PENIPUAN BESAR PERTAMA --
33
Setan memulai usahanya
menipu manusia pada permulaan sejarah manusia itu. Ia yang telah menghasut
pemberontakan di Surga, ingin membawa penduduk bumi bersatu dengan dia dalam
suatu peperangan melawan pemerintahan Allah. Adam dan Hawa telah menikmati
kebahagiaan yang sempurna dalam penurutan kepada hukum Allah, dan kenyataan ini
menjadi kesaksian yang senantiasa menentang tuduhan yang dilancarkan Setan di
Surga, bahwa hukum Allah itu bersifat menindas, dan berlawanan dengan kebaikan
makhluk ciptaan-Nya. Dan lebih jauh, kecemburuan Setan timbul pada waktu ia
melihat tempat kediaman yang indah, yang disediakan bagi pasangan yang tidak
berdosa itu. Ia berketetapan untuk menjatuhkan mereka, agar, kalau mereka sudah
terpisah dari Allah dan takluk di bawah kekuasaannya, ia dapat menguasai dunia
ini, dan mendirikan kerajaannya di sini, untuk melawan Yang Mahatinggi.
Seandainya Setan menyatakan dirinya dalam tabiatnya yang sebenarnya, ia
akan segera ditolak, karena Adam dan Hawa telah diamarkan mengenai musuh yang
berbahaya itu. Tetapi ia bekerja dalam kegelapan, menyembunyikan maksudnya,
agar ia dapat mencapai tujuannya dengan efektif. Dengan menggunakan ular
sebagai alat perantaranya, makhluk yang mempesona penampilannya, ia berkata
kepada Hawa, "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan
kamu makan buahnya, bukan?" (Kej. 3:1). Seandainya Hawa menahan diri untuk
tidak terlibat perdebatan dengan sipenggoda itu, maka ia akan aman; tetapi ia
memberanikan diri untuk bermusyawarah dengan Setan itu, dan jatuhlah seorang
korban ke dalam tipu muslihatnya. Dengan cara yang demikian masih banyak orang
yang dikalahkan. Mereka bimbang dan memperdebatkan tuntutan Allah; dan gantinya
menuruti perintah-perintah ilahi, mereka menerima teori-teori manusia, yang
hanya menyembunyikan tipu muslihat Setan.
"Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: Buah pohon-pohon dalam
taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah
taman Allah berfirman: Jangan kamu makan atau raba buah itu, nanti kamu mati.
Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: Sekali-kali kamu tidak akan mati,
tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka,
dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang
jahat." (Kej. 3:2-5). Ia menyatakan bahwa mereka akan menjadi seperti
Allah, memiliki hikmat yang lebih besar daripada sebelumnya, dan sanggup
menempati kedudukan atau keberadaan yang lebih tinggi. Hawa takluk kepada pencobaan;
dan melalui pengaruhnya Adam ikut berdosa. Mereka menerima perkataan ular itu,
bahwa Allah tidak bersungguh-sungguh dengan ucapan-Nya. Mereka menyangsikan
Pencipta mereka, dan menganggap bahwa Ia membatasi kebebasan mereka, dan bahwa
mereka bisa memperoleh hikmat besar dan kemuliaan dan keagungan oleh melanggar
hukum-Nya.
Tetapi
apakah yang ditemukan Adam, setelah ia jatuh ke dalam dosa, yang menjadi arti
kata-kata "pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati?"
Apakah ia dapati, seperti yang dikatakan Setan,
bahwa ia akan menjadi lebih mulia dan agung? Dan ada satu kebaikan yang
diperoleh dari pelanggaran, dan Setanlah sebagai yang sudah terbukti sebagai
penolong manusia. Tetapi Adam mendapati bukan ini yang menjadi arti dari
kalimat ilahi itu. Allah menyatakan bahwa sebagai hukuman atas pelanggarannya
itu, manusia harus kembali kepada tanah dari mana ia diambil: "engkau
kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil." (Kej.
3:19). Kata-kata Setan, "Matamu akan terbuka," terbukti benar hanya dalam hal ini saja: Setelah Adam dan Hawa tidak menurut kepada
Allah, mata mereka terbuka untuk melihat kebodohan mereka; mereka sekarang
mengenal kejahatan dan mereka mengecap buah-buah pelanggaran.
Di
tengah-tengah Taman Eden itu tumbuh pohon kehidupan, yang buahnya mempunyai
kuasa untuk mengekalkan hidup. Seandainya Adam tetap menurut kepada Allah, ia
akan terus bebas datang ke pohon ini, dan akan hidup selamanya. Tetapi setelah
ia jatuh dalam dosa, ia tidak lagi diperbolehkan mengambil bahagian dalam pohon
kehidupan itu, dan ia menjadi takluk kepada kematian. Kalimat ilahi,
"engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau di
ambil," menunjuk kepada kematian total. Kekekalan, yang dijanjikan kepada
manusia dengan syarat penurutan, telah hilang lenyap oleh pelanggaran. Adam
tidak dapat meneruskan kepada keturunannya apa yang tidak ia miliki, dan tentu
saja tidak ada pengharapan bagi umat manusia kalau saja Allah tidak membuat
kekekalan itu dapat dijangkau mereka oleh pengorbanan Anak-Nya. Pada waktu
"maut itu menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat
dosa," Kristus "yang oleh Injil telah mematahkan kuasa
maut dan mendatangkan hidup yang tidak akan binasa." (Roma 5:12; 2 Tim.
1:10). Dan hanya melalui Kristuslah kekekalan atau hidup yang tidak akan binasa
itu dapat diperoleh. Yesus berkata, "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia
beroleh hidup kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan
melihat hidup." (Yoh. 3:36). Setiap orang boleh memiliki berkat yang tak
ternilai harganya ini jikalau ia memenuhi syarat-syaratnya. Akan diberikan
"hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari
kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan." (Roma 2:7).
Hanya
penipu agung itu saja yang menjanjikan hidup kepada Adam tanpa penurutan. Dan
pernyataan ular itu kepada Hawa di Taman Eden -- "Sekali-kali kamu tidak
akan mati," -- adalah khotbah pertama yang pernah dikhotbahkan mengenai
kekekalan jiwa. Namun pernyataan ini, yang didasarkan sama sekali kepada kuasa
Setan, telah dikumandangkan dari mimbar-mimbar Kekristenan, dan diterima oleh
kebanyakan umat manusia sebagaimana diterima oleh nenek moyang kita yang
pertama itu. Kalimat ilahi, "Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati,"
(Yehez. 18:20), diartikan menjadi, Orang yang berbuat dosa, tidak akan mati,
tetapi akan hidup selamanya. Kita sungguh heran melihat situasi aneh ini yang
membuat umat manusia begitu mudah percaya kepada perkataan Setan, dan begitu
tidak percaya kepada firman Allah.
