SAYA TIDAK SUKA MENGAJAR
CERITA MISSION SABAT KE-11, 15 SEPTEMBER 2018
Oleh : Tserenpil "Ogie" Otgontuya, 40 Tahun
Mongolia
Pada waktu masih kuliah di universitas
sementara saya memilih suatu jurusan, secara tiba-tiba saja saya berpikir:
"Saya tidak akan pernah menjadi seorang guru." I bu saya adalah
seorang guru taman kanak-kanak, jadi saya tidak sabar jika berhadapan dengan
anak-anak yang ribut. Tetapi di gereja pendeta meminta saya untuk menjadi guru
di kelas Sekolah Sabat Anak-anak. Saya berkata: "Tidak, saya tidak senang
berhadapan dengan anak-anakfTetapi pendeta mendorong saya untuk mencoba bahkan
ia menunjukkan kepada saya cerita-cerita Alkitab agar saya terjemahkan. Buku cerita
itu sempat saya terjemahkan, tetapi ketika saya melihat kepada anak-anak
kembali saya berkata:"Tidak, tidak, saya tidak dapat mengajar
mereka." Saya menikah dengan seorang dosen sebuah universitas, kami
dikaruniai seorang anak, kemudian kami pindah di sebuah kota kecil di Mongolia
untuk melayani sebagai misionaris.
Suami
saya bertanya kepadaku: "Apakah yang saya ingin perbuat di kota yang kecil
ini?" Saya menjawab: "Saya tidak tahu,"tetapi "saya tidak
ingin mengajar." Setelah mengajar di kelas universitas, suami saya
mengajak beberapa mahasiswa ke rumah kami, jadi saya memasak makanan sederhana,
makanan sehat untuk mereka. Di Mongolia, daging adalah makanan paling disukai
dan tidak boleh tidak ada, jadi para mahasiswa itu sangat terkejut melihat di
atas meja kami tersaji bermacam-macam makanan yang terdiri atas, biji-bijian,
buah-buahan serta sayur-sayuran. Mereka pun bertanya: "Jenis makanan
apakah ini? Mengapakah Anda tidak makan daging?"Saya menyadari bahwa saat
itu saya sudah mengajarkan mereka sebuah pekabaran Alkitab tentang kesehatan.
Pada
saat yang sama, saya mulai bersahabat dengan beberapa ibu-ibu tetangga kami,
dan ketika mereka berkunjung ke rumah saya, saya memberikan cerita-cerita
Alkitab kepada anak-anak mereka. Saya selalu berpikir untuk tidak akan pernah
mengajar, tetapi pada saat yang sama saya selalu saja mengajar. Suami saya
mengadakan penanaman gereja baru di kota kecil itu, kemudian suami saya diminta
untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Advent Filipina.
Saya
pun berdoa kepada Tuhan: "Tolong saya. Apakah yang harus saya perbuat di
Filipina?"Dan saya terus berdoa untuk doa yang sama beberapa kali sampai
kemudian suatu ketika seorang dosen mengunjungi rumah kami di Filipina kemudian
bertanya kepada saya apa yang akan saya lakukuan sementara menunggu 21/2 tahun
suami saya menyelesaikan pendidikannya. Saya menjawab:"Mungkin saya akan
belajar akuntasi atau keperawatan."Mendengar hal itu, sang dosen kemudian
"mengajak saya untuk berdoa, dan nanti Tuhan yang akan menunjukkan jalan-Nya
atau rencana-Nya."
Saya
kemudian mencari tahu program keperawatan di universitas tersebut dan saya
dapati bahwa membutuhkan lima tahun untuk dapat menamatkan program terse-but.
Saya kemudian pergi ke departemen bisnis dan mendapati bahwa untuk mendapat
gelar akuntansi harus kuliah selama empat tahun. Sementara saya lewat di depan departemen
pendidikan, saya sementara berpikir bahwa saya akan mengambil jurusan
akuntansi.
Fakta Singkat
Di antara penduduk
Mongolia yang berusia 15 tahun ke atas, 53 persen beragama Budha, sementara 39
persen tidak beragama. Kekristenan di Mongolia hanya kirakira 2,1persen dari
jumlah keseluruhan penduduk Mongolia.
Mongolia adalah
sebuah negara dengan lahan yang diapit oleh Rusia danTiongkok. Hampir setengah
penduduk Mongolia hidup dan tinggal di Ibu Kota Negara, Ulaanbaatar.
