Banyak
kesusahan yang harus dilalui oleh umat Allah yang kekasih. Tetapi
penderitaan-penderitaan kita yang ringan itu hanya sebentar saja jika
dibandingkan dengan kemuliaan dan kekekalan yang jauh lebih berat yang akan
diperoleh dari padanya – bilamana kita tidak memandang perkara – perkara yang
kelihatan, sebab perkara-perkara yang tidak kelihatan itu kekal adanya. (Early
Writings / Tulisan-Tulisan Permulaan hal. 46).
Tetapi saya memaklumkan kepada kamu,
saudara-saudariku dalam Tuhan, negeri itu adalah negeri yang indah, dan kita
sanggup pergi kesana serta memilikinya. Sementara
saya berdoa di mezbah rumah tangga, Roh Kudus turun kepada saya, dan terasa
bahwa saya terangkat semakin lama semakin tinggi, jauh di atas dunia yang gelap.
Saya menoleh untuk melihat umat Advent di dunia, tetapi saya tidak dapat
menemukan mereka, kemudian suatu suara berkata kepada saya, "Lihat
kembali, dan lihatlah sedikit lebih tinggi." Ketika itu saya mengangkat
mata saya, dan melihat sebuah jalan sempit yang lurus, yang menjulang tinggi di
atas dunia. Di atas jalan itu umat Advent sedang berjalan menuju ke kota itu,
yang berada jauh di ujung jalan itu.
Ada
sinar yang terang benderang di belakang mereka pada permulaan jalan itu, yang
malaikat katakan, itu adalah seruan tengah malam. Terang ini bercahaya
sepanjang jalan dan menerangi kaki mereka agar tidak tersandung. Jikalau mereka
tetap mengarahkan mata mereka kepada Yesus, yang ada di depan yang menuntun
mereka ke kota itu, maka mereka selamat. Tetapi segera ada yang menjadi lelah,
dan mengatakan bahwa kota itu masih sangat jauh, serta mereka berharap
seharusnya sudah memasuki kota itu sebelumnya.
Kemudian
Yesus memberi semangat kepada mereka dengan mengangkat tangan kanan-NYA yang
mulia, dan dari tangan-Nya datang cahaya yang dipancarkan rombongan Advent ini
lalu mereka bersorak, "Haleluya” Ada orang yang secara gegabah menolak
terang yang berada di belakang mereka dan berkata bahwa bukanlah Allah yang
telah memimpin mereka sedemikian jauhnya.
Terang
yang ada di belakang mereka padam, meninggalkan kaki mereka dalam kegelapan
pekat, lalu mereka tersandung dan kehilangan pandangan terhadap sasaran yang
ada di depan dan dari Yesus, sehingga jatuh ke dalam dunia yang gelap dan jahat
di bawah, Segera kami mendengar suara Allah bagaikan bunyi air yang banyak,
yang memberitahukan hari dan jam kedatangan Yesus. Orang-orang saleh yang
hidup, yang banyaknya 144.000 itu, mengetahui dan mengerti akan suara itu,
sedangkan orang-orang jahat mengira itu addalah bunyi guruh dan gempa bumi.
Ketika
Allah memberitahukan saatnya, Ia mencurahkan Roh Kudus kepada kami, sehingga
wajah kami bersinar dan memancarkan kemuliaan Allah, sama seperti Musa dulu
ketika ia turun dari gunung Sinai. Adapun 144.000 orang itu semuanya
dimeteraikan dan persatuannya sempurna. Di atas dahi mereka tertulis, Allah,
Yerusalem Baru, dan sebuah bintang gemerlapan yang bertatahkan nama Yesus yang
baru. Keadaan kami yang berbahagia dan kudus membangkitkan amarah orang-orang
jahat, dan mereka hendak menyerbu serta menyerang kami, untuk menjebloskan kami
ke dalam penjara, sedangkan ketika kami mengedangkan tangan dengan nama Tuhan,
mereka jatuh dengan tidak berdaya ke tanah. Barulah gereja Setan mengetahui
bahwa Allah mengasihi kami yang mau mencuci kaki satu dengan yang lain dan
menghormati saudara bersaudara dengan kecup yang kudus, serta mereka sujud di
kaki kami. Segera mata kami tertuju ke arah timur, ada sebuah awan kecil hitam
muncul di sana, besarnya kira-kira setengah kepalan tangan manusia, yang kami
semuanya ketahui itu adalah tanda Anak manusia. Kami semua berdiam diri dengan
khidmat memandangi awan itu ketika semakin lama semakin dekat dan semakin
terang, mulia dan semakin bertambah mulia, sampai menjadi awan putih yang
besar.
