Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 3 Sudah Genap Masanya


Pasal 3

"SUDAH GENAP MASANYA"

"SERTA sudah genap masanya disuruh Allah akan Anak‑Nya, . . . supaya ditebus-Nya segala orang yang di bawah Taurat, dan supaya kita pun beroleh hak anak‑anak angkat."
Kedatangan Juruselamat telah dinubuatkan di Eden. Ketika Adam dan Hawa pertama kali mendengar janji itu, mereka sangat mengharapkan kegenapannya yang segera. Mereka menyambut anak sulung mereka dengan segala sukacita, mengharap bahwa mungkin dialah Pelepas itu. Tetapi kegenapan janji itu bertangguh. Orang‑orang yang mula‑mula menerimanya, meninggal dunia dengan tidak melihat kegenapan janji tersebut. Sejak zaman Henokh janji itu diulang‑ulangi dengan perantaraan nenek moyang dan nabi‑nabi, hal mana selalu menghidupkan harapan akan kedatangan‑Nya, namun Ia tidak kunjung datang. Nubuatan Daniel menyatakan waktu kedatangan‑Nya, tetapi tidak semua orang menafsirkan kabar itu dengan benar. Abad demi abad lalu dan lenyap; suara nabi‑nabi berhenti. Tangan penindas menekan berat atas Israel, dan banyak orang yang sudah bersedia mengatakan, "Lagi beberapa hari lamanya maka segala wahyu akan hilang."
Tetapi seperti bintang‑bintang yang beredar di angkasa luas lepas menuruti peredarannya masing‑masing, demikianlah maksud‑maksud Allah tidak pernah mengenal gesa atau kelambatan. Dengan lambang‑lambang kegelapan besar dan dapur api yang penuh asap, Allah telah menyatakan kepada Abraham perhambaan Israel di Mesir, dan telah menegaskan bahwa masa penumpangan mereka harus penuh empat ratus tahun lamanya. "Kemudian daripada itu," Ia berfirman, "mereka itu akan keluar dengan membawa harta amat banyak." Terhadap firman tersebut, segenap kuasa kerajaan Firaun yang megah itu berjuang dengan sia‑sia. Pada "hari itu juga" sebagaimana yang telah ditentukan oleh janji Ilahi, "keluarlah segala tentara umat Tuhan dari negeri Mesir." Demikianlah dalam musyawarah di surga jam kedatangan Kristus sudah ditentukan. Manakala jarum lonceng masa menunjuk kepada waktu tersebut, Yesus pun lahirlah di Betlehem.
"Serta sudah genap masanya disuruh Allah akan Anak‑Nya." Allah telah menuntun segala gerakan bangsa‑bangsa dan arus pendorong hati serta pengaruh umat manusia, hingga dunia sedia menyambut kedatangan Pelepas itu. Bangsa‑bangsa bersatu di bawah satu pemerintahan. Satu bahasa umum digunakan, yang di mana‑mana terkenal sebagai bahasa kesusastraan. Dari semua negeri orang‑orang Yahudi yang tercerai‑berai pergi berhimpun ke Yerusalem untuk menghadiri pesta‑pesta tahunan. Ketika mereka ini pulang ke tempat mereka masing‑masing, mereka dapat menyiarkan ke seluruh dunia berita tentang kedatangan Mesias.
Pada waktu ini sistem agama kekafiran sudah kehilangan pegangannya di antara orang banyak. Orang sudah bosan dengan pertunjukan‑pertunjukan ajaib dan dongeng‑dongeng. Mereka merindukan suatu agama yang dapat memuaskan hati. Sementara terang kebenaran nampak sudah seolah‑olah hilang lenyap dari antara manusia, adalah jiwa‑jiwa yang mencari terang, dan yang penuh kebingungan dan dukacita. Mereka merasa haus akan pengetahuan tentang Allah yang hidup akan sesuatu jaminan hidup di seberang kubur.