Mongolia adalah
daerah pegunungan, dengan ketinggian 5.183 kaki (1.580 meter) di atas permukaan
laut, yang menjadikannya sebagai satu negara tertinggi di dunia.
Tanpa
direncanakan, saya berpapasan dengan seorang dosen pendidikan yang kemudian
bercakap-cakap dengan saya, dengan cepat terbentuklah hubungan baik dan saya
dapati bahwa dosen tersebut pernah tinggal di Mongolia. Dialah orang pertama
yang saya jumpai di Filipina yang pernah mengunjungi Mongolia, dan saya begitu
suka untuk berbicara dengannya! Setelah beberapa menit, sang dosen menyarankan
saya agar mengambil jurusan pendidikan. "Hmm, mungkin,"kata saya.
Sedikitpun saya tidak tertarik "tidak" akan tetapi oleh karena dosen
tersebut begitu baik is berkata:"Bukankah engkau memiliki seorang anak
perempuan, mengapa kamu tidak mencoba mengambil jurusan pendidikan sekolah
dasar?"Kami terus bercakap-cakap. Tetapi sayangnya, dosen tersebut sudah
harus pergi mengajar, tetapi is sempat memberi saran agar saya pergi melihat
kegiatan sekolah taman kanak-kanak yang ada di universitas itu.
Saya
begitu terkejut dengan apa yang saya saksikan sendiri. Anak-anak di tempat itu
begitu tenang dan sangat gembira. Guru-guru wanita yang mengajar di situ begitu
nyaman. Dengan segera saya mengambil keputusan untuk mengambil jurusan
pendidikan yang akan ditempuh selama tiga tahun oleh karena saya sudah
mengambil kelas-kelas umum pendidikan di Mongolia. Saya dan suami terlibat
pembicaraan panjang malam itu. Gereja Advent di Mongolia tidak mempunyai
sekolah dan juga tidak mempunyai guru. Saya menjadi tidak pasti dengan apa yang
akan saya lakukan.
Suami
saya berkata:"Tetapi mungkin ini adalah rencana Tuhan bagi kamu untuk
menjadi seorang guru untuk pekerjaan Tuhan." "Hmm, mungkin," ucap
saya. Seakan selera untuk mengajar menjadi sirna. Akan tetapi saya dapat
menyelesaikan pendidikan dalam waktu 21/2 tahun—waktu yang sama dengan suami
dalam menyelesaikan pendidikannya. Kembali ke Mongolia, saya kemudian mem bantu
dalam mendirikan sekolah Advent pertama di Mongolia.
Beberapa
tahun yang lalu, saya menjadi kepala sekolah. Saya sangat senang dengan
anak-anak dan juga sudah senang mengajar! Saat ini, Sekolah Tusgal memiliki 24
orang siswa/siswi, dan kebanyakan dari mereka berasal dari bukan keluarga
Advent. Mereka belajar mulai dari kelas taman kanak-kanak sampai dengan kelas
12.
Terima
kasih untuk pemberian Persembahan Sabat Ketiga Belas di tahun 2015 yang telah
menolong kami memperbanyak ruangan kelas. Jumlah yang mendafar dengan cepat bertambah
banyak, jadi kami merencanakan untuk membuka sebuah akademi berasrama mulai
dari kelas sembilan sampai dengan kelas 12. Persembahan Sabat Ketiga Belas
triwulan ini akan membantu pembangunan sekolah berasrama tersebut.
Melihat
kembali ke belakang, saya sungguh memuji Tuhan. Terkadang, teman-teman saya
bertanya: "Tetapi bukankah engkau tidak suka mengajar. Mengapa sekarang
engkau adalah seorang guru?" Saya berkata kepada mereka:"Kamu tidak
pernah akan tahu hendak menjadi apa nanti. Hanya Tuhan yang tahu. Pada saat
kita menjadi sabar dan menurut, maka rencana Tuhanlah yang akan terjadi di
dalam kehidupan kita dan untuk kita."
Oleh Tserenpil
"Ogie"Otgontuya, seperti yang diceritakan kepada Andrew McChesney.
SEMOGA BERMANFAAT DAN
SALING MENGUATKAN DALAM IMAN
Oleh Andrew McChesney
No comments:
Post a Comment