelajar, yang telah menerima terang. Mereka datang untuk menyebarkan terang
di negeri itu. Mereka memulai dengan serangan terbuka terhadap supremasi paus,
dan oleh karena itu mereka segera dibungkam oleh para penguasa. Tetapi oleh
karena mereka tidak mau membatalkan niatnya, maka mereka terpaksa mencari cara
lain. Oleh karena mereka adalah artis‑artis yang sekali gus pengkhotbah, mereka
mulai menggunakan kemahiran mereka. Di suatu tempat yang terbuka untuk umum
mereka melukis dua gambar. Yang satu menggambarkan Kristus memasuki Yerusalem,
"lemah lembut dan mengenderai seekor keledai" (Matius 1: 5), dan
diikuti oleh murid‑murid‑Nya dengan pakaian yang sudah kumal dan dengan kaki
telanjang. Lukisan yang satu lagi menggambarkan prosesi kepausan ‑‑ paus
berhias diri dengan jubah yang mewah dan dengan mahkota tiga tingkat, duduk di
atas kuda yang dihiasi dengan agungnya, yang didahului oleh peniup sangkakala
dan diikuti oleh para kardinal dan pejabat‑pejabat tinggi agama dalam suatu
kemegahan.
Ini merupakan suatu khotbah
yang menarik perhatian semua golongan. Orang ramai berkerumun melihat lukisan
itu. Tak seorangpun yang gagal membaca makna moral lukisan itu, bahkan banyak
yang terkesan secara mendalam oleh perbedaan menyolok antara kelemah‑lembutan
dan kerendahan hati Kritus, Tuhan itu,
dengan kesombongan dan keangkuhan paus, yang mengatakan dirinya hamba
Kristus. Terjadilah keributan di Praha. Dan demi keselamatan mereka, kedua
orang asing itu merasa perlu untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi pelajaran
yang mereka telah ajarkan tidak dilupakan. Lukisan itu memberikan kesan
mendalam dalam pikiran Huss, sehingga menuntun dia untuk mempelajari Alkitab
dan tulisan‑tulisan Wycliffe lebih teliti. Meskipun pada waktu itu ia belum
siap untuk menerima semua pembaharuan yang dicetuskan oleh Wycliffe, ia melihat
semakin jelas tabiat kepausan. Dan dengan semangat yang lebih besar ia mencela
kesombongan, ambisi dan kebejatan moral para hirarki.
Dari Bohemia terang itu meluas
ke Jerman, karena gangguan yang terjadi di Universitas Praha menyebabkan
ratusan mahasiswa Jerman ditarik dari sana. Banyak dari antara mereka telah
menerima pengetahuan pendahuluan Alkitab dari Huss. Dan pada waktu mereka
kembali, mereka menyiarkan Injil itu di negeri mereka.
Berita mengenai pekerjaan di
Praha telah sampai ke Roma. Dan Huss dipanggil untuk menghadap paus di Roma.
Memenuhi panggilan seperti itu berarti Huss membuka diri kepada kematian. Raja
dan ratu Bohemia, universitas, kaum bangsawan dan pejabat‑pejabat pemerintah
bersatu untuk mengajukan suatu permohonan kepada paus, agar Huss diizinkan
tetap tinggal di Praha, dan memberikan jawaban di Roma melalui wakil atau
utusan. Gantinya memenuhi permintaan itu paus melanjutkan mengadili dan
menghukum Huss dan menyatakan Praha sebagai kota terlarang (tidak boleh
mengadakan upacara kudus ‑‑ sakramen). Pada masa itu hukuman seperti ini, bila
diumumkan, akan menimbulkan kegemparan dan ketakutan. Upacara yang diadakan
bersamaan dengan pengumuman disesuaikan benar untuk menimbulkan teror kepada
seseorang yang memandang paus sebagai wakil Allah sendiri, yang memegang anak
kunci surga dan neraka, dan mempunyai kuasa untuk mengadakan pengadilan duniawi
maupun rohani. Dipercayi bahwa pintu surga telah tertutup bagi daerah yang
dinyatakan terlarang, sehingga orang‑orang mati di daerah yang terlarang
seperti itu tidak akan masuk ke tempat yang berbahagia sampai paus dengan
senang hati mencabut larangan itu. Sebagai tanda bencana yang mengerikan ini,
semua upacara agama dihentikan. Gereja‑gereja ditutup. Upacara pernikahan
dilaksanakan di halaman gereja saja. Orang‑orang mati dilarang dikuburkan di tempat pemakaman yang telah
ditahbiskan. Mereka dikuburkan di parit‑parit atau di ladang‑ladang tanpa
upacara penguburan. Dengan demikian, oleh hal‑hal yang menarik kepada imaginasi
orang‑orang, Roma berusaha menguasai hati nurani manusia.
Kota Praha dipenuhi kegemparan dan kekacauan.
Sebagian besar menuduh Huss sebagai penyebab dari semua malapetaka ini dan
menuntut agar ia menyerah saja kepada tindakan balas dendam Roma. Untuk
menenangkan gejolak tersebut, untuk sementara Pembaharu itu mengundurkan diri
ke kampung halamannya. Ia menulis kepada teman‑temannya di Praha, "Jika saya mengundurkan diri dari tengah‑tengah
Anda sekalian, adalah mengikuti ajaran dan teladan Yesus Kristus, untuk
memberikan kesempatan kepada orang‑orang yang sudah sakit pikiran mengambil
bagi dirinya hukuman yang kekal, dan agar supaya jangan menjadi penyebab
kepicikan dan penganiayaan bagi orang‑orang saleh. Saya juga mengasingkan diri
dengan pengertian agar imam‑imam yang tidak saleh itu boleh terus melarang
pengkhotbahan firman Allah lebih lama di tengah‑tengah kamu. Tetapi saya tidak
membebaskan kamu untuk menyangkal kebenaran ilahi, untuk mana, dengan
pertolongan ilahi, saya bersedia mati." ‑‑ Bonnechose, "The
Reformers before the Reformation,"
Vol. I, p. 87, (ed.1844). Huss tidak berhenti beusaha. Ia menjelajahi
negeri‑negeri disekitarnya, berkhotbah kepada orang‑orang yang berminat
mendengar. Dengan demikian usaha‑usaha yang dimaksudkan paus untuk menekan
penyebaran Injil itu, justru menyebabkan lebih luas menyebar. "Karena kami
tidak dapat berbuat apa‑apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah
untuk kebenaran" (2 Kor. 13:8).
"Sampai sejauh ini dalam karirnya, pikiran Huss tampaknya dipenuhi
oleh pertentangan yang sengit. Meskipun
gereja menyerang dia bagaikan petir,
tetapi ia tidak menyangkal kekuasan gereja itu. Baginya Gereja Roma
masih tetap isteri Kristus, dan paus adalah utusan dan wakil Allah. Yang
ditentang oleh Huss ialah penyalah‑gunaan kekuasaan, bukan prinsipnya. Hal
ini membawa pertentangan besar antara keyakinan pengertiannya dengan tuntutan
hati nuraninya. Jikalau kekuasaan itu benar dan mutlak, sebagaimana yang
dipercayainya demikian, bagaimana mungkin sampai ia merasa terpaksa untuk
menolaknya? Ia melihat, bahwa menuruti kuasa itu berarti dosa. Tetapi mengapa
penurutan kepada gereja yang mutlak seperti itu menuntun kepada masalah? Inilah
masalah yang tidak bisa dipecahkannya. Inilah keragu‑raguan yang menyiksanya
setiap saat. Penyesuaian yang paling mungkin, yang bisa dilakukannya, ialah
bahwa hal itu terjadi lagi, sebagaimana
pernah terjadi pada zaman Juru Selamat. Imam‑imam gereja telah menjadi jahat
dan menggunakan wewenangnya yang legal untuk sesuatu hasil yang tidak legal.