Seandainya manusia, setelah kejatuhannya, dibiarkan bebas datang ke
pohon kehidupan, ia akan hidup selama-lamanya, dan dengan demikian dosa akan
kekal selama-lamanya. Tetapi kerub dengan pedang yang menyala-nyala ditempatkan
"untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan" (Kej. 3:24), dan tak
seorangpun keluarga Adam yang diizinkan melewati rintangan itu dan memakan buah
pemberi hidup itu. Itulah sebabnya tidak seorangpun orang berdosa yang hidup
selama-lamanya.
Tetapi
setelah manusia jatuh ke dalam dosa, Setan menyuruh malaikat-malaikatnya secara
khusus untuk berusaha menanamkan kepercayaan kepada kekekalan alamiah manusia,
dan setelah manusia menerima kesalahan ini, mereka akan menuntun manusia ini
untuk menyimpulkan bahwa orang berdosa akan hidup dalam penderitaan kekal.
Sekarang raja kegelapan itu bekerja
melalui agen-agennya untuk menyatakan Allah sebagai penguasa lalim yang suka
membalas dendam, dan menyatakan bahwa Ia membuang ke dalam neraka semua mereka
yang tidak menyenangkan-Nya, dan membuat mereka selalu merasakan murka-Nya. Dan
bahwa sementara mereka menanggung penderitaan yang tak terperikan itu dan
menggeliat dalam nyala api kekal, Pencipta mereka memandang ke bawah dengan
rasa puas.
Demikianlah musuh utama itu mengenakan atribut Pencipta dan Penolong
umat manusia. Kekejaman adalah sifat Setan, Allah adalah kasih. Dan semua yang
diciptakan-Nya adalah murni, suci dan indah, sampai dosa masuk dibawa oleh
pemberontak besar itu. Setan sendiri
adalah musuh yang menggoda manusia untuk berdosa, dan lalu membinasakannya
kalau bisa. Dan kalau ia sudah merasa pasti mengenai korbannya, lalu ia
bersukaria dalam kebinasaan yang sudah ditimbulkannya. Jika diizinkan, ia akan
menyapu segenap umat manusia ke dalam jaringnya. Jika seandainya tidak ada
campur tangan ilahi, tak seorangpun anak-anak Adam, laki-laki atau perempuan,
yang akan selamat.
Setan
sedang berusaha untuk menaklukkan manusia sekarang ini, sebagaimana ia
menaklukkan nenek moyang kita yang pertama dahulu, oleh menggoncangkan
keyakinan mereka kepada Pencipta, dan menuntun mereka menyangsikan hikmat
pemerintahan-Nya dan keadilan-Nya. Setan dan utusan-utusannya menggambarkan
Allah bahkan lebih buruk dari mereka, untuk membenarkan keganasan dan
pemberontakan mereka sendiri. Penipu besar itu berusaha mengalihkan tabiat
kejamnya yang mengerikan itu kepada Bapa surgawi kita, sehingga ia dapat muncul
sebagai orang yang diperlakukan sangat tidak adil oleh pengusirannya dari
Surga, hanya karena ia tidak mau tunduk kepada perintah-Nya yang tidak adil. Ia
menyatakan di hadapan dunia kebebasan yang bisa dinikmati di bawah
pemerintahannya yang menyenangkan, yang sangat berbeda dengan perbudakan yang
dipaksakan oleh perintah-perintah keras Yehovah. Demikianlah ia berhasil
membujuk jiwa-jiwa menjauh dari kesetiaannya kepada Allah.
Betapa
bertentangan dengan perasaan kasih dan kemurahan hati dan bahkan kepada rasa
keadilan kita, ialah ajaran yang mengatakan bahwa orang-orang jahat yang sudah
mati akan disiksa dengan api dan belerang di dalam neraka yang menyala kekal,
bahwa untuk dosa-dosa dari kehidupan singkat di dunia ini mereka harus
menderita penyiksaan selama Allah hidup. Namun, doktrin ini telah diajarkan
secara luas dan masih melembaga dalam banyak ajaran-ajaran dunia Kekristenan.
Seorang doktor keilahian berkata, "Pemandangan atas siksaan-siksaan api
neraka akan meninggikan kebahagiaan orang-orang kudus selama-lamanya. Bilamana
mereka melihat orang lain dalam alamiah
yang sama dan yang lahir dalam keadaan yang sama, dijatuhkan dalam
penderitaan yang seperti itu, dan sementara mereka begitu berbeda, akan
memberikan suatu perasaan betapa bahagianya mereka." Yang lain menggunakan kata-kata ini,
"Sementara dekrit pengutukan dilaksanakan atas orang-orang yang menerima
murka selama-lamanya, asap dari penyiksaan mereka itu akan naik untuk
selama-lamanya di hadapan orang-orang yang menerima kemurahan, yang gantinya
mengambil bagian bersama orang-orang yang malang ini, mereka akan berkata,
Amen, Haleluyah! Puji Tuhan!"
Dimanakah dalam halaman-halaman firman Allah terdapat ajaran yang
seperti itu? Apakah orang-orang tebusan di Surga kehilangan semua rasa iba dan
belas kasihan, dan bahkan perasaan peri kemanusiaan? Apakah ini akan ditukar
dengan rasa tidak perduli orang-orang tabah (stoic), atau kekejaman orang-orang
biadab? Tidak, tidak. Tidak demikian ajaran Kitab Allah. Mereka yang
mengemukakan pandangan yang dinyatakan dalam kutipan-kutipan di atas mungkin
adalah orang-orang terpelajar bahkan orang-orang jujur. Tetapi mereka telah diperdaya
oleh tipuan Setan. Setan menuntun mereka agar menanggapi salah
pernyataan-pernyataan keras Alkitab, dengan memberikan kata-kata yang mewarnai
kebencian dan kekejaman yang menyangkut dengan dirinya, tetapi tidak menyangkal
kepada Pencipta kita. "Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan
Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan
kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.
Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu. Mengapa kamu harus
mati?" (Yehez. 33:11).
