KEHIDUPAN KEDUA
CERITA MISSION SABAT KE-12, 22 SEPTEMBER 2018
Oleh : Peter, 40 Tahun
Tiongkok
Peter menghabiskan 24 tahun pertama
kehidupannya dengan satu-satunya tujuan: Menjadi seorang guru matematika
sehingga ia boleh peduli terhadap orang tua—orang tua miskin yang ada di
desa-desa serta pedalaman Tiongkok.Tetapi kemudian tiba-tiba ia ditimpa dengan
masalah kesehatan yang meruntuhkan rencananya. Peter kehilangan segala-galanya
saat itu."Sebelum mengalami situasi krisis, saya tidak pernah datang
kepada Tuhan,"kata Peter."Inilah cara Tuhan menuntun saya datang
kepada-Nya dan kebenaran-Nya."
Setelah
ditamatkan pada sebuah sekolah tinggi, Peter segera akan mendapatkan tugas untuk
mengajar matematika di sebuah sekolah menengah. Tergambarlah masa depan dan
harapan yang baru karena akan memiliki tingkat kenyamanan keuangan yang cukup
balk, hal ini menyukakan hatinya. Akan tetapi sebelum dia dan teman-teman
seangkatan mengajar, mereka harus melewati pemeriksaan fisik yang dilaksanakan
oleh departemen pendidikan tingkat provinsi.
"Saya
banyak kali bermain bola basket juga sepak bola selama di sekolah tinggi, jadi
saya berpikir hal itu akan menolong saya untuk lulus pemeriksaan
kesehatan,"kata Peter. Pada saat hasil pemeriksaan datang, semua mahasiswa
mendapati bahwa ada dua orang yang tidak lulus—yaitu Peter dan seorang muda
yang lain.Tetapi Peter merasa yakin bahwa ia berada pada kondisi kesehatan yang
balk sehingga meminta kepada pihak sekolah tinggi untuk diadakan kembali
pemeriksaan kesehatan kepadanya. Kali ini, pada pemeriksaan kedua, rumah sakit
mendapati dari dua orang yang diperiksa ulang, hanya satu saja yang tidak
lulus—Peter. Dokter mengatakan bahwa Peter menderita penyakit liver yang sangat
sukar untuk diobati. Pihak sekolah kemudian menggugurkan Peter untuk tugas
mengajar.
"Pada
saat itu, saya benar-benar kehilangan segala-galanya," kata
Peter."Saya sudah berusaha keras untuk bertahun-tahun lamanya untuk
meningkatkan derajat kemiskinan orang tua. Dan hal itu akan menjadi kenyataan,
tetapi tiba-tiba segala sesuatunya sirna dengan sekejap. Saya merasa putus
asa:'
Malam
itu, Peter berdiri di samping jembatan dan berteriak ke arah langit:
"Laotian!"(dalam bahasa Mandarin berarti "Penguasa Agung")
Engkau benar-benar tidak adil kepada saya!" Peter meratap dengan sangat
dan dengan cepat ia berpikir untuk bunuh diri dengan cara melompat dari atas
jembatan terse-but. Saat itu berkat bantuan orang tuanya, Peter kemudian dibawa
ke puskesmas yang ada di desa untuk dirawat.Tetapi kondisi puskesmas sangat terbatas.
Namun keluarga juga tak dapat berbuat apa-apa untuk mengirim Peter ke rumah
sakit yang lebih balk di kota. Setelah tiga hari, Ibu Peter pergi ke gereja
bertemu dengan seorang pendeta dan memohon untuk berdoa bagi anaknya itu. Sang
ibu sering hadir dalam ibadah gereja pada hari Minggu, jadi sementara ia dalam
kekalutan menghadapi anaknya ia pikir bahwa hari itu adalah hari Minggu.
Padahal hari itu adalah hari Sabtu. Dan saat itu Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuhlah yang sedang menggunakan gereja Oikumene tersebut, jadi ketika tiba
di gereja, saat itu sedang berlangsung acara Sekolah Sabat. Seorang ketua
wanita pun datang dan bertanya:"Mengapakah Anda kelihatan begitu
sedih?" Setelah mendengar kisah tentang Peter, sang ketua jemaat
berkata:"Jangan khawatir. Sampaikan kepada anakmu agar percaya kepada Tuhan.
Tuhan akan menolongnya."
Fakta Singkat
Ada lebih banyak orang
Kristen di Tiongkok daripada di Italia, dan menurut laporan bahwa Tiongkok akan
menjadi pusat Kekristenan terbesar di dunia.