Ini menuntunnya untuk mengambil satu pedoman bagi dirinya, dan mengkhotbahkan
kepada orang‑orang lain, bahwa peribahasa ajaran Alkitab yang disampaikan
melalui pengertian, itulah yang mengendalikan hati nurani. Dengan perkataan
lain, bahwa Allah berbicara di dalam Alkitab, dan bukan gereja berbicara
melalui imam‑imam. Inilah penuntun yang mutlak." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 2.
Bilamana pada suatu waktu
kegemparan di Praha telah reda, maka Huss kembali kekapelnya di Betlehem, untuk
meneruskan mengkhotbahkan firman Allah dengan lebih berani dan lebih bersemangat.
Musuh‑musuhnya terus aktif dan kuat, tetapi ratu dan beberapa orang bangsawan
adalah teman‑temannya, dan banyak orang memihak kepadanya. Dengan membandingkan
pengajarannya yang murni dan yang mengangkat jiwa serta kehidupannya yang
kudus, dengan dogma‑dogma yang
menurunkan martabat yang diajarkan oleh pengikut‑pengikut Gereja Roma dan
keserakahan dan kerakusan yang dilakukan mereka, banyaklah yang merasa suatu
kehormatan kalau berpihak kepada Huss.
Sampai sejauh ini Huss masih
sendirian dalam pekerjaannya. Tetapi sekarang Jerome, yang pada waktu di
Inggeris telah menerima pengajaran Wycliffe, menggabungkan diri kepada
pekerjaan pembaharuan (reformasi). Sejak waktu itu keduanya bersatu didalam
hidup, dan dalam kematianpun mereka tidak mau dipisahkan. Jerome mempunyai
kecerdasan dan kepintaran yang menonjol, kebolehan‑kebolehan yang membuat
seseorang mudah populer. Tetapi dalam kualitas yang membentuk kekuatan tabiat
yang sebenarnya, Huss lebih unggul. Pertimbangannya yang tenang dapat menjadi
pengekang kepada semangat Jerome yang suka meledak‑ledak, yang dengan
kerendahan hati, menerima kata‑kata dan nasihatnya. Dengan usaha mereka yang
bersatu, pekerjaan pembaharuan itu lebih cepat berkembang.
Allah membiarkan terang yang
besar bersinar ke dalam pikiran orang‑orang piliha ini, menyatakan kepada
mereka kesalahan‑kesalahan Roma yang banyak. Tetapi mereka tidak menerima semua
terang yang harus diberikan kepada dunia ini. Melalui hamba‑hambanya ini Allah
telah menuntun orang‑orang keluar dari kegelapan Romanisme. Tetapi banyak dan
besarlah rintangan yang mereka hadapi. Dan Tuhan memimpin mereka terus langkah
demi langkah didalam pekerjaannya sebagaimana yang sanggup mereka pikul. Mereka tidak dipersiapkan
untuk menerima semua terang itu sekali gus. Seperti kemuliaan sinar matahari
pada waktu tengah hari kepada orang‑orang yang sudah lama tinggal di dalam
kegelapan, jika diberikan dengan serta‑merta, akan menyebabkan mereka
meninggalkan kebenaran itu. Itulah sebabnya, Allah menyatakannya sedikit demi
sedikit kepada para pemimpin, sebagaimana kesanggupan orang‑orang menerimanya.
Dari abad ke abad, pekerja‑pekerja yang setia susul‑menyusul menuntun orang‑orang
lebih jauh kedalam jalan pembaharuan.
Perpecahan dalam gereja masih
terus berlangsung. Sekarang tiga orang paus bersaing untuk mendapatkan
supremasi, dan persaingan mereka itu memenuhi dunia Kekristenan dengan
kejahatan dan keributan. Tidak puas dengan saling mengutuk, mereka juga
menggunakan senjata. Masing‑masing membeli senjata dan membentuk pasukan
tentera. Sudah barang tentu mereka memerlukan uang untuk ini. Dan untuk
memperoleh uang mereka menjual hadiah‑hadiah, jabatan dan berkat‑berkat gereja
(Lihat Lampiran). Para imam juga meniru atasan mereka, memperjual‑belikan
pangkat gereja dan berperang menjatuhkan martabat lawan dan memperkuat
kekuasaan sendiri. Dengan keberanian yang semakin bertambah setiap hari, Huss
mencela kekejian yang dilakukan dengan kedok agama. Dan orang‑orang menuduh
para pemimpin Roma sebagai penyebab penderitaan yang menimpa dunia Kekristenan.
Sekali lagi kota Praha
nampaknya berada di tepi jurang pertikaian berdarah. Seperti pada zaman‑zaman
dahulu, hamba‑hamba Allah dituduh sebagai "yang mencelakakan Israel"
( 1 Raja‑raja 18:17). Kota itu sekali lagi
dinyatakan sebagai kota terlarang, dan Huss mengundurkan diri ke kampung
halamannya. Berakhirlah sudah kesaksian setia yang keluar dari kapelnya di
Betlehem. Ia akan berbicara dari podium yang lebih luas kepada semua dunia
Kekristenan, sebelum menyerahkan nyawanya sebagai saksi kebenaran.
Untuk mengatasi kejahatan‑kejahatan
yang mengganggu Eropa, maka diadakanlah konsili umum di Constance. Konsili itu
diadakan atas kemauan kaisar Sigismund, oleh salah seorang paus yang bersaing,
Yohanes XIII. Sebenarnya Paus Yohanes tidak menyukai diadakannya konsili itu
oleh karena tabiat pribadinya dan kebijaksanaannya tidak tahan pemeriksaan,
baik oleh pejabat‑pejabat tinggi gereja, yang kurang bermoral sebagaimana juga
para anggota gereja pada masa itu. Namun, ia tidak berani melawan keinginan
kaisar Sigismund. (lihat Lampiran).
Tujuan utama yang hendak
dicapai konsili itu ialah untuk memulihkan perpecahan didalam gereja, dan untuk
membasmi bida'ah atau aliran yang menyimpang. Oleh karena itu kedua orang yang
anti paus telah dipanggil menghadap serta propagandis utama pemikiran‑pemikiran
baru John Huss. Kedua orang anti paus tidak mau menghadap oleh karena alasan
keselamatan, tetapi mengirim utusannya untuk mewakili. Paus Yohanes, sementara
berpura‑pura sebagai seorang yang mengadakan konsili itu, ia datang dengan
keragu‑raguan, menduga bahwa kaisar berencan secara diam‑diam untuk
menggulingkannya. Ia takut diminta pertanggungan jawab atas kejahatan‑kejahatan
yang merendahkan mahkota kepausan, serta kejahatan‑kejahatan yang telah
dilakuka untuk mendapatkannya. Namun begitu ia memasuki kota Constance dengan
suatu kebesaran dan keagungan disertai para pendeta golongan atas dan diikuti
oleh iring‑iringan panjang pegawai tinggi istana. Semua pendeta dan para pejabat
kota bersama kerumunan massa keluar menyambut dan mengelu‑elukan dia. Di atas
kepalanya terbentang penutup singgasana keemasan yang diusung oleh empat orang
pejabat tinggi. Roti Suci dibawa dihadapannya, dan kemegahan pakaian para
kardinal dan para bangsawan membuat suatu pameran yang mengagumkan.