Dasarnya
tampak bagaikan api; pelangi berada di atas awan itu, sedangkan di sekeliling
itu sepuluh ribu malaikat menyanyikan sebuah nyanyian yang sangat merdu; dan di
atas awan itu duduklah Anak manusia. Rambut-Nya putih dan bergelombang yang
terurai sampai ke bahu-Nya; dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota.
Kaki-Nya tampak bagaikan api; Ia memegang sebuah sabit tajam di tangan
kanan-Nya; di tangan kiri-Nya sebuah sangkakala perak. Mata-Nya laksana nyala
api, yang sedang mencari anak-anakNya ke sana ke mari. Kemudian semua wajah
menjadi pucat, dan mereka yang sudah ditolak Allah menjadi hitam. Lalu kami
semua berseru, "Siapakah yang tahan berdiri? Adakah jubah saya tak
bercacat?" Kemudian malaikat-malaikat berhenti menyanyi, dan terjadilah
keheningan yang membuat bulu roma berdiri, ketika Yesus berkata: "Orang
yang bersih tangannya dan murni hatinya akan tahan berdiri; cukuplah kasih
karuniaKu bagimu." Pada ketika ini wajah kami diterangi dan kegembiraan
memenuhi setiap hati. Malaikat-malaikat membunyikan nada yang lebih tinggi lalu
menyanyi kembali, sementara awan makin lama semakin mendekati bumi. Kemudian
sangkakala perak Yesus berbunyi, ketika Ia tunm dalam awan terbungkus dengan
nyala api. Ia memandang ke atas kubur orang-orang kudus yang sedang tidur, lalu
Ia mengangkat tanganNya ke langit, serta berseru, "Bangun! Bangun!
Bangun! Hai kamu yang tidur di dalam debu, dan bangkitlah." Kemudian
terjadilah gempa bumi yang dahsyat. Kubur-kubur terbuka, dan orang-orang mati
bangkit berpakaikan peri yang tidak akan binasa. Yang 144.000 orang itu
berseru, “haleluya!" Ketika mereka mengetahui sahabat-sahabat mereka yang
terpisah dari mereka oleh kematian, dan pada saat yang sama kami diubahkan dan
diangkat bersama-sama dengan mereka untuk bertemu dengan Tuhan di angkasa.
Kita
semua memasuki awan itu bersama-sama, dan selama tujuh Bari naik menuju ke laut
kaca, bilamana Yesus membawa mahkota, dan dengan tangan kanan-Nya memasangkan
mahkota-mahkota itu di atas kepala kita. Ia memberi kita kecapi emas dan
pelepah korma kemenangan. Di atas laut kaca inilah 144.000 orang itu berdiri
dalam bentuk bujur sangkar penuh. Beberapa dari mereka mempunyai bintang yang
sangat terang, yang lain-lain tidak terlalu terang. Ada mahkota yang
kelihatannya sarat dengan bintang-bintang, sementara yang lain hanya beberapa
bintang saja. Semuanya sangat merasa puas dengan mahkotanya. Mereka semuanya
berpakaikan jubah putih kemuliaan dari bahu sampai ke kaki mereka. Malaikat-malaikat
mengelilingi kita semua ketika kita berbaris di atas laut kaca menuju pintu
gerbang kota itu. Yesus mengangkat tanganNya yang mulia dan hebat itu,
memegang pintu gerbang mutiara itu, mendorongnya ke belakang di atas
engsel-engselnya yang gemerlapan, dan berkata kepada kita, "Kamu yang
telah membasuh jubahmu dengan darah-Ku, yang berdiri teguh demi kebenaran-Ku,
masuklah ke dalam." Kami semua masuk ke dalam dan merasa bahwa kami
memiliki hak yang penuh di dalam kota itu.