Apakah
untungnya kepada Allah sekiranya kita akui bahwa Ia senang menyaksikan
penyiksaan yang tiada akhirnya itu, bahwa Ia bergemar mendengar rintihan dan
jeritan serta sumpah serapah makhluk yang menderita yang dibiarkan-Nya di dalam
nyala api neraka? Mungkinkah bunyi-bunyi yang mengerikan ini menjadi bunyi
musik bagi telinga Yang Mahakasih itu?
Ada yang mengatakan bahwa pengenaan penderitaan yang tiada akhir ini ke
atas orang-orang jahat akan menunjukkan kebencian Allah kepada dosa sebagai
suatu kejahatan yang merusak kepada perdamaian dan tata tertib alam semesta.
Oh, suatu hujat yang mengerikan! Seolah-olah kebencian Allah atas dosalah yang
menjadi alasan mengapa penyiksaan itu berlangsung selama-lamanya. Karena, menurut
para ahli teologi ini, penyiksaan yang terus-menerus tanpa harapan dan
kemurahan akan membuat marah korban-korban yang malang itu; dan sementara
mereka mencurahkan kemarahan mereka dengan mengutuki dan menghujat, maka
selama-lamanya mereka memperbesar bobot kesalahan mereka. Kemuliaan Allah tidak
dipertambahkan oleh mengekalkan dosa yang terus menerus bertambah sepanjang
masa kekekalan.
Adalah
di luar kemampuan pikiran manusia untuk memperkirakan kejahatan yang telah
dilakukan oleh ajaran sesat mengenai penyiksaan kekal itu. Agama Alkitab, yang
penuh dengan kasih dan kebaikan, dan yang berlimpah kasih sayang, digelapkan
oleh takhyul dan disalut dengan teror. Bilamana kita pertimbangkan bagaimana
Setan telah memberikan warna palsu kepada tabiat Allah, apakah kita heran kalau
Pencipta kita yang murah hati itu ditakuti, menyeramkan dan dibenci?
Pandangan-pandangan yang menakutkan mengenai Allah yang telah tersebar ke
seluruh dunia melalui ajaran-ajaran dari mimbar telah membuat ribuan, ya,
jutaan orang menjadi skeptis dan tidak percaya.
Teori
penyiksaan kekal adalah salah satu doktrin palsu yang membentuk anggur kekejian
Babilon, yang dengan itu ia telah memberi minum segala bangsa (Wah. 14:8;
17:2). Bahwa pelayan-pelayan Kristus harus menerima ajaran sesat ini dan
menyiarkannya dari mimbar suci, adalah merupakan suatu misteri. Mereka
menerimanya dari Roma, sebagaimana mereka menerima Sabat palsu. Benar bahwa itu
telah diajarkan oleh orang besar dan baik, tetapi terang mengenai pokok masalah
ini tidak datang kepada mereka seperti
yang telah datang kepada kita. Mereka hanya bertanggungjawab kepada
terang yang bersinar pada zaman mereka. Kita bertanggungjawab kepada terang
yang bersinar pada zaman kita. Jikalau kita berbalik dari kesaksian firman Allah,
dan menerima ajaran-ajaran palsu oleh karena para leluhur kita mengajarkannya
demikian, maka kita berada di bawah hukuman yang dijatuhkan ke atas Babilon.
Kita sedang meminum anggur kekejiannya. Suatu kelompok besar yang menolak
ajaran penyiksaan kekal itu didorong kepada kesalahan yang sebaliknya. Mereka
melihat bahwa Alkitab menggambarkan Allah sebagai oknum yang berbelas kasihan
dan mengasihi, dan mereka tidak bisa mempercayai bahwa Ia akan mengirimkan
makhluk ciptaan-Nya ke dalam nyala api neraka yang kekal. Tetapi berpegang kepada pendapat bahwa jiwa
secara alamiah adalah tidak dapat mati, mereka tidak melihat alternatif lain
melainkan menyimpulkan bahwa semua umat manusia pada akhirnya akan
diselamatkan. Banyak yang menganggap ancaman-ancaman Alkitab dibuat hanya untuk
menakut-nakuti manusia agar menurut, dan bukan untuk dilaksanakan secara
harafiah. Dengan demikian orang berdosa dapat hidup dalam kesenangan sendiri
tanpa menghiraukan tuntutan Allah, namun mengharapkan pada akhirnya berkenan kepada-Nya.
Ajaran atau doktrin seperti ini, yang mengakui kemurahan Allah tetapi
mengabaikan keadilan-Nya, menyenangkan hati manusia dan memberanikan orang
jahat di dalam kejahatannya.
Untuk
menunjukkan bagaimana orang-orang percaya pada keselamatan universal
memutarbalikkan Alkitab untuk mendukung dogma yang membinasakan jiwa, hanya
diperlukan mengutip ucapan-ucapan mereka sendiri. Pada upacara penguburan
seorang pemuda yang tidak beragama, yang terbunuh seketika dalam sebuah
kecelakaan, seorang pendeta aliran universal memilih sebagai ayatnya pernyataan
Alkitab mengenai Daud, "Lalu raja tidak lagi marah terhadap Absalom, sebab
kesedihan hatinya karena kematian Amnon telah surut." (2 Sam. 13:39).
"Saya sering ditanya," kata pembicara, "bagaimana kelak
nasib orang-orang yang telah meninggal dunia dalam dosa, mati, barangkali dalam
keadaan mabuk, meninggal dengan noda merah kejahatan tidak dicuci dari jubah
mereka, atau meninggal seperti anak muda ini meninggal, yang tidak pernah
membuat pengakuan dosa atau menikmati pengalaman beragama. Kita merasa puas
dengan Alkitab, jawabannya akan memecahkan masalah yang mengerikan itu. Amnon
adalah seorang yang berdosa besar. Ia tidak bertobat, ia dibuat mabuk; dan
sementara ia mabuk ia dibunuh. Daud adalah nabi Allah, ia pasti mengetahui
nasib Amnon di dunia yang akan datang. Apakah ungkapan perasaan hatinya? 'Lalu raja tidak lagi marah terhadap Absalom,
sebab kesedihan hatinya karena kematian Amnon telah surut.'
"Dan kesimpulan apakah yang dapat ditarik dari kata-kata ini?