Sementara itu seorang lain yang
mengadakan perjalanan juga sedang mendekati kota Constance. Huss sadar akan
bahaya yang mengancam dia. Ia berpisah dengan teman‑temannya, seolah‑olah ia
tidak akan pernah melihat mereka lagi. Dan ia menjalani perjalanannya dengan
perasaan seolah‑olah berjalan menuju tiang gantungan. Walaupun ia telah
mendapatkan surat pas jalan dari raja Bohemia dan kaisar Sigismund untuk
perjalanannya ini, ia telah mengatur sedemikian rupa oleh karena kemungkinan
kematiannya.
Dalam sebuah suratnya yang
ditujukan kepada teman‑temannya di Praha ia berkata, "Saudara‑saudaraku, .
. . Saya pergi dengan surat pas jalan
dari raja, untuk menemui musuh‑musuh saya yang banyak . . . . Saya menaruh
kepercayaan penuh pada kuasa Allah, pada Juru Selamatku; saya percaya bahwa Ia akan mendengarkan doamu
yang sungguh‑sungguh, agar Dia memasukkan kebijaksanaan‑Nya dan akal budi‑Nya
kedalam mulutku, agar supaya saya boleh bertahan terhadap mereka. Dan agar Dia
memberikan Roh Suci‑Nya untuk menguatkan aku didalam kebenaran‑Nya, agar supaya
saya dapat menghadapi dengan berani segala pencobaan dan penjara, dan jikalau
perlu, kematian yang kejam. Yesus Kristus menderita untuk semua yang dikasihi‑Nya,
dan oleh sebab itu bukankah kita patut bergembira karena Ia telah memberikan
teladan‑Nya bagi kita, agar supaya kita tabah menanggung segala sesuatu demi
keselamatan kita? Ia adalah Allah, dan kita adalah makhluk‑Nya. Ia adalah
Tuhan, dan kita adalah hamba‑hamba‑Nya. Ia adalah Tuhan dunia ini, dan kita
adalah manusia berdosa yang hina dan keji ‑‑ namun Dia telah menderita untuk
kita! Kalau begitu, mengapa kita juga
tidak menderita, terutama kalau penderitaan itu bagi kita adalah penyucian?
Oleh sebab itu, Saudara‑saudara yang kekasih, jikalau kematianku untuk
kemuliaan‑Nya, berdoalah supaya kematian itu cepat datang, dan agar Dia
menyanggupkan aku menanggung semua malapetaka dengan keteguhan hati. Akan
tetapi jika adalah lebih baik aku kembali ke tengah‑tengah kamu, baiklah kita
berdoa kepada Allah agar aku boleh kembali tanpa noda, ‑‑ yaitu, agar aku
jangan menyembunyikan satupun kebenaran Injil, agar aku dapat meninggalkan
suatu teladan bagi saudara‑saudaraku untuk diikuti. Oleh sebab itu, mungkin Saudara‑saudara tidak
akan memandang mukaku lagi di Praha.
Tetapi jika menjadi kehendak Allah yang maha kuasa berkenan
mengembalikan aku kepada kamu, marilah kita
maju terus dengan hati yang semakin teguh dalam pengetahuan dan
kecintaan kepada hukum‑Nya." ‑‑ Bonnechose, Vol. I, pp. 147,148.
Dalam surat lain, kepada
seorang imam yang telah menjadi murid Injil, Huss berbicara dengan kerendahan
hati yang mendalam mengenai kesalahan‑kesalahannya sendiri, menuduh dirinya
sendiri, "telah menikmati kesenangan dalam memakai pakaian yang mewah, dan
telah menghabiskan waktu dalam pekerjaan yang sia‑sia." Lalu ia menambahkan nasihat yang menyentuh
hati ini: "Biarlah kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa‑jiwa menempati
pikiranmu, dan bukan kedudukan dan harta kekayaan. Berhati‑hatilah, jangan
menghiasi rumahmu melebihi jiwamu. Dan diatas segalanya, berikanlah perhatianmu
kepada pembangunan kerohanian. Berlakulah saleh dan rendah hati kepada orang
miskin, dan jangan menghabiskan hartamu dalam pesta pora. Jikalau engkau tidak
mengubah kehidupanmu dan berhenti dari segala yang berlebihan, saya khawatir
bahwa engkau akan dihukum seperti saya ini . . . . Engkau mengetahui ajaranku,
karena engkau telah menerima petunjukku sejak dari masa kanak‑kanakmu. Oleh
sebab itu tidak ada gunanya bagiku menulis kepadamu lebih jauh. Tetapi saya
meminta kepadamu, oleh rahmat Tuhan kita, agar tidak meniruku dalam kesombongan yang sia‑sia,
kedalam mana engkau saksikan aku jatuh."
Pada sampul suratnya itu ia menambahkan, "Saya menghimbaumu,
Saudaraku, jangan membuka surat ini sampai engkau sudah mendapat kepastian
bahwa saya sudah mati." ‑‑ Bonnechose, Vol. I, pp. 148,149.
Dalam perjalanannya, Huss
melihat dimana‑mana tanda‑tanda tersebarnya ajaran‑ajarannya, dan dukungan demi
perkembangan ajaran itu. Orang‑orang berduyun‑duyun menemuinya, dan di beberapa
kota pejabat‑pejabat menyambutnya di jalan‑jalan mereka.
Setelah tiba di Constance, Huss
diberikan kekebasan penuh. Kepada surat pas jalan yang diberikan oleh kaisar
telah ditambahkan jaminan perlindungan pribadi oleh paus. Tetapi pelanggaran kepada deklarasi yang
sungguh‑sungguh dan diulang‑ulang ini, menyebabkan Pembaharu itu ditangkap
dalam waktu singkat, atas perintah paus dan para kardinal, dan menjebloskannya
kedalam penjara bawah tanah yang menjijikkan. Kemudian dipindahkan ke kastil
yang kokoh di seberang Rhine sebagai tawanan. Tidak berapa lama kemudian, paus,
oleh karena pengkhianatannya telah dijebloskan kedalam penjara yang sama. ‑‑
Lihat Idem, p. 247. Dihadapan konsili,
ia telah terbukti melakukan kejahatan yang paling mendasar, disamping
pembunuhan, memperjual‑belikan kedudukan gereja dan perzinahan, "dosa‑dosa yang tidak pantas disebut
namanya." Jadi konsili mengeluarkan
pernyataan; dan demikianlah akhirnya mahkota dicopot dari padanya, dan ia
dijebloskan kedalam penjara. Orang‑orang yang anti paus juga dicopot dan paus
barupun dipilih.
Meskipun paus sendiri telah
melakukan kesalahan yang lebih besar daripada yang pernah dituduhkan Huss
kepada para imam, dan untuk itu ia menuntut diadakan reformasi, namun konsili
yang sama yang menurunkan martabat paus, juga meneruskan menumpas Pembaharu.
Dengan dipenjarakannya Huss telah menimbulkan kemarahan di Bohemia. Kaum
bangsawan yang berkuasa mengajukan protes keras kepada konsili menentang
perbuatan biadab itu. Kaisar, yang tidak
suka mengizinkan pelanggaran ini kepada surat pas jalan yang diberikannya,
menentang tindakan yang dilakukan kepada Huss. Tetapi musuh‑musuh Pembaharu
begitu ganas dan bersikeras. Mereka memohon perhatian raja mengenai
prasangkanya, ketakutannya dan semangatnya terhadap gereja. Mereka mengajukan
argumentasi yang panjang lebar untuk membuktikan bahwa "iman tidak boleh
dipelihara dengan bida'ah atau orang‑orang yang dicurigai menganut kepercayaan
yang menyimpang, walaupun mereka dilengkapi dengan surat‑surat pas jalan dari
kaisar atau raja‑raja." ‑‑ Lenfant, "History of the Councils
of Constance," Vol. I, p. 516. Maka
dengan demikian merekapun berhasil.