Karena bangsa Yahudi telah meninggalkan Allah, iman sudah makin pudar, dan pengharapan telah hampir berhenti menerangi hari kemudian. Perkataan nabi‑nabi tidak dimengerti. Bagi khalayak ramai, kematian adalah suatu rahasia yang mengerikan; di seberang kematian itu tidak ada kepastian, hanya kegelapan belaka. Bukan saja ratap tangis ibu‑ibu Betlehem, tetapi juga jeritan hati manusia umumnya, yang telah dibebankan kepada nabi melalui segala abad, suara yang terdengar di Rama, "ratap dan tangis dan raung yang amat besar, yaitu Rahel menangisi anak‑anaknya, maka engganlah ia dihiburkan, sebab anak‑anaknya tiada lagi." "Di tanah bayang‑bayang kematian," manusia duduk dengan tiada terhiburkan. Dengan mata yang rindu mereka menantikan‑nanti kedatangan Pelepas itu, bila kegelapan akan dilenyapkan, dan rahasia hari kemudian kelak dijelaskan.
Di luar bangsa Yahudi adalah orang‑orang yang meramalkan datangnya seorang guru Ilahi. Orang‑orang ini mencari kebenaran, dan kepada mereka itu Roh ilham dikaruniakan. Seorang demi seorang, laksana bintang‑bintang di langit yang gelap‑gulita, guru‑guru serupa itu telan muncul. Perkataan nubuatan mereka telah menghidupkan harapan dalam hati ribuan orang di dunia kafir.
Beratus‑ratus tahun lamanya Alkitab telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, kemudian ramai dipercakapkan orang di seluruh kerajaan Romawi. Orang‑orang Yahudi tercerai‑berai di mana‑mana, dan harapan mereka akan kedatangan Mesias itu pun sedikit banyak diharapkan juga oleh orang‑orang kafir. Di antara orang‑orang yang disebut kafir oleh orang‑orang Yahudi, ada orang yang mempunyai pengertian yang lebih baik tentang nubuatan‑nubuatan Alkitab mengenai Mesias daripada guru‑guru di Israel. Ada di antara mereka itu yang mengharapkan kedatangan‑Nya sebagai seorang pelepas dari dosa. Ahli‑ahli filsafat berusaha mempelajari rahasia peraturan‑peraturan keagamaan Ibrani. Tetapi kedegilan orang‑orang Yahudi merintangi tersebarnya terang itu. Bertekad hendak memeliharakan perpisahan antara mereka sendiri dengan bangsa‑bangsa lain, mereka tidak suka membagi‑bagikan pengetahuan yang masih ada pada mereka mengenai upacara‑upacara korban bayang‑bayang. Ahli tafsir sejati itu mesti datang. Dia yang digambarkan oleh bayang‑bayang itu, mesti menjelaskan artinya.
Dengan perantaraan alam kejadian, dengan perantaraan bayangan dan simbol, dengan perantaraan segala nenek‑moyang dan nabi‑nabi, Allah telah berbicara kepada dunia. Pelajaran harus diberikan kepada manusia dalam bahasa manusia. Utusan perjanjian itu mesti berbicara. Suara‑Nya mesti terdengar dalam bait suci‑Nya sendiri. Kristus mesti datang untuk mengucapkan kata‑kata yang harus dimengerti dengan jelas dan pasti. Ia, sumber kebenaran itu, wajib memisahkan kebenaran dari sampah ucapan manusia, yang telah membuat kebenaran itu tidak berkhasiat. Asas‑asas pemerintahan Allah dan rencana penebusan harus diterangkan dengan jelas. Segala pelajaran Wasiat Lama harus dibentangkan dengan lengkap di hadapan manusia.


