Ads Google

Tuesday, March 20, 2018

Penglihatan Tentang Surga


           Banyak kesusahan yang harus dilalui oleh umat Allah yang kekasih. Tetapi penderitaan-penderitaan kita yang ringan itu hanya sebentar saja jika dibandingkan dengan kemuliaan dan kekekalan yang jauh lebih berat yang akan diperoleh dari padanya – bilamana kita tidak memandang perkara – perkara yang kelihatan, sebab perkara-perkara yang tidak kelihatan itu kekal adanya. (Early Writings / Tulisan-Tulisan Permulaan hal. 46).

Tetapi saya memaklumkan kepada kamu, saudara-saudariku dalam Tuhan, negeri itu adalah negeri yang indah, dan kita sanggup pergi kesana serta memilikinya. Sementara saya berdoa di mezbah rumah tangga, Roh Kudus turun kepada saya, dan terasa bahwa saya terangkat semakin lama semakin tinggi, jauh di atas dunia yang gelap. Saya menoleh untuk melihat umat Advent di dunia, tetapi saya tidak dapat menemukan mereka, kemudian suatu suara berkata kepada saya, "Lihat kembali, dan lihatlah sedikit lebih tinggi." Ketika itu saya mengangkat mata saya, dan melihat sebuah jalan sempit yang lurus, yang menjulang tinggi di atas dunia. Di atas jalan itu umat Advent sedang berjalan menuju ke kota itu, yang berada jauh di ujung jalan itu.

            Ada sinar yang terang benderang di belakang mereka pada permulaan jalan itu, yang malaikat katakan, itu adalah seruan tengah malam. Terang ini bercahaya sepanjang jalan dan menerangi kaki mereka agar tidak tersandung. Jikalau mereka tetap mengarahkan mata mereka kepada Yesus, yang ada di depan yang menuntun mereka ke kota itu, maka mereka selamat. Tetapi segera ada yang menjadi lelah, dan mengatakan bahwa kota itu masih sangat jauh, serta mereka berharap seharusnya sudah memasuki kota itu sebelumnya.

            Kemudian Yesus memberi semangat kepada mereka dengan mengangkat tangan kanan-NYA yang mulia, dan dari tangan-Nya datang cahaya yang dipancarkan rombongan Advent ini lalu mereka bersorak, "Haleluya” Ada orang yang secara gegabah menolak terang yang berada di belakang mereka dan berkata bahwa bukanlah Allah yang telah memimpin mereka sedemikian jauhnya.

            Terang yang ada di belakang mereka padam, meninggalkan kaki mereka dalam kegelapan pekat, lalu mereka tersandung dan kehilangan pandangan terhadap sasaran yang ada di depan dan dari Yesus, sehingga jatuh ke dalam dunia yang gelap dan jahat di bawah, Segera kami mendengar suara Allah bagaikan bunyi air yang banyak, yang memberitahukan hari dan jam kedatangan Yesus. Orang-orang saleh yang hidup, yang banyaknya 144.000 itu, mengetahui dan mengerti akan suara itu, sedangkan orang-orang jahat mengira itu addalah bunyi guruh dan gempa bumi.

            Ketika Allah memberitahukan saatnya, Ia mencurahkan Roh Kudus kepada kami, sehingga wajah kami bersinar dan memancarkan kemuliaan Allah, sama seperti Musa dulu ketika ia turun dari gunung Sinai. Adapun 144.000 orang itu semuanya dimeteraikan dan persatuannya sempurna. Di atas dahi mereka tertulis, Allah, Yerusalem Baru, dan se­buah bintang gemerlapan yang bertatahkan nama Yesus yang baru. Ke­adaan kami yang berbahagia dan kudus membangkitkan amarah orang-­orang jahat, dan mereka hendak menyerbu serta menyerang kami, untuk menjebloskan kami ke dalam penjara, sedangkan ketika kami menge­dangkan tangan dengan nama Tuhan, mereka jatuh dengan tidak berdaya ke tanah. Barulah gereja Setan mengetahui bahwa Allah mengasihi kami yang mau mencuci kaki satu dengan yang lain dan menghormati saudara bersaudara dengan kecup yang kudus, serta mereka sujud di kaki kami. Segera mata kami tertuju ke arah timur, ada sebuah awan kecil hitam muncul di sana, besarnya kira-kira setengah kepalan tangan ma­nusia, yang kami semuanya ketahui itu adalah tanda Anak manusia. Kami semua berdiam diri dengan khidmat memandangi awan itu ketika semakin lama semakin dekat dan semakin terang, mulia dan semakin bertambah mulia, sampai menjadi awan putih yang besar.