Dilemahkan oleh penyakit dan penahanannya
didalam penjara bawah tanah yang lembab dengan udara yang bau busuk, telah
menyebabkan ia menderita demam yang nyaris mengakhiri hidupnya. Akhirnya Huss
dihadapkan kedepan konsili. Dibebani dengan rantai‑rantai, ia berdiri dihadapan
kaisar yang mulia dan yang mempunyai iman yang baik, yang telah berjanji
melindunginya. Selama pemeriksaannya yang memakan waktu lama, dengan teguh ia
mempertahankan kebenaran, dan di hadapan perkumpulan para pejabat tinggi gereja
dan negara ia mengeluarkan protes yang sungguh‑sungguh dan jujur menentang
kebejatan para hirarki.
Rahmat Allah mendukung dia. Selama minggu‑minggu
yang telah berlalu sebelum keputusan terakhirnya, damai Surga memenuhi
jiwanya. "Saya menulis surat
ini," katanya kepada seorang temannya,
"di dalam ruang penjara saya, dan dengan tangan saya yang
terbelenggu, menanti pelaksanaan hukuman mati saya besok . . . . Bilamana,
dengan pertolongan Yesus Kristus, kita kan bertemu lagi dikedamaian kehidupan
yang akan datang, engkau akan tahu bagaimana Allah yang berbelas kasihan itu
telah ditunjukkan‑Nya sendiri kepadaku, dan betapa besar pertolongan‑Nya
kepadaku dalam pencobaan dan pengadilanku." ‑‑ Bonnechose, Vol. II, p. 67.
Didalam kegelapan penjara ia melihat
kemenangan iman yang benar. Dalam mimpi ia kembali ke kapel di Praha dimana ia
mengkhotbahkan Injil, ia melihat paus dan para uskupnya menghapus gambar
Kristus yang telah dilukisnya di dinding kapel itu. "Penglihatan ini
menyusahkan hatinya, tetapi hari berikutnya ia melihat banyak pelukis melukis
kembali gambar itu dalam jumlah yang lebih besar dan dengan warna yang lebih
terang. Segera setelah tugas mereka selesai, para pelukis itu, yang telah
dikelilingi oleh banyak sekali orang, berseru, 'Sekarang biarlah para paus dan
para uskup datang. Mereka tidak akan pernah lagi bisa menghapus gambar itu!'
" Pembaharu itu berkata pada waktu
ia menghubungkan mimpinya, "Saya merasa pasti, bahwa gambar Kristus tidak
akan pernah dihapus. Mereka ingin memusnahkannya, tetapi akan dilukis baru di
dalam semua hati oleh para pengkhotbah yang jauh lebih baik dari saya." ‑‑
D'Aubigne, b. 1, ch.6.
Untuk terakhir kalinya, Huss dibawa
kembali kehadapan konsili. Mahkamah sekali ini adalah mahkamah yang brilian dan
luas ‑‑ dihadiri oleh kaisar, para pangeran kerajaan, para deputi kerajaan,
para kardinal, uskup‑uskup dan imam‑imam; dan orang banyak yang datang sebagai
penonton kejadian hari itu. Dari seluruh dunia Kekristenan telah berkumpul
untuk menyaksikan korban besar yang pertama ini yang telah lama memperjuangkan
kebebasan hati nurani.
Setelah dipanggil untuk mendengarkan
keputusan terakhir, Huss menyatakan penolakannya untuk menyangkal keyakinannya,
dan sambil menujukan pandangannya yang tajam kepada kaisar yang kata‑kata
janjinya telah dilanggar dengan tidak mengenal malu, ia mengatakan, "Saya
memutuskan atas kemauan saya sendiri, untuk hadir dihadapan konsili ini dibawah
perlindungan umum dan jaminan keelamatan kaisar yang hadir di sini." ‑‑
Bonnechose, Vol. II, p. 84. Wajah kaisar
Sigismund menjdi merah padam pada waktu semua
mata orang yang hadir di mahkamah itu memandang kepadanya.
Keputusan telah diumumkan, upacara
penurunan pangkatpun dimulai. Para uskup mengganti pakaiannya dan memakaikan
pakaian keimamatan. Dan pada waktu ia mengenakan pakaian keimamatan itu, ia
berkata, "Tuhan kita Yesus Kristus telah dibungkus dengan kain putih
sebagai penghinaan, pada waktu Herodes memerintahkan menghadapkannya kepada
Pilatus." ‑‑ Bonnechose, Vol. II, p. 86. Pada waktu sekali lagi ia diminta
untuk menarik kembali pernyataannya, ia menjawab sambil berbalik kepada orang
banyak, "Lalu dengan muka apa saya harus memandang Surga? Bagaimana saya melihat orang banyak itu
kepada siapa saya sudah khotbahkan Injil yang sejati? Tidak. Saya lebih
menghargai keselamatan mereka daripada tubuh saya yang hina ini, yang sekarang
telah diputuskan untuk dibunuh."
Pakaiannya ditanggalkan satu persatu; setiap uskup mengatakan kata‑kata
kutukan sementara mereka melakukan tugasnya dalam upacara itu. Akhirnya,
"mereka mengenakan diatas kepalanya sebuah topi atau semacam topi yang
dipakai oleh uskup dalam upacara, yang berbentuk piramida dan terbuat dari
kertas. Dikertas itu dilukiskan gambar‑gambar Setan dengan kata‑kata, 'Kepala
Bida'ah,' dituliskan dengan menyolok dibagian depan. 'Sangat senang' kata Huss,
'akan saya pakaikah mahkota yang
memalukan ini demi Engkau, O, Yesus, yang telah mengenakan mahkota duri
untukku?'"
Setelah itu, "para pejabat tinggi
gereja berkata, 'Sekarang kami serahkan jiwamu kepada Setan.' 'Dan aku,' kata John Huss, dengan menengadah
kelangit, 'menyerahkan rohku kedalam tangan‑Mu, O, Tuhan Yesus, oleh karena
Engkau telah menebus aku.'" ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 7.
Sekarang ia diserahkan kepada pejabat‑pejabat
pemerintah, dan dibawa ketempat pelaksanaan hukuman mati. Suatu arak‑arakan
besar mengikuti dia, ratusan orang bersenjata, para imam dan para uskup dengan
berpakaian yang mahal‑mahal, dan penduduk kota Constance. Pada waktu ia diikat
ketiang gantungan, dan semua sudah siap untuk menyalakan api, orang martir
(mati syahid) ini sekali lagi dihimbau untuk menyelamatkan dirinya dengan
meninggalkan kesalahannya. "Kesalahan apa," kata Huss, "yang
saya harus tinggalkan? Saya tahu saya tidak bersalah. Saya memohon Allah untuk
menyaksikan bahwa semua yang saya telah tuliskan dan khotbahkan adalah demi
penyelamatan jiwa‑jiwa dari dosa dan kebinasaan. Dan oleh sebab itu, dengan
sangat senang saya akan pastikan dengan darahku, kebenaran yang telah
kutuliskan dan kukhotbahkan." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 7. Ketika api menyala disekelilingnya, ia mulai
menyanyi, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku," dan demikianlah
seterusnya ia menyanyi sampai suaranya terdiam untuk selamanya.