PendudukTiongkok saat
ini berjumlah 1,387 miliar jiwa. Hal ini berarti bahwa 18,47 persen penduduk
dunia ada di Tiongkok. Menurut tradisi Kristen, Kekristenan pertama kali masuk
ke Tiongkok oleh rasul Thomas, tetapi bukti sejarah pertama yang dapat
dipercaya menunjukkan bahwa Kekristenan masuk ke Tiongkok sejak pertengahan
abad ke-7.
Kemudian
pada hari itu juga, ketua jemaat tersebut mengunjungi Peter di salah satu kamar
rumah sakit dan memberikan nasihat yang sama seperti ia katakan kepada
ibunya."Anak muda, percayalah di dalam Tuhan,"katanya."Tuhan
akan menyelamatkan engkau." Sangat sukar bagi Peter untuk menerima nasihat
seperti itu. Gurunya sejak masih duduk di bangku kelas satu mengajarkan
bahwa tidak ada Tuhan. Pada saat itulah, tergambar adanya dua jalan di hadapan
Peter: Terus tinggal di rumah sakit, mengeluarkan uang dan lebih menambah beban
orang tuanya, kemudian meninggal, atau percaya kepada Tuhan. "Saya tidak
mau lagi menambah beban terhadap orang tua saya,"kata Peter. "Jadi,
saya mau berkata:'Saya akan mencoba untuk percaya Tuhan.
Saya memilih untuk
percaya Tuhan lebih dari para dokter."
Sore
itu, Peter memutuskan bahwa karena Tuhan itu ada dan dapat dipercayai untuk
memberikan kesembuhan, ia berniat untuk keluar dari rumah sakit saat itu juga.
la menolak permohonan ibunya untuk membawa sebagian obat-obatan ke
rumah."Kita percaya Tuhan,"katanya."Mari kita tinggalkan
segalanya di rumah sakit ini."
Ketua
jemaat gereja Advent itu kemudian menyampaikan kepada Peter tentang adanya
sebuah sanitarium milik gereja Advent yang ada di desa lainnya, dan Peter
memutuskan untuk pergi ke sana. Para petugas di sanitarium itu menyambut Peter
dengan sangat ramah."Pada waktu saya sakit dan putus asa, saya membutuhkan
penghiburan, tetapi semua orang justru meninggalkan saya,"kata
Peter."Tetapi ketika saya masuk di sanitarium itu, semua orang di situ
bertelut bersama dengan saya dan mendoakan saya. Sementara mereka berdoa,
mereka menangis,'Tuhan, tolonglah anak muda ini:Mereka semua menerima dan
mengasihi saya."
Selama
ini Peter belum pernah merasakan pengalaman ada orang yang mau mengasihi dia
dan bagi Peter hal ini lebih dari sekadar manusia biasa. Hal ini adalah Ilahi.
Peter tinggal di sanitarium selama dua bulan, berdoa, belajar Alkitab serta
belajar tentang pola hidup sehat. "Saya lupa kalau saya sedang
sakit," kata Peter."Saya begitu bahagia."
Dua
bulan kemudian, ia memohon izin kepada kepala sanitarium agar ia boleh kembali
ke rumah sakit guna pengecekan kondisi kesehatannya. Hasilnya di luar dugaan,
sangat mengejutkan baik bagi Peter maupun bagi dokter. la menerima hasil
pemeriksaannya yang menyatakan bahwa Peter telah bersih dari penyakit. Dokter
tak dapat mengerti bagaimana hanya dengan pengobatan sederhana dapat
menyembuhkan Peter. Bukan obat yang menyembuhkan Peter tetapi karena Peter
telah percaya kepada Tuhan.
Peter
akhirnya dibaptiskan, begitu juga kedua orang tuanya beserta orang tua
angkatnya. Saat ini Peter berusia 40 tahun dan melayani sebagai pekerja Alkitab
di Tiongkok. "Sejak Tuhan memberi kepadaku kehidupan kedua, maka saya
abdikan hidup ini hanya untukTuhan,"kata PeterTerima kasih untuk
Persembahan Sabat Ketiga Belas yang Anda persembahkan akan memungkinkan
penyebaran Injil di seluruh Tiongkok.
Link download dokumen: Sabat ke-12 Cerita Mission Dewasa (docx)
SEMOGA BERMANFAAT DAN
SALING MENGUATKAN DALAM IMAN
Oleh Andrew McChesney