Bukankah penderitaan yang tiada akhir itu tidak menjadi bagian dari
kepercayaannya? Demikianlah kita mengerti; dan di sini kita dapati suatu
argumen kemenangan dalam menunjang hipotesa kemurnian dan kedamaian universal
yang lebih menyenangkan, lebih menerangi, dan lebih murah hati. Ia dihiburkan
melihat anaknya sudah mati. Mengapa begitu? Sebab oleh mata nubuatan ia dapat
melihat ke depan kepada hari esok yang penuh kemuliaan, dan melihat bahwa anak
itu dijauhkan dari segala pencobaan, dibebaskan dari perhambaan dan dimurnikan
dari kejahatan dosa, dan setelah dijadikan cukup kudus dan diterangi, lalu
diterima ke dalam persekutuan roh-roh yang telah naik dan bersukacita.
Penghiburannya satu-satunya adalah bahwa dalam pemindahan dari keadaan sekarang
yang berdosa dan menderita, anaknya yang tercinta telah pergi ke tempat di mana
nafas paling mulia Roh Kudus akan dicurahkan ke atas jiwanya yang gelap, dimana
pikirannya dibukakan kepada hikmat Surga dan kesukaan-kesukaan besar dari kasih
yang kekal, dengan demikian dipersiapkan dengan keadaan yang disucikan untuk
menikmati perhentian dan persekutuan dengan warisan surgawi.
"Dalam pemikiran ini kita dapat mengerti dan mempercayai bahwa
keselamatan ke Surga tidak tergantung kepada apa yang kita perbuat di dunia
ini, baik kepada perobahan hati sekarang ini maupun kepada kepercayaan atau
pengakuan keagamaan saat ini."
Demikianlah yang mengaku pendeta Kristus mengulangi kebohongan yang
diucapkan oleh ular di Taman Eden, "Sekali-kali kamu tidak akan
mati." "Pada waktu kamu
memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah." Ia
menyatakan bahwa orang-orang berdosa yang paling buruk -- pembunuh, pencuri,
dan pezinah -- sesudah mati akan dipersiapkan untuk memasuki kebahagiaan kekal.
Dan
dari manakah pemutarbalik Alkitab ini menarik kesimpulannya itu? Dari sebuah
kalimat yang menyatakan penyerahan Daud kepada dispensasi Tuhan, Pemelihara
itu. "Raja tidak lagi marah terhadap Absalom, sebab kesedihan hatinya
karena kematian Amnon telah surut."
Kepedihan hatinya telah diredakan oleh berlalunya waktu, pikirannya
beralih dari yang mati kepada anaknya yang masih hidup, hilang dengan
sendirinya melalui takut akan hukuman yang adil atas kejahatannya. Dan inilah
bukti bahwa Amnon yang bersetubuh dengan adiknya dan yang mabuk, segera setelah
meninggal diangkut ke tempat yang berbahagia, di sana untuk dimurnikan dan
dipersiapkan untuk persahabatan dengan malaikat-malaikat yang tidak berdosa!
Suatu cerita dongeng yang menyenangkan, disesuaikan dengan tepat untuk
menyenangkan hati manusiawi! Ini adalah doktrin Setan sendiri, dan berhasil
baik mencapai tujuannya. Haruskah kita kaget bahwa, dengan pengajaran seperti
itu, kejahatan akan bertambah-tambah?
Jalan
yang ditempuh oleh guru palsu yang satu ini menggambarkan apa yang ditempuh
oleh guru-guru palsu yang lain. Beberapa perkataan Alkitab dipisahkan dari
konteksnya, yang dalam beberapa kasus, akan menunjukkan artinya bertentangan
dengan penafsiran yang diberikan. Dan bagian-bagian yang tidak berurutan
seperti itu diartikan salah dan digunakan untuk membuktikan doktrin yang tidak
berdasarkan firman Allah. Kesaksian yang dikutip sebagai bukti bahwa Amnon yang
mabuk ada di Surga, yang semata-mata hanyalah dugaan, secara langsung bertentangan
dengan pernyataan Alkitab yang jelas dan positif, bahwa seorang pemabuk tidak
akan mewarisi kerajaan Allah. (1 Kor. 6:10). Demikianlah mereka yang bimbang,
yang tidak percaya, dan yang skeptis membuat kebenaran itu menjadi dusta. Dan
orang banyak telah diperdayakan oleh tipu muslihat mereka, dan dininabobokkan
dalam buaian keamanan duniawi.
Jika
benar bahwa jiwa semua orang lansung pergi ke Surga pada saat meninggal, maka
lebih baiklah kita mati daripada hidup. Banyaklah orang dengan kepercayaan ini
yang mengakhiri hidup mereka. Jika dilanda kesusahan, kebingungan dan
kekecewaan, nampaknya cara yang paling mudah ialah mengakhiri hidup ini dan
naik ke tempat kebahagiaan sempurna di dunia yang kekal.
Allah
di dalam firman-Nya telah memberikan bukti yang paling pasti bahwa Ia akan
menghukum pelanggar-pelanggar hukum-Nya. Mereka yang senang dengan anggapan
bahwa Ia, oleh karena kasih-Nya yang sangat besar, tidak akan melaksanakan
hukuman keadilan kepada orang-orang berdosa, haruslah memandang kepada salib di
Golgota. Kematian Anak yang tidak bernoda itu menyaksikan bahwa "upah dosa adalah maut," sehingga
setiap pelanggaran hukum Allah harus menerima ganjarannya yang setimpal.
Kristus, yang tidak berdosa itu, menjadi dosa karena manusia. Ia menanggung
pelanggaran, dan wajah Bapa-Nya yang disembunyikan, sampai hati-Nya remuk dan
kehidupan-Nya hancur. Semua pengorbanan ini dilakukan agar orang-orang berdosa
boleh ditebus. Tidak ada cara lain manusia bisa dibebaskan dari hukuman dosa.
Dan setiap jiwa yang menolak mengambil bahagian dalam pendamaian yang
disediakan dengan harga seperti ini, harus menanggung sendiri kesalahan dan
hukuman pelanggaran itu.
Marilah kita perhatikan lebih jauh apa yang diajarkan oleh Alkitab
mengenai orang fasik dan yang tidak bertobat, yang dikatakan oleh kaum
universalis berada di Surga sebagai malaikat-malaikat suci dan bahagia.
"Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air
kehidupan." (Wah. 21:6,7). Janji ini hanya kepada mereka yang haus. Hanya
diberikan kepada mereka yang merasakan perlunya air kehidupan dan mencarinya
dengan susah payah dengan mengorbankan yang lain-lain. "Barangsiapa menang
ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan
menjadi umat-Ku." (Wah. 21:7). Di sini juga, syarat-syaratnya diperinci.
Agar dapat mewarisi segala sesuatu, kita harus melawan dan mengalahkan dosa.