Musuh‑musuhnya sendiripun merasa terpukul
melihat keperkasaannya. Seorang pengikut paus yang bersemangat, menerangkan
kematian Huss dan Jerome, yang mati segera sesudah itu, demikian: "Keduanya mereka menetapkan hati pada
waktu saat‑saat terakhir datang menjelang. Mereka telah bersedia menghadapi api
itu seperti mereka menghadapi pesta pernikahan. Mereka tidak mengeluh
kesakitan. Ketika nyala api menjulang, mereka menyanyikan nyanyian puji‑pujian.
Dan kehebatan api tidak dapat menghentikan nyanyian mereka." ‑‑ Wylie,
b.3, ch. 7.
Setelah tubuh Huss seluruhnya hangus
terbakar, maka abunya bersama tanah tempat abu itu, dikumpulkan dan dibuangkan
ke Sungai Rhine, yang kemudian dihanyutkan arus ke laut. Para penganiaya
membayangkan bahwa mereka telah berhasil membasmi kebenaran yang telah
dikhotbahkan Huss. Tidak terbayang bagi mereka bahwa abu jenazah yang
dihanyutkan arus ke laut akan menjadi benih yang tersebar keseluruh negeri di
dunia ini. Dan bahwa negeri yang belum diketahui itu akan memberikan buah‑buah
yang limpah sebagai saksi kebenaran.
Kata‑kata yang diucapkan di gedung konsili
di Constance telah membahana, dan gaungnya akan terdengar sampai ke masa‑masa
yang akan datang. Huss tidak ada lagi, tetapi kebenaran yang diperjuangkannya
dengan kematiannya tidak akan pernah
binasa. Teladan iman dan ketetapan hatinya akan mendorong banyak orang untuk
berdiri teguh demi kebenaran, dalam menghadapai siksaan dan kematian.
Kematiannya telah membeberkan kepada seluruh dunia tentang kekejaman pengkhianatan Roma. Musuh‑musuh
kebenaran, meskipun mereka tidak menyadarinya, telah memajukan kebenaran itu,
yang dengan sia‑sia mereka berusaha memusnahkannya.
Satu lagi tiang gantungan pembakaran akan
didirikan di kota Constance. Darah saksi yang lain harus menyaksikan kebenaran
itu. Jerome, yang mengucapkan selamat jalan kepada Huss waktu ia pergi untuk
menghadiri konsili, telah mendorong semangat dan menguatkan pendirian Huss.
Jerome menyatakan akan datang menolongnya jika Huss harus menghadapi bahaya.
Setelah mendengar penahanan Pembaharu itu, murid yang setia ini segera
menyiapkan diri memenuhi janjinya. Tanpa surat pas jalan ia berangkat ke
Constance dengan seorang teman. Setelah tiba di Constance ia merasa pasti bahwa
ia hanya membuka dirinya kepada bahaya tanpa adanya kemungkinan bisa berbuat
sesuatu untuk melepaskan Huss. Ia melarikan diri dari kota itu, tetapi
tertangkap dalam perjalanan pulang. Ia dibawa kembali ke Constance dengan
dirantai dan dengan pengawalan sepasukan tentera. Pada penampilan pertama di
konsili, dalam usahanya menjawab tuduhan‑tuduhan yang dilontarkan kepadanya, telah
disambut dengan teriakan, "Bakar
dia! bakar dia!" ‑‑ Bonnechose, Vol. I, p. 234. Ia dijebloskankan kedalam penjara bawah
tanah, dirantai dalam posisi yang menyebabkannya sangat menderita, dan diberi
makan roti dan air saja. Setelah beberapa bulan kekejaman yang dilakukan kepada
Jerome, ia menderita penyakit yang mengancam nyawanya.
Musuh‑musuhnya takut kalau‑kalau
ia melarikan diri, memperlakukannya tidak sekejam sebelumnya, meskipun ia tetap
meringkuk dalam penjara selama setahun.
Kematian Huss tidak berakibat seperti
yang diharapkan oleh pengikut‑pengikut kepausan. Pelanggaran terhadap surat pas
jalan telah membangkitkan badai kemarahan. Dan sebagai cara yang lebih aman,
konsili memutuskan untuk memaksa Jerome, kalau mungkin, untuk menarik mundur
pernyataannya, sebagai ganti membakarnya. Ia dibawa menghadap mahkamah, dan
memberikan pilihan untuk menarik kembali pernyataannya, atau mati di tiang
gantungan pembakaran. Kematian pada permulaan penahanannya adalah merupakan
belas kasihan jika dibandingkan dengan penderitaan hebat yang telah dialaminya.
Tetapi sekarang, setelah dilemahkan oleh penyakit, oleh kekakuan penjaranya,
dan siksaan kecemasan dan ketegangan,
dipisahkan dari teman‑temannya, dan terpukul oleh kematian Huss, maka keteguhan
hati Jeromepun luluhlah sudah. Dan ia setuju untuk menyerah kepada konsili. Ia
berjanji kepada dirinya untuk mematuhi imam Katolik, dan menerima tindakan
konsili dalam melarang ajaran‑ajaran Wycliffe dan Huss, namun kecuali "kecuali kebenaran kudus," yang mereka
telah ajarkan. ‑‑ Lihat Bonnechose, Vol. II, p. 141.
Dengan cara ini Jerome berusaha untuk
mendiamkan suara hati nuraninya dan melepaskan diri dari kebinasannya. Akan
tetapi didalam keterasingannya di penjara bawah tanah ia melihat lebih jelas apa
yang telah dilakukannya. Ia memikirkan keberanian dan kesetiaan Huss, bertolak
belakang dengan penyangkalannya akan kebenaran itu. Ia memikirkan Tuhannya yang
kepada‑Nya ia telah berjanji untuk melayani, dan demi kepentingannya sendiri
bersedia menanggung kematian di kayu salib. Sebelum menarik kembali
pernyataannya ia memperoleh penghiburan atas semua penderitaannya, dan
kepastian memperoleh kasih Allah. Tetapi sekarang, penyesalan yang dalam dan
keragu‑raguan menyiksa jiwanya. Ia tahu bahwa masih banyak penarikan pernyataan
yang harus dilakukannya sebelum ia berdamai dengan Roma. Jalan yang sekarang ia
lalui bisa berakhir hanya dengan kemurtadan penuh. Akhirnya ia membuat
keputusan: ia tidak akan menyangkal Tuhannya hanya untuk kelepasan sementara
dari penderitaan.
Kemudian ia dibawa kembali menghadap
konsili.Penyerahannya belum memuaskan para hakimnya. Kehausan mereka akan darah
yang dirangsang oleh kematian Huss, mendesak mereka untuk mendapatkan korban
baru. Hanya dengan penyerahan tanpa syarat kebenaran itu Jerome dapat
mempertahankan hidupnya. Tetapi ia telah menetapkan untuk berpegang pada
imannya, dan mengikuti jejak saudara martirnya Huss ke pembakaran.