            Dasarnya tampak bagaikan api; pelangi berada di atas awan itu, sedangkan di sekeliling itu sepuluh ribu malaikat menyanyikan sebuah nyanyian yang sangat merdu; dan di atas awan itu duduklah Anak manusia. Rambut-Nya putih dan bergelom­bang yang terurai sampai ke bahu-Nya; dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota. Kaki-Nya tampak bagaikan api; Ia memegang sebuah sabit tajam di tangan kanan-Nya; di tangan kiri-Nya sebuah sangkakala perak. Mata-Nya laksana nyala api, yang sedang mencari anak-anak­Nya ke sana ke mari. Kemudian semua wajah menjadi pucat, dan mereka yang sudah ditolak Allah menjadi hitam. Lalu kami semua berseru, "Sia­pakah yang tahan berdiri? Adakah jubah saya tak bercacat?" Kemudian malaikat-malaikat berhenti menyanyi, dan terjadilah keheningan yang membuat bulu roma berdiri, ketika Yesus berkata: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya akan tahan berdiri; cukuplah kasih karunia­Ku bagimu." Pada ketika ini wajah kami diterangi dan kegembiraan memenuhi setiap hati. Malaikat-malaikat membunyikan nada yang lebih tinggi lalu menyanyi kembali, sementara awan makin lama semakin men­dekati bumi. Kemudian sangkakala perak Yesus berbunyi, ketika Ia tunm dalam awan terbungkus dengan nyala api. Ia memandang ke atas kubur orang-orang kudus yang sedang tidur, lalu Ia mengangkat tangan­Nya ke langit, serta berseru, "Bangun! Bangun! Bangun! Hai kamu yang tidur di dalam debu, dan bangkitlah." Kemudian terjadilah gempa bumi yang dahsyat. Kubur-kubur terbuka, dan orang-orang mati bangkit berpakaikan peri yang tidak akan binasa. Yang 144.000 orang itu berseru, “haleluya!" Ketika mereka mengetahui sahabat-sahabat mereka yang terpisah dari mereka oleh kematian, dan pada saat yang sama kami diubahkan dan diangkat bersama-sama dengan mereka untuk bertemu dengan Tuhan di angkasa.

            Kita semua memasuki awan itu bersama-sama, dan selama tujuh Bari naik menuju ke laut kaca, bilamana Yesus membawa mahkota, dan dengan tangan kanan-Nya memasangkan mahkota-mahkota itu di atas kepala kita. Ia memberi kita kecapi emas dan pelepah korma kemenangan. Di atas laut kaca inilah 144.000 orang itu berdiri dalam bentuk bujur sangkar penuh. Beberapa dari mereka mempunyai bintang yang sangat terang, yang lain-lain tidak terlalu terang. Ada mahkota yang kelihatannya sarat dengan bintang-bintang, sementara yang lain hanya beberapa bintang saja. Semuanya sangat merasa puas dengan mahkotanya. Mereka semuanya berpakaikan jubah putih kemuliaan dari bahu sampai ke kaki mereka. Malaikat-malaikat mengelilingi kita semua ketika kita berbaris di atas laut kaca menuju pintu gerbang kota itu. Yesus mengangkat tangan­Nya yang mulia dan hebat itu, memegang pintu gerbang mutiara itu, mendorongnya ke belakang di atas engsel-engselnya yang gemerlapan, dan berkata kepada kita, "Kamu yang telah membasuh jubahmu dengan darah-Ku, yang berdiri teguh demi kebenaran-Ku, masuklah ke dalam." Kami semua masuk ke dalam dan merasa bahwa kami memiliki hak yang penuh di dalam kota itu.