Tuhan menyatakan melalui nabi Yesaya, "Katakanlah berbahagia orang
benar!" "Celakalah orang
fasik! Malapetaka akan menimpanya, sebab mereka akan diperlakukan menurut
perbuatannya sendiri." (Yes. 3:10,11). "Walaupun orang yang berdosa
dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama," kata orang bijaksana itu,
"namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan,
sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya. Tetapi orang fasik tidak akan beroleh
kebahagiaan." (Pengkh. 8:12,13). Dan Rasul Paulus menyaksikan orang
berdosa sedang menimbun bagi dirinya sendiri "murka atas dirimu sendiri
pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. Ia akan
membalas setiap orang menurut perbuatannya." "Penderitaan dan kesesakan akan menimpa
setiap orang yang hidup yang berbuat jahat." (Roma 2:5,6,9).
"Tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya
penyembah berhala yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan
Allah." (Epes. 5:5). "Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan
kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat
Tuhan." (Iber. 12:14).
"Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan
memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang
ke dalam kota itu. Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang
sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang
mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar." (Wah. 22:14,15).
Allah
telah menyatakan kepada manusia mengenai tabiat-Nya, dan cara-Nya menangani
dosa. "Tuhan, Tuhan Allah penyayang
dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan
kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan,
pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang bersalah
dari hukuman." (Kel. 34:6,7). "Tetapi semua orang fasik akan
dibinasakan-Nya." "Tetapi
pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang
fasik akan dilenyapkan." (Maz. 145:20; 37:38). Kuasa dan wewenang
pemerintahan ilahi akan digunakan untuk memadamkan pemberontakan. Namun semua
manifestasi hukuman yang setimpal dan adil akan selalu selaras dengan tabiat
Allah sebagai oknum yang berbelas kasihan, panjang sabar dan berkemurahan.
Allah tidak memaksa kemauan atau pertimbangan seseorang. Ia tidak senang
penurutan yang bersifat perbudakan. Ia ingin agar makhluk-makhluk ciptaan
tangan-Nya mengasihi-Nya sebab Dia layak dikasihi. Ia mau mereka menuruti-Nya
sebab mereka menghargai hikmat-Nya, keadilan-Nya dan kemurahan-Nya. Dan semua
yang mempunyai konsep yang benar mengenai sifat-sifat ini akan mengasihi Dia
sebab mereka ditarik kepada-Nya oleh sebab kekaguman mereka kepada
sifat-sifat-Nya.
Prinsip-prinsip kebaikan, murah hati dan kasih, yang diajarkan dan
dihidupkan sebagai teladan oleh Juru Selamat kita, adalah salinan kehendak dan
tabiat Allah. Kristus menyatakan bahwa Ia tidak mengajarkan sesuatu selain dari
pada yang telah diterima-Nya dari Bapa-Nya. Prinsip-prinsip pemerintahan ilahi
selaras secara sempurna dengan ajaran Juru Selamat, "Kasihilah
musuhmu." Allah menjalankan
keadilan atas orang fasik demi kebaikan alam semesta, dan bahkan demi kebaikan
mereka yang menerima hukuman-Nya. Ia akan membuat mereka berbahagia jikalau Ia
dapat lakukan itu sesuai dengan hukum-hukum pemerintahan-Nya dan rasa keadilan
tabiat-Nya. Ia mengelilingi mereka dengan tanda-tanda kasih-Nya, diberikan-Nya
kepada mereka pengetahuan mengenai hukum-Nya, dan mengikuti mereka dengan
tawaran kemurahan-Nya. Tetapi mereka memandang rendah kasih-Nya, meniadakan
hukum-Nya, dan menolak kemurahan-Nya. Sementara mereka tetap menerima
pemberian-Nya, mereka menghinakan Pemberi itu. Mereka membenci Allah sebab
mereka tahu bahwa Ia membenci dosa-dosa mereka. Allah bersabar terhadap
kejahatan mereka, tetapi pada akhirnya akan datang saat yang menentukan, pada
saat mana tujuan mereka akan ditentukan. Akan Dia ikatkah
pemberontak-pemberontak ke pihak-Nya? Akan Dia paksakah mereka melakukan
kehendak-Nya?
Mereka
yang telah memilih Setan sebagai pemimpin mereka, dan telah dikendalikan oleh
kuasanya, tidak bersedia memasuki hadirat Allah. Kesombongan, penipuan,
kebejatan moral dan kekejaman telah melekat pada tabiat mereka. Dapatkah mereka
memasuki Surga dan tinggal selama-lamanya bersama-sama dengan yang telah mereka
tolak dan benci di dunia ini? Kebenaran tidak akan pernah bersetuju dengan
seorang pendusta, kerendahan hati tidak akan bersetuju dengan pemujaan diri dan
kesombongan, kemurnian tidak berterima kepada kebejatan, dan kasih yang tanpa
pamrih tidak menarik kepada orang yang mementingkan diri sendiri. Sumber
sukacita apakah yang dapat ditawarkan oleh Surga kepada mereka yang telah
begitu asyik dengan kepentingan-kepentingan duniawi dan kepentingan-kepentingan
diri sendiri?
Dapatkah mereka yang hidupnya telah dihabiskan dalam pemberontakan
melawan Allah tiba-tiba diangkat ke Surga, dan menyaksikan keadaan kesempurnaan
yang tinggi dan suci yang selamanya ada di sana -- setiap jiwa dipenuhi dengan
kasih, setiap wajah bersinar dengan sukacita, musik yang merdu menggugah hati
dalam nada-nada musik yang berkumandang memuliakan Allah dan Anak Domba, dan
cahaya terang yang tak berkesudahan bersinar ke atas umat-umat tebusan dari
wajah Dia yang duduk di atas takhta itu -- dapatkah mereka yang hatinya
dipenuhi kebencian kepada Allah, kepada kebenaran dan kepada kesucian, berbaur
dengan warga surgawi dan menyanyikan lagu-lagu pujian bersama mereka? Dapatkah
mereka menahan kemuliaan Allah dan kemuliaan Anak Domba itu? Tidak, sama sekali
tidak. Bertahun-tahun kesempatan masa percobaan telah diberikan kepada mereka,
agar mereka bisa membentuk tabiat untuk Surga. Tetapi mereka tidak pernah
melatih pikiran untuk mengasihi kemurnian, mereka tidak pernah mempelajari
bahasa Surga, dan sekarang sudah terlambat. Suatu kehidupan pemberontakan
melawan Allah telah membuat mereka tidak layak masuk ke dalam Surga.