Ia membatalkan penarikan pernyataannya
yang sebelumnya. Dan sebagai seorang yang sedang sekarat, dengan sungguh‑sungguh
ia memohon kesempatan untuk memberikan pembelaannya. Takut akan pengaruh kata‑katanya,
para pejabat tinggi gereja bertahan agar ia hanya menguatkan atau menolak
kebenaran tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Jerome memprotes perlakuan yang
begitu kejam dan tidak adil. "Kamu telah menutup saya di penjara yang
mengerikan selama tiga ratus empat puluh hari," katanya, "di tengah‑tengah
kekotoran, di dalam ruangan yang pengap dan bau busuk, dan dimana sangat
kekurangan segala sesuatu. Dan sekarang kamu membawa saya menghadap dan
mendengarkan musuh‑musuhku , tetapi kamu tidak mau mendengarkan aku . . .
. Jikalau kamu benar‑benar orang
bijaksana dan terang dunia ini, hati‑hatilah jangan berdosa kepada keadilan.
Bagiku, aku hanya seorang manusia yang lemah. Hidupku tidak begitu penting. Dan
bilamana saya menghimbau kamu agar jangan mengucapkan satupun kalimat yang
tidak adil, saya bukan berkata‑kata untuk diriku, tetapi untuk kamu." ‑‑
Bonnechose, Vol. II, pp. 146, 147.
Akhirnya permohonannya disetujui.
Dihadapan hakimnya Jerome berlutut dan berdoa agar Roh ilahi dapat kiranya
menguasai pikirannya dan kata‑katanya, agar ia dapat berbicara dengan tidak
bertentangan dengan kebenaran atau yang tidak menghormati Tuhannya. Baginya pada hari itu telah digenapi janji
Allah kepada murid‑murid yang pertama itu:
"Karena Aku kamu akan digiring kemuka penguasa‑penguasa dan raja‑raja
. . . . Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana
dan akan apa yang kamu harus katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan
kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata‑kata, melainkan Roh
Bapamu; Dia yang berkata‑kata di dalam kamu " (Matius 10:18‑20.).
Kata‑kata Jerome menimbulkan keheranan
dan kekaguman juga kepada musuh‑musuhnya. Karena sepanjang tahun ia telah
dikurung di dalam penjara bawah tanah, ia tidak bisa membaca bahkan melihat. Ia
menanggung penderitaan fisik yang berat dan kecemasan mental. Namun argumen‑argumennya
disampaikan dengan begitu jelas dan dengan kuasa seolah‑olah ia tidak pernah
mengalami gangguan kesempatan belajar. Ia menunjukkan kepada para pendengarnya
barisan panjang orang‑orang kudus yang telah dihukum oleh hakim‑hakim yang
tidak adil. Hampir di setiap generasi terdapat orang‑orang yang, sementara
berusaha mengangkat derajat orang‑orang pada zamannya, telah dipersalahkan dan
dibuang, tetapi yang dikemudian hari ternyata berhak mendapat kehormatan.
Kristus sendiri telah dihukum sebagai penjahat oleh pengadilan yang tidak adil.
Pada waktu Jerome menarik kembali
pernyataannya, ia setuju dengan keputusan pengadilan yang menghukukm mati Huss.
Tetapi sekarang ia menyatakan pertobatannya, dan bersaksi mengenai ketidak‑bersalahan
dan kesalehan orang yang mati syahid itu. "Saya mengenal dia sejak masa
kanak‑kanaknya," katanya. "Ia adalah orang yang paling baik, jujur
dan saleh. Ia telah dihukum walaupun ia tidak bersalah . . . . Saya juga, saya
sudah sedia untuk mati. Saya tidak akan mundur menghadapi siksaan yang telah
disediakan bagiku oleh musuh‑musuhku dan para saksi palsu. Pada suatu hari
kelak, mereka akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan tipuan mereka di
hadirat Allah yang maha agung, yang tak seorangpun bisa menipu." ‑‑
Bonnechose, Vol. II, p. 151.
Dalam penyesalan dirinya sendiri karena menyangkal kebenaran, Jerome selanjutnya berkata, "Dari semua dosa yang aku lakukan sejak
masa mudaku, tidak ada yang lebih berat membebani pikiranku dan yang
menyebabkanku begitu sangat menyesal, daripada apa yang kulakukan di tempat
celaka ini, pada waktu aku menyetujui keputusan yang tidak adil yang dijatuhkan
kepada Wycliffe, dan kepada syuhada saleh John Huss, tuanku dan sahabatku. Ya!
Aku mengakuinya dari dalam hatiku, dan menyatakan dengan kengerian bahwa aku
merasa malu dan takut pada waktu saya mempersalahkan ajaran‑ajaran mereka oleh
karena takut mati. Oleh sebab itu, aku memohon . . . Allah Mahakuasa sudi
mengampuni aku dari dosa‑dosaku, terutama yang satu ini, yang paling mengerikan
dari semua." Sambil menunjuk kepada
hakimnya, ia berkata dengan tegas, "Kamu telah mempersalahkan Wycliffe dan
John Huss, bukan karena menggoncangkan doktrin gereja, tetapi hanya oleh karena
mengutuk kejahatan yang dilakukan para pendeta ‑‑ kesombongan dan keangkuhan
mereka, dan semua kebusukan para pejabat tinggi gereja dan para imam. Hal‑hal
yang mereka sudah kuatkan, yang tidak dapat dibantah lagi, aku juga berpikir
dan mengatakan demikian, seperti mereka."
Kata‑katanya disela. Para pejabat tinggi
gereja gemetar dalam kemarahannya, dan berteriak, "Bukti‑bukti apa lagi
yang diperlukan? Kita telah melihat dengan mata kepala kita sendiri seorang
bida'ah yang keras kepala!"
Tanpa terpengaruh oleh keributan itu,
Jerome menyerukan, "Apa? Apakah kamu menyangka aku takut mati? Kamu telah
mengurung aku dipenjara bawah tanah yang mengerikan setahun penuh, yang lebih
mengerikan dari kematian itu sendiri. Kamu telah memperlakukan saya lebih buruk
dari orang‑orang Turki, Yahudi atau orang kafir. Dan dagingku sebenarnya telah
membusuk dan terlepas dari tulang‑tulangku selagi aku masih hidup. Namun
begitu, saya tidak mengeluh, karena ratap tangis akan menyakitkan hati dan
jiwa. Tetapi aku tak dapat mengutarakan keherananku atas kebiadaban besar
seperti itu terhadap seorang Kristen." ‑‑ Bonnechose, Vo. II, pp. 151 ‑153.
Sekali lagi topan amarah menolak, dan
Jerome dilarikan kepenjara. Namun ada beberapa orang di dalam mahkamah
yang sangat terkesan dengan kata‑kata
Jerome, dan yang ingin untuk meyelamatkan nyawanya. Ia dikunjungi oleh para
pejabat tinggi gereja dan mendorongnya untuk menyerahkan dirinya kepada
konsili. Hari depan yang paling gemilang telah ditawarkan kepadanya sebagai
imbalannya jika ia meninggalkan perlawanannya kepada Roma. Tetapi seperti
Tuhannya pada waktu ditawarkan kemuliaan dunia, Jerome tetap teguh menolak.
"Butikanlah kepadaku dari Alkitab
bahwa aku ini salah," katanya, "dan aku akan meninggalkannya untuk
selama‑lamanya."
"Alkitab!" seru seorang yang
mencobainya, "apakah semuanya harus diadili oleh Alkitab? Siapa yang bisa
mengertinya sampai gereja menafsirkannya?
"Apakah tradisi manusia lebih layak
untuk dipercaya daripada Injil Juru Selamat kita?" jawab Jerome. " Paulus tidak menasihatkan orang‑orang
yang dikirimi surat untuk mendengarkan tradisi manusia, tetapi katanya,
'Selidiklah Alkitab.'"