Di kalangan orang Yahudi masih ada jiwa‑jiwa yang tetap kuat, turunan‑turunan keluarga kudus yang olehnya pengetahuan tentang Allah selama ini terpelihara. Orang‑orang ini masih mengharapkan janji yang telah diberikan kepada nenek‑moyang: Mereka memperkuat imannya oleh berpegang teguh pada kepastian yang diberikan dengan perantaraan Musa, "Tuhan Allahmu akan menerbitkan bagimu dari antara segala saudaramu seorang nabi seperti aku ini, maka hendaklah kamu menurut akan Dia daripada barang suatu kata‑Nya kepadamu." Lagi, mereka membaca bagaimana Tuhan akan mengurapi seorang untuk "membawa kabar selamat kepada orang yang teraniaya," "menyembuhkan orang yang hancur hatinya, dan berseru‑serukan kelepasan bagi orang yang tertawan," dan untuk menyerukan "tahun kesenangan Tuhan." Mereka membaca bagaimana Ia akan menentukan "hukum di atas bumi," bagaimana pulau‑pulau harus "menantikan pengajaran‑Nya," bagaimana orang‑orang kafir harus datang ke dalam terang‑Nya, dan raja‑raja ke dalam cahaya terang‑Nya.
Perkataan Yakub menjelang akhir hidupnya memenuhi mereka dengan harapan: "Tongkat kerajaan akan tidak undur daripada Yehuda dan pemberi hukum pun tidak dari tengah kakinya, sehingga datanglah Silo." Kuasa Israel yang telah kian lemah itu menyaksikan bahwa kedatangan Mesias sudah dekat. Nubuatan Daniel melukiskan kemuliaan pemerintahan‑Nya atas sebuah kerajaan yang akan menggantikan semua kerajaan duniawi; dan, kata nabi "Kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya." Dan. 2:44. Meskipun sedikit orang yang mengerti sifat pekerjaan Kristus, namun ada suatu harapan khalayak ramai mengenai seorang raja yang berkuasa, yang akan mendirikan kerajaan‑Nya di Israel, dan yang akan datang selaku seorang pelepas bagi bangsa‑bangsa.
Masanya sudah tiba. Manusia, setelah menjadi lebih merosot keadaannya sepanjang zaman‑zaman pelanggaran, memerlukan kedatangan Penebus itu. Setan telah bekerja untuk membuat jurang perpisahan itu dalam sekali dan tidak terlalui antara bumi dan surga. Dengan kepalsuannya ia telah memberanikan hati manusia dalam dosa. Adalah maksudnya untuk menghabiskan kesabaran Allah, dan untuk memadamkan api kasih‑Nya pada manusia, supaya la meninggalkan dunia ini kepada kekuasaan Setan.
Setan berusaha hendak menyembunyikan dari manusia pengetahuan tentang Allah, mengalihkan perhatian mereka itu dari bait suci Allah, dan mendirikan kerajaannya sendiri. Perjuangannya untuk memperoleh kejayaan yang setinggi‑tingginya sudah tampak seakan‑akan seluruhnya berhasil. Benarlah bahwa dalam tiap generasi Allah sungguh mempunyai alat‑alat‑Nya. Di antara bangsa‑bangsa kafir sekalipun ada juga orang‑orang yang olehnya Kristus bekerja untuk mengangkat orang banyak dari dosa serta dari kemerosotannya. Tetapi orang‑orang ini dihinakan dan dibenci. Banyak dari antara mereka menderita kematian yang dahsyat. Bayangan gelap yang telah dijatuhkan Setan ke atas dunia ini kian lama kian gelap.
Oleh kekafiran, Setan sudah berabad‑abad lamanya menyesatkan manusia dari Allah; tetapi ia memperoleh kemenangannya yang besar dalam memutar‑balikkan iman orang Israel. Oleh memikir‑mikirkan serta memperilah pendapat mereka sendiri, bangsa‑bangsa kafir itu telah kehilangan pengetahuan tentang Allah, dan telah menjadi kian lama kian korup. Demikian pula halnya dengan Israel. Asas yang mengatakan bahwa manusia dapat menyelamatkan dirinya oleh jasa‑jasanya sendiri, menjadi dasar setiap agama kafir: asas tersebut kini sudah menjadi asas agama Yahudi. Setanlah yang telah menanamkan asas ini. Di mana saja asas tersebut dipegang, manusia tidak mempunyai penghalang terhadap dosa.
Kabar keselamatan disampaikan kepada manusia dengan perantaraan alat‑alat manusia. Tetapi orang Yahudi telah berusaha hendak memonopoli kebenaran itu, yaitu hidup yang kekal. Mereka telah menimbun manna yang hidup, dan manna itu sudah menjadi busuk. Agama yang mereka coba tahan bagi mereka sendiri itu, sudah menjadi suatu pelanggaran. Mereka merampas kemuliaan Allah daripada‑Nya, dan menipu dunia ini dengan pemalsuan Injil. Mereka enggan menyerahkan diri kepada Allah untuk keselamatan dunia, lalu mereka menjadi alat‑alat Setan untuk kebinasaannya.