Kemurniannya, kekudusannya dan kedamaiannya menjadi siksaan bagi mereka, dan
kemuliaan Allah menjadi api yang menghanguskan. Mereka akan lebih suka
meninggalkan tempat kudus itu. Mereka menyambut kebinasaan agar mereka bisa
disembunyikan dari wajah Dia yang mati untuk menebus mereka. Nasib orang fasik
itu ditentukan oleh pilihan mereka sendiri. Tidak masuknya mereka ke Surga
adalah atas kemauan mereka sendiri, dan keadilan dan kemurahan di pihak Allah.
Sebagaimana air pada waktu banjir, api dari hari yang besar itu
menyatakan keputusan Allah, bahwa orang jahat tidak dapat dipulihkan. Mereka
tidak mempunyai sikap untuk menyerah kepada kekuasaan ilahi. Kemauan mereka
telah dilakukan dalam pemberontakan, dan bilamana kehidupan berakhir, sudah
terlambat untuk berbalik ke jurusan yang berlawanan, terlambat untuk berbalik
dari pelanggaran kepada penurutan, dari kebencian kepada kasih.
Dalam
membiarkan Kain, pembunuh itu, hidup, Allah memberikan kepada dunia ini suatu
contoh mengenai apa akibatnya membiarkan orang berdosa hidup meneruskan
kejahatan yang tidak terkendalikan. Melalui pengaruh pengajaran dan teladan
Kain, keturunannya telah dituntun ke dalam dosa, sampai "kejahatan manusia
besar di bumi," dan "segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan." "Adapun bumi itu
telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan." (Kej. 6:5,11).
Dalam
kemurahan hati-Nya kepada dunia ini, Allah menghapuskan penduduk yang jahat
pada zaman Nuh. Dalam kemurahan ia membinasakan penghuni Sodom yang rusak.
Melalui kuasa penipuan Setan, para pelaku kejahatan mendapat simpati dan
kekaguman, dan dengan demikian senantiasa menuntun orang-orang lain kepada
pemberontakan. Demikianlah halnya pada zaman Kain dan zaman Nuh, dan pada zaman
Abraham dan Lot. Demikian juga halnya
pada zaman kita. Adalah dalam kemurahan kepada alam semesta ini sehingga pada
akhirnya Allah akan membinasakan penolak-penolak kasih karunia-Nya.
"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang
kekal dalam Kristus Yesus." (Roma 6:23).
Sementara kehidupan adalah warisan orang yang benar, kematian adalah
bagian dari orang jahat. Musa mengatakan kepada orang Israel, "Ingatlah,
aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian
dan kecelakaan." (Ulangan 30:15). Kematian yang disebutkan dalam ayat-ayat
ini bukanlah yang diumumkan kepada Adam, karena seluruh umat manusia menderita
hukuman pelanggarannya. Adalah
"kematian yang kedua" yang ditempatkan sebagai lawan dari
kehidupan yang kekal.
Sebagai akibat dosa Adam, kematian menimpa semua umat manusia. Semuanya
harus masuk ke liang kubur. Dan melalui jasa rencana keselamatan, semuanya akan dikeluarkan dari
kubur mereka. "Bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik
orang-orang benar maupun orang-orang yang tidak benar." (Kisah 24:15).
"Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan
Kristus." (1 Kor. 15:22). Tetapi telah dibuat suatu perbedaan di antara
kedua kelompok yang akan dibangkitkan itu. "Semua orang yang di dalam
kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan
keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat
jahat akan bangkit untuk dihukum." (Yoh. 5:28,29). Mereka yang
"dianggap layak" bangkit kepada kehidupan yang kekal,
"berbahagia dan kuduslah ia."
"Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka." (Wah.
20:6). Tetapi mereka yang tidak layak melalui pertobatan dan iman, tidak
mendapat pengampunan, harus menerima hukuman pelanggaran -- "upah
dosa". Mereka menderita hukuman
yang berbeda lamanya dan beratnya, "menurut perbuatan mereka," tetapi akan berakhir pada kematian yang
kedua. Oleh karena mustahil bagi Allah, sesuai dengan keadilan dan
kemurahan-Nya, untuk menyelamatkan orang berdosa di dalam dosa-dosanya, maka Ia
mencabut eksistensinya yang telah hilang oleh karena
pelanggaran-pelanggarannya, dan untuk mana ia tidak layak memilikinya. Seorang
penulis yang diilhami berkata, "Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah
orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada
lagi." Dan yang lain menyatakan,
"Dan mereka akan menjadi seakan-akan mereka tidak pernah ada." (Maz.
37:10; Obaja 16). Ditutupi oleh kejahatan dan kekejian, mereka tenggelam ke
dalam kebinasaan kekal tanpa harapan, sehingga tidak diingat orang lagi.
Demikianlah akhirnya dosa, bersama semua kesusahan dan kerusakan yang
telah ditimbulkannya. Pemazmur berkata, "Engkau telah menghardik
bangsa-bangsa, telah membinasakan orang-orang fasik; nama mereka telah
Kauhapuskan untuk seterusnya dan selama-lamanya; musuh telah habis binasa,
menjadi timbunan puing senantiasa." (maz. 9:6,7). Yohanes di dalam Wahyu,
sambil menantikan negeri yang kekal, mendengar nynyian pujian semesta yang
tidak terganggu oleh satupun nada sumbang. Setiap makhluk di Surga dan di
dunia terdengar memuliakan Allah. (Wah.
5:13). Tidak ada hujatan kepada Allah dari jiwa-jiwa yang hilang, sementara
mereka menggeliat-geliat di dalam siksaan yang tiada akhir. Tidak ada
makhluk-makhluk di dalam neraka yang menggabungkan teriakan-teriakan mereka
dengan nyanyian orang-orang yang diselamatkan.
Doktrin kesadaran dalam kematian terletak atas kesalahan fundamental
mengenai kekekalan alamiah -- suatu doktrin, seperti penyiksaan kekal,
bertentangan dengan ajaran Alkitab, dengan akal sehat dan dengan perasaan
kemanusiaan. Menurut kepercayaan populer, orang yang ditebus di Surga
mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, dan terutama mengenai kehidupan teman-teman yang mereka tinggalkan.