            Di sini kami melihat pohon kehidupan dan takhta Allah. Dari takhta itu keluarlah air sungai murni, dan di sebelah menyebelah tepi sungai itu terdapat pohoh kehidupan. Di tepi sebelah sungai itu batang pohon itu tumbuh dan batang yang lain di tepi seberang sungai itu, kedua batang itu daripada emas murni yang tembus pandang. Mula-mula saya mengira saya melihat dua pohon. Lalu saya lihat kembali, barulah saya melihat bahwa kedua batang itu bersatu di atas menjadi satu pohon saja. Jadi itulah pohon kehidupan yang batangnya tumbuh di sebelah menyebelah sungai kehidupan. Dahan-dahannya melengkung sampai ke tempat di mana kami berdiri, dan buahnya sangat indah; tampaknya seperti emas bercampur perak.

            Kami semua pergi ke bawah pohon itu dan duduk memandang ke­muliaan tempat itu, ketika Saudara Fitch dan Stockman,' yang telah mem­beritakan Injil kerajaan itu, dan yang telah ditidurkan Allah dalam kubur untuk menyelamatkan mereka, datang menghampiri kami dan mena­nyakan apa yang telah terjadi selama mereka tidur. Kami berusaha me­ngingat kesusahan-kesusahan kami yang terbesar, tetapi tampaknya itu semua terlalu kecil dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang jauh lebih besar yang mengelilingi kami sehingga kami tidak dapat mengucapkannya, lalu kami semua bersorak, "Haleluya, surga itu cukup murah!" maka kamipun memetik kecapi emas kami dan membuat malaikat-malaikat surga menyanyi.

            Dengan Yesus yang menjadi kepala kami semua turun dari kota itu ke bumi ini, di atas sebuah gunung yang besar dan hebat, yang tidak dapat menahan tempat di mana Yesus berdiri, lalu gunung itu terbelah dua, sehingga terjadilah suatu lembah yang sangat luas. Kemudian kami memandang ke atas dan melihat kota yang besar itu, dengan dua belas dasarnya, dan dua belas pintu gerbang, tiga pada setiap sisinya, dan seorang malaikat pada setiap pintu gerbang. Kami semuanya berseru, "Kota, kota yang besar itu, sedang turun, sedang turun dari Allah berpindah dari surga," dan kota itu pun turun lalu menetap di tempat di mana kami berdiri.

            Kemudian kami mulai memandang perkara-perkara yang mulia di luar kota itu. Di sana saya melihat rumah-rumah yang sangat mulia, yang tampaknya keperak-perakan, ditopang oleh empat tiang yang terbuat dari mutiara yang sangat mulia dipandang mata. Rumah-rumah inilah yang akan didiami oleh orang-orang kudus. Pada setiap rumah terdapat rak emas. Saya melihat banyak dari orang-orang kudus ini masuk ke dalam rumah-rumah ini, menanggalkan mahkota mereka yang berkilau - ­kilauan dan meletakkannya di atas rak itu, kemudian keluar ke kebun dekat rumah itu untuk mengerjakan sesuatu dengan tanahnya; tetapi bukan seperti yang kita lakukan dengan tanah di bumi ini, sama sekali tidak. Suatu terang yang mulia bercahaya di sekeliling kepala mereka, dan mereka terus-menerus berseru dan mempersembahkan pujian kepada Allah.

            Saya melihat kebun yang lain penuh dengan segala jenis bunga, dan k etika saya memetiknya, saya berseru, "Bunga ini tidak pernah akan layu." Berikut saya melihat sebuah kebun yang penuh dengan rumput yang tinggi, sangat indah dipandang mata; berwarna hijau dan memantu­lkan warna perak dan emas, seakan dengan megah mengalun untuk memasyhurkan kemuliaan Yesus sebagai raja. Kemudian kami memasuki sebuah kebun yang penuh dengan segala jenis binatang—singa, domba, macan, serigala, yang kesemuanya bersatu dengan sempurna. Kami lewat di tengah-tengah mereka, dan mereka mengikuti kami dengan aman.

            Kemudian kami memasuki sebuah hutan, tidak sama dengan hutan gelap yang ada di bumi ini; tidak sama sekali; tetapi terang dan semuanya nulia; cabang-cabang pohon-pohon bergerak ke sana ke mari, dan kami semuanya berseru, "Kita akan tinggal dengan aman di dalam hutan belantara dan tidur di hutan rimba." Kami meliwati hutan itu, sebab kami sedang menuju ke Gunung sion. Ketika kami dalam perjalanan, kami pun bertemu dengan suatu rombongan yang sedang menikmati kemuliaan tempat itu. Saya mem­perhatikan warna merah sebagai batas jubah mereka; mahkota mereka gilang-gemilang; jubah mereka putih bersih. Ketika kami menyalami me­reka, maka saya bertanya pada Yesus siapakah mereka. Ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mati sahid dibunuh karena Dia.