"Bida'ah!" teriak seseorang,
"Saya menyesal telah membujuk engkau begitu lama. Saya melihat bahwa
engkau telah didorong oleh Setan." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 10.
Tidak lama kemudian keputusan hukuman
mati dijatuhkan kepadanya. Ia dituntun ke tempat yang sama dimana Huss
menyerahkan nyawanya. Sepanjang jalan ia menyanyi, wajahnya bercahaya penuh
sukacita dan kedamaian. Pandangannya tertuju kepada Kristus, dan baginya
kematian telah kehilangan kengeriannya. Pada waktu petugas, yang hampir
menyalakan onggokan kayu api, berjalan dibelakangnya, syuhada itu berkata, "Majulah dengan berani, taruhlah api
itu diwajahku. Kalau saya takut saya tidak akan berada di sini."
Kata‑katanya yang terakhir yang diucapkan
sementara nyala api membesar disekelilingnya adalah sebuah doa, "Tuhan Yang Mahakuasa," katanya,
"kasihanilah aku, dan ampunilah dosa‑dosaku, karena Engkau tahu, aku
selalu mencintai kebenaran‑Mu." ‑‑ Bonnechose, Vol II, p. 168. Suaranya lenyap, tetapi bibirnya tetap komat‑kamit
berdoa. Setelah api membakar seluruh tubuhnya, abu syuhada itu bersama tanah
tempatnya, dikumpulkan dan, seperti abu jenazah Huss, dibuangkan ke Sungai
Rhine.
Demikianlah binasa para pembawa terang
Allah yang setia. Tetapi terang kebenaran yang disiarkan mereka, ‑ ‑
terang teladan keperkasaan mereka ‑ ‑
tidak bisa dipadamkan. Bagaikan manusia yang paling kuat berusaha
menahan peredaran matahari agar matahari fajar tidak menyingsing, tetapi
bagaimanapun juga, fajar tetap terbit
bagi dunia. Pelaksanaan hukuman mati
Huss telah menyulut api kemarahan dan kengerian di Bohemia. Hal itu dirasakan
segenap bangsa itu, bahwa ia telah menjadi mangsa kebencian para imam dan
pengkhianatan kaisar. Ia dinyatakan sebagai seorang guru kebenaran yang setia,
dan konsili yang memutuskan hukuman mati itu dituduh bersalah sebagai pembunuh.
Ajaran‑ajaran Huss sekarang menarik perhatian orang lebih banyak daripada
sebelumnya. Atas perintah kepausan
tulisan‑tulisan Wycliffe telah dibakar. Tetapi yang lolos dari pemusnahan
sekarang dibawa keluar dari tempat persembunyiannya dan dipelajari bersama
Alkitab, atau bagian‑bagiannya yang bisa didapat. Dan banyaklah yang dituntun
menerima iman yang diperbaharui itu.
Para pembunuh Huss tidak tinggal diam dan
menyaksikan kemenangan‑kemenangan Huss. Paus dan kaisar bersatu untuk menumpas
gerakan itu, dan tentera Sigismund menyerang Bohemia.
Tetapi bangkit seorang penyelamat. Ziska,
yang segera sesudah perang mulai telah menjadi buta sama sekali, namun adalah
seorang jenderal yang paling mahir pada zamannya, menjadi pemimpin orang
Bohemia. Percaya pada pertolongan Allah dan kebenaran perjuangan mereka,
sehingga orang‑orang dapat menahan tentera musuh yang kuat yang menyerang
mereka. Berulang‑ulang kaisar mengirim tentera baru untuk menyerang Bohemia
hanya untuk dipukul mundur secara memalukan. Pengikut‑pengikut Huss sekarang
tidak takut mati, dan tak ada yang tahan melawan mereka. Beberapa tahun setelah
perang meletus, Ziska, sipemberani itu wafat. Tetapi tempatnya digantikan oleh
Procopius, yang juga adalah seorang jenderal pemberani dan trampil, dan dalam
berbagai hal, seorang pemimpin yang lebih berkemampuan.
Musuh‑musuh orang Bohemia, mengetahui
bahwa pejuang yang buta itu telah meninggal, merasa sudah saatnya untuk menebus
kekalahan mereka selama ini. Paus mengumumkan perang suci melawan pengikut‑pengikut
Huss. Dan tentera yang besar jumlahnya segera dikirimkan menyerang Bohemia,
tetapi hanya untuk menderita kekalahan yang mengerikan. Perang suci lain
diumumkan. Disemua negara kepausan di Eropa, tentera, uang dan perlengkapan
perang dikumpulkan. Orang banyak berduyun‑duyun menggabungkan diri kebawah
panji‑panji kepausan. Mereka merasa pasti bahwa akhirnya para bida'ah pengikut
Huss akan dapat ditumpas. Dengan keyakinan akan menang, pasukan besar itupun
memasuki Bohemia. Orang‑orang Bohemia bertempur mengusir mereka. Kedua pasukan
saling mendekat, sehingga hanya dipisahkan oleh sebuah sungai saja. "Tentera kepausan jauh lebih unggul,
tetapi sebagai gantinya mereka langsung menyeberangi sungai utnuk memerangi
pengikut‑pengikut Huss, mereka berdiri memandangi dengan diam prajurit‑prajurit
Huss. Sebenarnya mereka jauh‑jauh datang hanya untuk memerangi pengikut‑pengikut
Huss ini." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 17. Tiba‑tiba ketakutan yang misterius
melanda pasukan kepausan. Tanpa membuat sesuatu untuk melawan, pasukan yang
kuat ini tercerai berai dihalau oleh kekuatan yang tidak kelihatan. Banyak yang disembelih oleh pasukan pengikut‑pengikut
Huss, yang mengejar musuh yang lari itu. Dan banyaklah barang‑barang rampasan
yang jatuh ke tangan pasukan yang menang, sehingga sebagai gantinya, perang itu
membuat kemiskinan, justru membuat orang‑orang Bohemia lebih kaya.
Beberapa tahun kemudian, perang suci yang
lain direncanakan dibawah pimpinan paus yang baru. Seperti yang sebelumnya,
tentera dan peralatan diambil dari negara‑negara kepausan di Eropa. Banyaklah
janji diberikan untuk membujuk orang‑orang untuk bergabung kepada pekerjaan
yang berbahaya ini. Pengampunan penuh atas kejahatan yang paling keji telah
dijanjikan bagi setiap orang tentera kepausan. Semua yang tewas dalam
peperangan itu dijanjikan upah besar di Surga dan mereka yang selamat akan
memperoleh penghormatan dan kekayaan di medan pertempuran. Sekali lagi pasukan
besar telah terkumpul, dan melintasi perbatasan memasuki Bohemia. Pasukan
pengikut Huss menggunakan taktik mundur dihadapan pasukan penyerang, sehingga
musuh semakin jauh masuk ke negeri itu. Hal ini membuat penyerang mengira bahwa
mereka telah memenangkan peperangan. Akhirnya tentera Procopius bertahan dan
berbalik menghadapi musuh, maju menyerang mereka. Tentera musuh, menyadari
kesalahannya, menunggu serangan diperkemahannya. Sementara suara pasukan yang
mendekat terdengar, bahkan sebelum pasukan pengikut Huss terlihat, kembali
kepanikan melanda pasukan kepausan. Para pangeran, para jenderal dan tentera
biasa membuangkan senjata mereka, lalu lari kesegala pejuru. Sia‑sia utusan
kepausan, yang memimpin penyerangan itu, berusaha untuk mengumpulkan pasukannya
yang sudah ketakutan dan kucar‑kacir tak teratur lagi itu. Walaupun ia berusaha
keras, ia sendiripun juga ikut hanyut dalam arus pelarian. Kekalahan itu
sempurna. Dan sekali lagi barang‑barang rampasan yang banyak jatuh ketangan
pemenang.