Tetapi bagaimanakah hal ini bisa menjadi sumber kebahagiaan kepada orang mati,
mengetahui pergumulan orang yang hidup, menyaksikan dosa yang dilakukan oleh
kekasih-kekasih mereka, dan melihat mereka menanggung semua kesedihan,
kekecewaan dan siksaan hidup? Berapa banyakkah kebahagiaan Surga yang akan
dinikmati oleh mereka yang melayang-layang di atas teman-temannya di dunia
ini? Dan betapa menjijikkan kepercayaan
yang mengatakan bahwa segera setelah nafas meninggalkan badan, maka jiwa orang
yang tidak bertobat itu langsung dimasukkan ke dalam neraka! Betapa dalamnya dukacita yang menimpa mereka
melihat teman-temannya memasuki kuburan tanpa persediaan, memasuki penderitaan
kekal dan dosa! Banyak yang menjadi gila oleh karena pemikiran yang mengganggu
ini.
Apa
kata Alkitab mengenai hal ini? Daud mengatakan bahwa manusia itu tidak sadarkan
diri dalam kematian. "Apabila nyawanya melayang, ia kembali ketanah; pada
hari itu lenyaplah maksud-maksudnya." (Maz. 146:4). Salomo juga memberikan
kesaksian yang sama: "Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan
mati, tetapi orang yang mati tidak tahu apa-apa." "Baik kasih mereka maupun kebencian dan
kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi
bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari." "Tak ada pekerjaan, pertimbangan,
pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, kemana engkau pergi."
(Pengkh. 9:5,6,10).
Pada
waktu hidup raja Hiskia diperpanjang lima belas tahun, sebagai jawaban kepada
doanya, raja yang tahu berterimakasih itu memberikan pujian penghormatan kepada
rahmat-Nya yang besar. Dalam nynyian berikut ini ia menyatakan mengapa ia
bersukacita: "Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepada-Mu
dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur
tidak menant-nanti akan kesetiaan-Mu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah
yang mengucap syukur kepada-Mu, seperti aku pada hari ini." (Yes.
38:18,19). Teologia populer mengatakan bahwa orang yang sudah mati berada di
Surga, memasuki kebahagiaan, dan memuji Allah dengan lidah yang kekal. Tetapi
Hiskia tidak melihat prospek yang mulia seperti itu di dalam kematian. Pemazmur
menyetujui kesaksian itu dengan kata-katanya, "sebab di dalam maut
tidaklah orang ingat kepada-Mu;"
"bukan orang-orang mati memuji Tuhan, dan bukan semua orang yang
turun ke tempat sunyi." (maz. 6:6; 115:17).
Pada
hari Pentakosta, Petrus menyatakan bahwa Daud, bapa bangsa itu, "telah mati dan dikubur, dan kuburannya
masih ada pada kita sampai hari ini."
"Sebab bukan Daud yang naik ke Surga." (Kis. 2:29,34). Fakta
bahwa Daud tinggal di dalam kubur sampai hari kebangkitan, membuktikan bahwa
orang-orang benar tidak pergi ke Surga pada waktu meninggal. Hanya melalui
kenagkitan, dan oleh jasa fakta bahwa Kristus telah bangkit, Daud pada akhirnya
kelak bisa duduk di sebelah kanan Allah.
Dan
Rasul Paulus berkata, "Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan,
maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka
sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup di dalam dosamu. Demikianlah
binasa juga orang-orang yang mati di dalam Kristus." (1 Kor. 15:16-18).
Jika selama empat ribu tahun orang-orang benar pergi langsung ke Surga pada
waktu meninggal, mengapa Rasul Paulus mengatakan bahwa jika tidak ada
kebangkitan, "binasa juga orang-orang yang mati di dalam Kristus"? Tidak diperlukan kebangkitan.
Tyndale
yang mati syahid, menyinggung mengenai keadaan orang mati, menyatakan,
"Secara terbuka saya mengakui, bahwa saya tidak yakin mereka sudah berada
dalam kemuliaan penuh di mana Kristus berada, atau di tempat malaikat-malaikat
pilihan Allah berada. Itu bukanlah bagian dari kepercayaan saya, karena jika
demikian, saya tidak melihat lain selain dari khotbah mengenai kebangkitan
tubuh adalah sesuatu yang sia-sia."
-- Tyndale, Wm., Preface to
"New Testament," (ed.1534). Reprint in "British Reformers --
Tindal, Frith, Barnes," p. 349 (ed.1830).
Adalah
suatu fakta yang tidak dapat disangkal bahwa pengharapan akan kebahagiaan kekal
pada waktu kematian telah menuntun kepada suatu pengabaian doktrin kebangkitan
Alkitab yang meluas. Kecenderungan ini telah dikomentari oleh Dr. Abraham
Clarke, dengan mengatakan, "Doktrin kebangkitan tampaknya telah menjadi
pemikiran yang lebih penting di antara orang-orang Kristen yang mula-mula itu
dari pada sekarang ini! Mengapa demikian?
Para rasul terus menerus menekankan hal itu, dan mendorong pengikut-pengikut
Allah kepada ketekunan, penurutan dan kegembiraan melalui itu. Dan para penerus
mereka dewasa ini jarang menyebutkan itu. Demikianlah para rasul berkhotbah,
dan demikianlah orang-orang Kristen yang mula-mula itu percaya. Demikianlah
kita berkhotbah, dan demikianlah para pendengar kita percaya. Tidak ada doktrin
di dalam Injil selain doktrin ini yang lebih banyak ditekankan; dan tidak ada
doktrin dalam rangkaian khotbah-khotbah sekarang ini selain doktrin ini yang lebih
diabaikan." -- Commentary on the
New Testament, Vol. II, general comments on 1 Cor. 15, p. 3.
Hal
ini berlangsung terus sampai kebenaran agung mengenai kebangkitan itu
hampir-hampir seluruhnya menjadi kabur, dan hilang dari pandangan dunia Kristen.
Demikianlah seorang penulis agama terkemuka mengomentari kata-kata Rasul Paulus
dalam 1 Tesalonika 4:13-18, katanya. "Untuk maksud-maksud penghiburan
praktis, maka doktrin mengenai kekekalan orang-orang benar telah menggantikan
doktrin yang meragukan mengenai kedatangan Tuhan yang kedua kali. Pada waktu
kita meninggal, Tuhan datang kepada kita. Itulah yang kita tunggu dan yang kita
harapkan. Orang mati sudah masuk ke dalam kemuliaan. Mereka tidak menunggu
sangkakala untuk penghakiman dan kebahagiaan."
Tetapi pada waktu hampir meninggalkan
murid-murid-Nya, Yesus tidak mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan segera
datang kepada-Nya. "Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat
bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat
bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku." (Yoh.