Di
sini kami melihat pohon kehidupan dan takhta Allah. Dari takhta itu keluarlah
air sungai murni, dan di sebelah menyebelah tepi sungai itu terdapat pohoh
kehidupan. Di tepi sebelah sungai itu batang pohon itu tumbuh dan batang yang
lain di tepi seberang sungai itu, kedua batang itu daripada emas murni yang
tembus pandang. Mula-mula saya mengira saya melihat dua pohon. Lalu saya lihat
kembali, barulah saya melihat bahwa kedua batang itu bersatu di atas menjadi
satu pohon saja. Jadi itulah pohon kehidupan yang batangnya tumbuh di sebelah
menyebelah sungai kehidupan. Dahan-dahannya melengkung sampai ke tempat di mana
kami berdiri, dan buahnya sangat indah; tampaknya seperti emas bercampur perak.
Kami
semua pergi ke bawah pohon itu dan duduk memandang kemuliaan tempat itu,
ketika Saudara Fitch dan Stockman,' yang telah memberitakan Injil kerajaan
itu, dan yang telah ditidurkan Allah dalam kubur untuk menyelamatkan mereka,
datang menghampiri kami dan menanyakan apa yang telah terjadi selama mereka
tidur. Kami berusaha mengingat kesusahan-kesusahan kami yang terbesar, tetapi
tampaknya itu semua terlalu kecil dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang jauh
lebih besar yang mengelilingi kami sehingga kami tidak dapat mengucapkannya,
lalu kami semua bersorak, "Haleluya, surga itu cukup murah!" maka
kamipun memetik kecapi emas kami dan membuat malaikat-malaikat surga menyanyi.
Dengan
Yesus yang menjadi kepala kami semua turun dari kota itu ke bumi ini, di atas
sebuah gunung yang besar dan hebat, yang tidak dapat menahan tempat di mana
Yesus berdiri, lalu gunung itu terbelah dua, sehingga terjadilah suatu lembah
yang sangat luas. Kemudian kami memandang ke atas dan melihat kota yang besar
itu, dengan dua belas dasarnya, dan dua belas pintu gerbang, tiga pada setiap
sisinya, dan seorang malaikat pada setiap pintu gerbang. Kami semuanya berseru,
"Kota, kota yang besar itu, sedang turun, sedang turun dari Allah
berpindah dari surga," dan kota itu pun turun lalu menetap di tempat di
mana kami berdiri.
Kemudian
kami mulai memandang perkara-perkara yang mulia di luar kota itu. Di sana saya
melihat rumah-rumah yang sangat mulia, yang tampaknya keperak-perakan, ditopang
oleh empat tiang yang terbuat dari mutiara yang sangat mulia dipandang mata.
Rumah-rumah inilah yang akan didiami oleh orang-orang kudus. Pada setiap rumah
terdapat rak emas. Saya melihat banyak dari orang-orang kudus ini masuk ke
dalam rumah-rumah ini, menanggalkan mahkota mereka yang berkilau - kilauan dan
meletakkannya di atas rak itu, kemudian keluar ke kebun dekat rumah itu untuk
mengerjakan sesuatu dengan tanahnya; tetapi bukan seperti yang kita lakukan
dengan tanah di bumi ini, sama sekali tidak. Suatu terang yang mulia bercahaya
di sekeliling kepala mereka, dan mereka terus-menerus berseru dan
mempersembahkan pujian kepada Allah.
Saya
melihat kebun yang lain penuh dengan segala jenis bunga, dan k etika saya
memetiknya, saya berseru, "Bunga ini tidak pernah akan layu." Berikut
saya melihat sebuah kebun yang penuh dengan rumput yang tinggi, sangat indah
dipandang mata; berwarna hijau dan memantulkan warna perak dan emas, seakan
dengan megah mengalun untuk memasyhurkan kemuliaan Yesus sebagai raja. Kemudian
kami memasuki sebuah kebun yang penuh dengan segala jenis binatang—singa, domba,
macan, serigala, yang kesemuanya bersatu dengan sempurna. Kami lewat di
tengah-tengah mereka, dan mereka mengikuti kami dengan aman.
Kemudian
kami memasuki sebuah hutan, tidak sama dengan hutan gelap yang ada di bumi ini;
tidak sama sekali; tetapi terang dan semuanya nulia; cabang-cabang pohon-pohon
bergerak ke sana ke mari, dan kami semuanya berseru, "Kita akan tinggal
dengan aman di dalam hutan belantara dan tidur di hutan rimba." Kami
meliwati hutan itu, sebab kami sedang menuju ke Gunung sion. Ketika kami dalam
perjalanan, kami pun bertemu dengan suatu rombongan yang sedang menikmati
kemuliaan tempat itu. Saya memperhatikan warna merah sebagai batas jubah
mereka; mahkota mereka gilang-gemilang; jubah mereka putih bersih. Ketika kami
menyalami mereka, maka saya bertanya pada Yesus siapakah mereka. Ia mengatakan
bahwa mereka adalah orang-orang yang mati sahid dibunuh karena Dia.