Demikianlah untuk kedua kalinya pasukan
yang jumlahnya besar, yang dikirim oleh bangsa‑bangsa kuat di Eropa, pasukan
yang berani yang siap tempur, dan yang dilatih dan diperlengkapi untuk
berperang, lari tanpa perlawanan dari hadapan para pembela bangsa yang kecil
dan lemah. Disinilah manifestasi kuasa ilahi. Para penyerang telah dipukul
mundur dengan teror gaib. Ia yang mengalahkan tentera Firaun di Laut Merah,
yang membuat lari tentera Midian dari hadapan Gideon dan pasukannya yang
berjumlah tiga ratus orang itu, yang pada suatu malam melumpuhkan pasukan Assur
yang angkuh, kembali merentangkan tangan‑Nya melumpuhkan kekuatan penindas.
"Disanalah mereka di timpa kejutan yang besar, padahal tidak ada yang
mengejutkan; sebab Allah menghamburkan tulang‑tulang para pengepungmu; mereka
akan dipermalukan, sebab Allah telah menolak mereka" (Mazmur 53:5).
Setelah putus asa tidak berhasil
menguasai Bohemia dengan kekuatan senjata, para pemimpin kepausan akhirnya
manggunakan saluran‑saluran diplomasi. Mereka mengadakan kompromi. Sementara
mereka mengatakan memberikan kemerdekaan hati nurani kepada Bohemia, tetapi
sebenarnya mereka dikhianati untuk masuk kedalam kekuasaan Romawi. Orang‑orang
Bohemia mengajukan empat tuntutan sebagai syarat perdamaiannya dengan
Roma: Kebebasan mengkhotbahkan
Alkitab; hak seluruh gereja atas roti
dan anggur dalam perjamuan kudus dan penggunaan bahasa sendiri dalam perbaktian
ilahi; penarikan imam‑imam dari kuasa dan jabatan pemerintahan; dan dalam hal
perkara kejahatan, jurisdiksi pengadilan sipil sama terhadap para pendeta dan
orang awam. Penguasa kepausan akhirnya "menyetujui menerima keempat
tuntutan pengikut‑pengikut Huss, akan tetapi hak untuk menjelaskannya, yaitu
menentukan makna yang sebenarnya, haruslah menjadi hak konsili ‑‑ dengan
perkataan lain, hak paus dan hak kaisar." ‑‑ Atas dasar ini dibuatlah suatu perjanjian.
Dengan menyembunyikan tipu muslihatnya dan kecurangannya Roma memperoleh apa
yang tidak bisa diperolehnya dengan peperangan, oleh karena, dengan memberikan
interpretasinya atas tuntutan pengikut Huss itu, seperti juga atas Alkitab, ia
dapat memutar‑balikkan artinya sesuai dengan maksud dan kemauannya.
Segolongan besar orang di Bohemia, yang
melihat bahwa kemerdekaan mereka telah dikhianati, tidak setuju dengan
perjanjian itu. Timbullah perselisihan dan perpecahan yang menjurus kepada
bentrokan dan pertumpahan darah diantara mereka sendiri. Dalam perselisihan ini
bangsawan Procopius jatuh, dan lenyaplah kebebasan Bohemia.
Sigismund, yang mengkhianati Huss dan
Jerome, sekarang menjadi raja Bohemia. Dan tanpa mengingat sumpahnya untuk
mendukung hak‑hak orang Bohemia, ia mulai mendirikan kepausan. Tetapi
ketakutannya kepada Roma tidak memberi keuntungan banyak baginya. Selama dua puluh
tahun kehidupannya telah dipenuhi dengan kerja keras dan bahaya. Balatenteranya
dikalahkan dan hartanya habis terkuras oleh perjuangan yang lama dan yang tak
membawa hasil. Dan sekarang, setelah ia memerintah selama setahun iapun
mangkat, meninggalkan kerajaannya ditepi jurang perang saudara, dan mewariskan
kepada generasi yang akan datang suatu nama kekejian.
Kerusuhan, perselisihan, dan pertumpahan
darah berkepanjangan. Sekali lagi pasukan dari luar menyerang Bohemia, dan
perselisihan di dalam negeri berlanjut mengalihkan perhatian bangsa itu. Mereka
yang tetap setia kepada Injil dihadapkan kepada penganiayaan berdarah.
Sementara saudara‑saudara mereka yang
terdahulu, mengadakan perjanjian dengan Roma, dan menelan keksalahannya, mereka
yang memberi perhatian kepada iman yang mula‑mula itu membentuk suatu gereja
yang berbeda sifatnya, yang diberi nama, "United Brethren"
(Perserikatan Saudara‑saudara). Tindakan ini mengundang kutukan dari semua
golongan kepada mereka. Namun, mereka tidak dapat digoyahkan. Meskipun terpaksa
mencari perlindungan di hutan‑hutan dan di gua‑gua, mereka masih tetap
berkumpul untuk membaca firman Allah dan bersatu dan berbakti bersama kepada
Tuhan.
Melalui pesuruh‑pesuruh yang dikirim
secara rahasia keberbagai negeri, mereka mengetahui bahwa disana‑sini terdapat
"saksi‑saksi kebenaran yang terpisah‑pisah, sedikit di kota ini dan
sedikit disana yang menjadi sasaran penganiayaan seperti mereka. Dan ditengah‑tengah
pegunungan Alpen ada gereja tua, yang beralaskan Alkitab, dan yang memprotes kebejatan moral
Roma." ‑‑ Wylie, b. 3, ch. 19. Pesuruh‑pesuruh intel ini telah diterima
dengan sukacita yang besar, dan surat menyuratpun diadakan dengan orang Kristen
Waldenses.
Sambil tetap
teguh berpegang kepada Injil, orang‑orang Bohemia menunggu sepanjang malam penganiayaa
mereka. Di malam yang paling gelap mereka masih mengalihkan matanya ke ufuk
timur seperti orang‑orang yang sedang menantikan terbitnya matahari pagi.
"Mereka mengalami nasib buruk pada hari‑hari yang jahat, tetapi . . .
mereka mengingat kata‑kata yang diucapkan oleh Huss, dan yang diulangi oleh
Jerome, bahwa seabad harus berlalu sebelum fajar menyingsing. Kata‑kata ini
ditujukan kepada bangsa‑bangsa didalam perhambaan: 'Saya akan mati, dan Allah
pasti akan melawat kamu, dan membawa kamu keluar.' " ‑‑ Idem, b. 3, ch.
19. "Selama masa penutupan abad ke lima belas terlihat perkembangan yang lambat
tetapi pasti gereja Brethren. Walaupun
tidak jauh dari gangguan, namun mereka masih mengalami kedamaian yang
sebanding. Pada permulaan abad ke enambelas, gereja mereka telah berjumlah dua
ratus gereja di Bohemia dan Moravia." ‑‑ Gillett, "Life and
Times of John Huss," (3d ed.), Vol. II, p. 570. "Betapa bersukacitanya perasaan umat
yang sisa, yang terlepas dari keganasan api dan pedang, melihat terbitnya fajar
yang telah diramalkan oleh Huss." ‑‑ Wylie, b. 3, ch.19.
ARTIKEL LAINNYA....
ARTIKEL LAINNYA....
No comments:
Post a Comment