14:2,3). Dan lebih jauh Rasul Paulus mengatakan kepada kita bahwa "pada waktu penghulu malaikat berseru
dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari Surga dan
mereka yang mati di dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita
yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam
awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya
bersama-sama dengan Tuhan." Dan ia
menambahkan, "Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan
perkataan-perkataan ini." (1 Tes.
4:16-18). Betapa lebar perbedaan antara perkataan-perkataan penghiburan ini
dengan kata-kata yang sebelumnya dikutip oleh pendeta universalis. Pendeta
universalis menghibur para sahabatnya yang berduka dengan jaminan, bahwa
betapapun yang mati itu telah berbuat dosa, pada waktu ia menghembuskan
nafasnya yang terakhir dalam hidup ini, ia akan diterima di antara para
malaikat. Rasul Paulus mengarahkan perhatian saudara-saudaranya kepada
kedatangan Tuhan yang akan terjadi itu, pada waktu rantai belenggu kuburan akan
diputuskan, dan "yang mati dalam Krsitus" akan dibangkitkan kepada
kehidupan yang kekal.
Sebelum seseorang boleh memasuki tempat yang berbahagia itu,
kasusnya harus diperiksa terlebih
dahulu, dan tabiat serta perbuatan mereka harus diselidiki di hadirat Allah.
Semuanya dihakimkan sesuai dengan apa yang tertulis di dalam kitab-kitab, dan
akan diberi upah sesuai dengan perbuatan mereka. Penghakiman ini tidak
dilakukan pada waktu seseorang meninggal. Perhatikanlah kata-kata Rasul Paulus
ini: "Karena ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan
adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia
memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan
Dia dari antara orang mati." (Kis. 17:31). Rasul itu dengan jelas
menyatakan di sini bahwa waktu yang tertentu, pada waktu yang akan datang,
telah ditetapkan bagi penghakiman dunia ini.
Yudas
menyinggung mengenai waktu yang sama, "Dan bahwa Ia menahan
malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi
yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia
kekelaman sampai penghakiman pada hari yang besar." Dan lagi ia mengutip kata-kata Henokh,
"Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua
orang." (Yudas 6,14,15). Rasul Yohanes menyatakan bahwa ia "melihat
orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua
kitab . . . . Dan orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa
yang tertulis di dalam kitab itu." (Wah. 20:12).
Akan
tetapi jika orang mati sudah menikmati kebahagiaan Surga atau menggeliat-geliat
di nyala api neraka, apakah lagi gunanya penghakiman yang akan datang itu?
Pengajaran firman Allah mengenai hal-hal penting ini tidak semu atau
bertentangan; semuanya dapat dimengerti oleh pikiran-pikiran biasa. Tetapi
apakah pikiran yang jujur dapat melihat hikmat atau keadilan di dalam teori
umum yang populer itu? Apakah orang-orang benar, setelah penyelidikan kasus
mereka di penghakiman, menerima pujian, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai
hamba-Ku yang baik dan setia; . . . . Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan
tuanmu" (Mat. 25:21), bilamana mereka sudah tinggal di hadirat-Nya,
mungkin selama bertahun-tahun lamanya? Apakah orang-orang jahat itu dipanggil
dari tempat penyiksaannya untuk menerima putusan dari Hakim seluruh dunia, "Enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang
kekal"? (Mat. 25:41). Oh, betapa suatu ejekan! Betapa suatu tuduhan yang
memalukan terhadap himat dan keadilan Allah!
Teori
kebakaan atau kekekalan jiwa adalah salah satu doktrin palsu, yang diambil Roma
dari kekafiran yang kemudian dimasukkan ke dalam agama Kekristenan. Martin Luther mengelompokkannya dengan
"cerita-cerita dongeng yang mengerikan yang merupakan bagian dari
keputusan-keputusan Roma yang menjijikkan." -- Petavel, E., "The
Problem of Immortality," p. 255 (ed. 1892). Mengomentari kata-kata Salomo
dalam buku Pengkhotbah, yang mengatakan bahwa orang mati tidak mengetahui
apapun, Pembaharu itu berkata, "Suatu tempat lain membuktikan bahwa orang
yang mati tidak mempunyai . . . perasaan. Katanya, tidak ada kewajiban, tidak
ada ilmu, tidak ada pengetahuan dan tidak ada hikmat di sana.
Salomo berpendapat bahwa orang mati adalah tidur, dan tidak merasa sama
sekali. Orang-orang yang mati terbaring di sana, tidak memperhitungkan hari atau tahun,
tetapi bilamana mereka bangun, mereka akan tampak seperti tidur semenit
saja." -- Luther's Exposition of
Solomon'sBooke Called Eclesiastes," p. 152 (ed. 1573, London).
Di
manapun di dalam Alkitab tidak didapati kalimat yang menyatakan bahwa
orang-orang benar menerima upah mereka atau orang-orang jahat menerima hukuman
mereka pada waktu meninggal. Para bapa dan
nabi tidak meninggalkan jaminan seperti itu. Kristus dan rasul-rasul-Nya tidak
memberi petunjuk mengenai hal itu. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa orang
mati tidak langsung pergi ke Surga. Mereka digambarkan sebagai
sedang tidur sampai hari kebangkitan. (1 Tes. 4:14; Ayub 14:10-12). Pada hari itu bilamana rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan
(Pengkh. 12:6), pikiran manusia binasa. Mereka yang turun ke dalam kubur berada
dalam kesunyian. Mereka tidak lagi mengetahui sesuatu yang dilakukan di bawah
matahari. (Ayub 14:21). Perhentian yang berbahagia bagi
orang-orang benar yang letih! Waktu, lama atau singkat, hanyalah sebentar bagi
mereka. Mereka tidur; mereka dibangunkan
oleh sangkakala Allah kepada kekekalan yang mulia. "Sebab nafiri akan
berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat
binasa . . . . Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat
binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan
genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah ditelan dalam kemenangan."
(1 Kor. 15:52-54). Sementara mereka dipanggil keluar dari tidur nyenyak mereka,
mereka mulai memikirkan waktu di mana mereka berhenti atau meninggal. Perasaan
yang terakhir adalah sakitnya kematian, pikiran yang terakhir ialah bahwa
mereka sedang jatuh ke bawah kuasa maut. Pada waktu mereka bangkit dari
kuburan, pikiran kesukaan pertama akan dikumandangkan dalam pekik kemenangan,
"Hai maut, dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu? (1 Kor. 15:55).
ARTIKEL LAINNYA....
No comments:
Post a Comment