Bersama
mereka terdapat anak-anak kecil yang tidak terhitung banyaknya; mereka juga
memiliki tanda merah pada jubahnya. Gunung Sion sudah berada di depan kami, dan
di atas gunung itu berdiri bait kudus yang mulia, dan di sekelilingnya terdapat
tujuh gunung lain, yang di atasnya bertumbuh bunga mawar dan bakung. Saya
melihat anak-anak kecil mendaki, atau kalau mereka mau, mereka menggunakan
sayapnya untuk terbang ke atas puncak-puncak gunung tersebut dan memetik bunga
yang tidak pernah layu itu.
Di
sekitar bait kudus itu terdapat segala macam pohon untuk memperindah tempat
itu: pohon den, cemara, senobar, minyak, pacar belanda, delima, dan pohon ara
yang cabang-cabangnya melengkung ke bawah sebab buahnya yang sangat
lebat—inilah yang membuat tempat itu semuanya mulia. Ketika kami sudah hendak
memasuki bait kudus, Yesus berkata dengan suaranya yang merdu, "Hanya yang
144.000 yang boleh memasuki tempat ini," dan kami berseru, "Haleluya.
Bait kudus ini ditopang oleh tujuh tiang, yang semuanya terdiri dari emas yang
tembus pandang, dilengkapi dengan mutiara yang paling mulia. Perkara-perkara
ajaib yang saya saksikan di sana tidak dapat saya lukiskan. Ooh, sekiranya
saya dapat berbicara Bahasa Kanaan, maka saya dapat menceritakan sedikit
tentang kemuliaan dunia yang lebih baik. Di sana saya melihat meja dan batu di
mana nama-nama 144.000 orang itu terukir dengan huruf emas. Setelah kami
melihat-lihat kemuliaan bait kudus itu, kami keluar dan Yesus meninggalkan kami
pergi ke kota itu.
Tidak
lama kemudian kami mendengar akan suara-Nya kembali, yang berkata,
"Marilah, hai umat-Ku, hai kamu yang keluar dan kesusahan besar, dan yang
melakukan kehendak-Ku, yang menderita karena-Ku; masuklah ke dalam perjamuan,
karena Aku sendiri telah bersiap-siap untuk melayani kamu." Kami bersorak,
"Haleluya! Glori!" lalu masuk ke dalam kota itu. Di sana saya melihat
sebuah meja dan perak murni; berkilometer panjangnya, namun mata kita dapat
melihatnya dengan jelas.
Saya
melihat buah pohon kehidupan, manna, badam, ara, delima, anggur dan banyak
jenis buah yang lain. Saya meminta izin pada Yesus untuk memakan buah itu. Ia berkata,
"Bukan sekarang. Mereka yang memakan buah dari negeri ini tidak lagi
pulang ke bumi. Tetapi tidak lama lagi, jikalau engkau setia, maka engkau akan
memakan buah kehidupan dan meminum air dari mata air kehidupan itu."
Selanjutnya Ia berkata, "Engkau hams pulang ke bumi lagi dan menyampaikan
kepada orang lain apa yang telah Kunyatakan padamu! Kemudian seorang malaikat
menuntun saya dengan lembut turun ke dunia yang gelap ini. Kadangkadang saya
berpikir bahwa saya tidak lama lagi hidup di bumi; segala sesuatu yang ada di
bumi tampaknya begitu suram. Saya merasa sangat sepi di bumi ini, karena saya
sudah melihat negeri yang lebih baik. Ooh, sekiranya saya mempunyai sayap
seperti burung merpati, maka saya akan terbang pergi mencari tempat perhentian!
Setelah
saya selesai mendapat penglihatan itu, maka tampaknya segala sesuatu berubah;
kemurungan terpancar dari semua yang saya Iihat. Ooh, betapa gelapnya dunia ini
tampak bagi saya. Saya menangis ketika menyadari saya masih ada di dunia, dan
merasa rindu ke surga. Saya sudah melihat dunia yang lebih baik, dan hal itu
menjadikan saya merasa tidak senang lagi di dunia ini.
Sumber: Buku Early Writings (Tulisan - Tulisan Permulaan)
No comments:
Post a Comment