Bangsa yang telah dipanggil Allah untuk menjadi tiang dan landasan kebenaran, sudah menjadi wakil‑wakil Setan. Mereka telah melakukan pekerjaan yang Setan suka mereka melakukannya, mengikuti haluan yang memberikan gambaran yang salah tentang tabiat Allah, dan menyebabkan seluruh dunia memandang Dia sebagai seorang lalim. Imam‑imam sendiri yang bekerja di dalam bait suci sudah tidak tahu lagi arti upacara yang mereka adakan. Mereka tidak melihat lagi di balik lambang itu perkara yang dimaksudkan. Dalam mempersembahkan korban itu mereka adalah sebagai pemain dalam suatu sandiwara. Segala upacara yang diperintahkan oleh Allah sendiri telah dijadikan alat untuk membutakan mata pikiran serta mengeraskan hati. Allah tidak akan dapat lagi berbuat apa‑apa bagi umat manusia melalui saluran ini. Seluruh sistem itu harus disapu bersih.
Penipuan dosa sudah mencapai puncaknya. Segenap alat untuk memeras jiwa manusia telah dikerahkan. Anak Allah, yang memandang dunia ini, melihat penderitaan dan kemelaratan. Dengan kasihan Ia melihat bagaimana manusia telah menjadi korban kebengisan Setan. Ia memandang dengan belas kasihan atas orang‑orang yang sedang dijadikan korup, dibunuh, dan hilang. Mereka sudah memilih seorang pemerintah yang menambatkan mereka kepada keretanya sebagai tawanan. Dalam keadaan bingung serta tertipu, mereka bergerak maju dalam barisan yang diliputi suasana yang suram menuju kebinasaan yang kekal,—-menuju maut yang dalamnya tidak ada harapan akan kehidupan, menuju malam ke mana tidak ada pagi datang. Alat‑alat Setan dipersatukan dengan manusia. Tubuh manusia, yang dijadikan guna tempat kediaman Allah sudah menjadi tempat kediaman roh‑roh jahat. Panca indera, urat saraf, hawa‑nafsu, anggota‑anggota tubuh manusia, dikerahkan oleh alat‑alat gaib dalam pemanjaan nafsu yang paling hina. Meterai roh‑roh jahat sendiri telah dibubuhkan atas wajah manusia. Wajah manusia membayangkan roman muka balatentara Iblis yang sudah merasuki mereka itu. Demikianlah pemandangan yang dilihat oleh Penebus dunia ini. Betapa dahsyatnya pemandangan itu untuk dilihat oleh Yang Mahasuci itu!
Dosa sudah menjadi suatu ilmu pengetahuan, dan kejahatan disucikan sebagai sebagian dari agama. Pemberontakan sudah berakar dalam‑dalam ke dalam hati, dan permusuhan manusia sudah amat hebat terhadap surga. Sudah dipertunjukkan di hadapan semesta alam bahwa, jika terpisah daripada Allah, manusia tidak akan dapat diangkat derajatnya. Suatu anasir hidup dan kuasa yang baru mesti dikaruniakan oleh Dia yang menciptakan dunia ini.


Dengan perhatian yang besar dunia‑dunia yang tidak jatuh ke dalam dosa telah memandang hendak melihat Tuhan Allah bangkit, lalu menyapu bersih segala penduduk bumi. Maka kalau sekiranya Allah melakukan hal ini, Setan sudah siap untuk melaksanakan rencananya guna memperoleh bagi dirinya sendiri sumpah setia makhluk‑makhluk semawi. Ia telah mengatakan bahwa asas‑asas pemerintahan Allah membuat keampunan mustahil dapat diperoleh. Sekiranya dunia ini dibinasakan, niscaya ia akan mengatakan bahwa segala tuduhannya itu terbukti benar. Ia sudah siap hendak melemparkan kesalahan kepada Allah, dan menyebarkan pemberontakannya kepada dunia‑dunia yang di atas. Tetapi ganti membinasakan dunia ini, Allah menyuruh Anak‑Nya untuk menyelamatkannya. Meskipun kebejatan dan perlawanan mungkin nampak di setiap bagian wilayah asing itu, namun suatu jalan guna pemulihannya disediakan juga. Tepat pada masa krisis tatkala Setan tampaknya hampir memperoleh kemenangan, Anak Allah datang membawa rahmat Ilahi. Dalam segenap zaman, dalam setiap jam, kasih Allah selalu diberikan kepada makhluk‑makhluk yang telah jatuh ke dalam dosa. Tanpa menghiraukan kesesatan manusia, tanda‑tanda kasihan terus‑menerus saja ditunjukkan. Maka apabila masanya sudah tiba, Tuhan dipermuliakan oleh. mencurahkan ke atas dunia ini hujan rahmat penyembuhan yang amat lebat yang sekali‑kali tidak dapat dihentikan atau ditahan hingga ikhtiar keselamatan terlaksana.
Setan bergembira karena ia telah berhasil merendahkan peta Allah dalam manusia. Kemudian Yesus datang untuk memulihkan dalam manusia peta Penciptanya. Tiada seorang pun kecuali Kristus yang dapat membentuk kembali tabiat yang sudah dibinasakan oleh dosa itu. Ia datang untuk menghalau roh‑roh jahat yang selama ini telah menguasai kemauan hati. Ia datang untuk mengangkat kita dari debu, untuk membentuk kembali tabiat yang telah bernoda itu sesuai dengan contoh tabiat‑Nya yang Ilahi, serta untuk menjadikannya indah dengan kemuliaan‑Nya sendiri.