            Bersama mereka terdapat anak-anak kecil yang tidak terhitung banyak­nya; mereka juga memiliki tanda merah pada jubahnya. Gunung Sion sudah berada di depan kami, dan di atas gunung itu berdiri bait kudus yang mulia, dan di sekelilingnya terdapat tujuh gunung lain, yang di atasnya bertumbuh bunga mawar dan bakung. Saya melihat anak-anak kecil mendaki, atau kalau mereka mau, mereka menggunakan sayapnya untuk terbang ke atas puncak-puncak gunung tersebut dan memetik bunga yang tidak pernah layu itu.

            Di sekitar bait kudus itu terdapat segala macam pohon untuk memperindah tempat itu: pohon den, cemara, senobar, minyak, pacar belanda, delima, dan pohon ara yang cabang-cabangnya meleng­kung ke bawah sebab buahnya yang sangat lebat—inilah yang membuat tempat itu semuanya mulia. Ketika kami sudah hendak memasuki bait kudus, Yesus berkata dengan suaranya yang merdu, "Hanya yang 144.000 yang boleh memasuki tempat ini," dan kami berseru, "Haleluya. Bait kudus ini ditopang oleh tujuh tiang, yang semuanya terdiri dari emas yang tembus pandang, dilengkapi dengan mutiara yang paling mulia. Perkara-perkara ajaib yang saya saksikan di sana tidak dapat saya lu­kiskan. Ooh, sekiranya saya dapat berbicara Bahasa Kanaan, maka saya dapat menceritakan sedikit tentang kemuliaan dunia yang lebih baik. Di sana saya melihat meja dan batu di mana nama-nama 144.000 orang itu terukir dengan huruf emas. Setelah kami melihat-lihat kemuliaan bait kudus itu, kami keluar dan Yesus meninggalkan kami pergi ke kota itu.

            Tidak lama kemudian kami mendengar akan suara-Nya kembali, yang berkata, "Marilah, hai umat-Ku, hai kamu yang keluar dan kesusahan besar, dan yang melakukan kehendak-Ku, yang menderita karena-Ku; masuklah ke dalam perjamuan, karena Aku sendiri telah bersiap-siap untuk melayani kamu." Kami bersorak, "Haleluya! Glori!" lalu masuk ke dalam kota itu. Di sana saya melihat sebuah meja dan perak murni; berkilometer panjangnya, namun mata kita dapat melihatnya dengan jelas.

            Saya melihat buah pohon kehidupan, manna, badam, ara, delima, anggur dan banyak jenis buah yang lain. Saya meminta izin pada Yesus untuk memakan buah itu. Ia berkata, "Bukan sekarang. Mereka yang memakan buah dari negeri ini tidak lagi pulang ke bumi. Tetapi tidak lama lagi, jikalau engkau setia, maka engkau akan memakan buah kehidupan dan meminum air dari mata air kehidupan itu." Selanjutnya Ia berkata, "Engkau hams pulang ke bumi lagi dan menyampaikan kepada orang lain apa yang telah Kunyatakan padamu! Kemudian seorang malaikat menuntun saya dengan lembut turun ke dunia yang gelap ini. Kadang­kadang saya berpikir bahwa saya tidak lama lagi hidup di bumi; segala sesuatu yang ada di bumi tampaknya begitu suram. Saya merasa sangat sepi di bumi ini, karena saya sudah melihat negeri yang lebih baik. Ooh, sekiranya saya mempunyai sayap seperti burung merpati, maka saya akan terbang pergi mencari tempat perhentian!

            Setelah saya selesai mendapat penglihatan itu, maka tampaknya segala sesuatu berubah; kemurungan terpancar dari semua yang saya Iihat. Ooh, betapa gelapnya dunia ini tampak bagi saya. Saya menangis ketika menyadari saya masih ada di dunia, dan merasa rindu ke surga. Saya sudah melihat dunia yang lebih baik, dan hal itu menjadikan saya merasa tidak senang lagi di dunia ini.

Sumber: Buku Early Writings (Tulisan - Tulisan Permulaan)

No comments:

Post a Comment