Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 16 Dl DALAM KAABAHNYA


Pasal 16

Dl DALAM KAABAHNYA

"KEMUDIAN daripada itu pergilah Yesus dengan ibu‑Nya dan segala saudara‑Nya dan segala murid‑Nya ke Kapernaum, tetapi tidak berapa hari lamanya tinggal mereka itu di sana." Dan pesta paskah orang Yahudi sudah dekat, dan Yesus pergi ke Yerusalem.
Pada perjalanan ini, Yesus mengikuti salah satu rombongan besar yang sedang berjalan menuju ke ibu kota. Ia masih belum mengumumkan pekerjaan‑Nya dengan terang‑terangan, dan Ia bergaul tanpa mendapat perhatian orang banyak itu. Pada waktu‑waktu semacam ini, kedatangan Mesias, yang telah mendapat perhatian yang begitu besar oleh pekerjaan Yohanes, acapkali menjadi pokok pembicaraan. Harapan akan kebesaran nasional diperbincangkan dengan semangat yang berkobar‑kobar. Yesus mengetahui bahwa harapan ini akan dikecewakan, sebab teralas di atas tafsiran yang salah akan Alkitab. Dengan ketekunan yang sungguh‑sungguh diterangkan‑Nya segala nubuatan, serta mencoba membangkitkan perhatian orang banyak supaya mengadakan penyelidikan yang teliti akan firman Allah.
Para pemimpin Yahudi telah memberikan petunjuk kepada orang banyak
------------
Pasal ini dialaskan atas Yohanes 2:12‑22.)

bahwa di Yerusalem mereka itu harus diajar untuk berbakti kepada Allah. Di sana sepanjang minggu pesta Paskah itu banyak sekali orang berhimpun, yang datang dari seluruh pelosok Palestina, bahkan dari negeri‑negeri yang jauh juga. Halaman kaabah penuh dengan rombongan orang banyak dari segala lapisan masyarakat. Banyak yang tidak dapat membawa sertanya korban yang harus dipersembahkan yang melambangkan Korban besar itu. Untuk memudahkan bagi orang‑orang ini, binatang‑binatang diperjual belikan di halaman kaabah itu. Di sana segala lapisan masyarakat berhimpun untuk membeli korban mereka. Di sana semua uang asing ditukarkan dengan mata uang baitu'lmukadis.
Setiap orang Yahudi dituntut untuk membayar setengah syikal setiap tahun sebagai "uang pendamaian karena nyawanya" Keluaran 30:12‑16; dan uang yang dikumpulkan demikian itu digunakan untuk pemeliharaan kaabah. Selain ini, jumlah wang yang banyak dibawa sebagai persembahan sukarela, untuk disimpan di perbendaharaan kaabah. Maka adalah dituntut supaya semua uang asing ditukar dengan uang yang disebut syikal kaabah, yang diterima untuk upacara baitu'lmukadis itu. Penukaran uang itu memberi kesempatan untuk penipuan dan pemerasan, dan telah bertumbuh menjadi suatu perdagangan yang hina, yang menjadi sumber penghasilan bagi imam‑imam.
Para pedagang menuntut harga yang terlalu tinggi untuk binatang yang dijual, lalu mereka membahagi keuntungan mereka dengan imam‑imam dan penghulu‑penghulu, yang dengan jalan demikian memperkaya dirinya atas kerugian orang banyak. Orang‑orang yang berbakti itu sudah diajar untuk mempercayai bahwa jikalau mereka tidak mempersembahkan korban, berkat Allah tidak akan dicurahkan kepada anak‑anak dan negeri mereka. Dengan demikian dapat diperoleh harga yang tinggi untuk binatang‑binatang itu; sebab setelah datang begitu jauh, orang banyak itu tidak mau pulang ke tempat kediamannya masing‑masing dengan tidak menunaikan acara perbaktian yang untuk itu mereka telah datang.
Banyak sekali korban‑korban dipersembahkan pada waktu pesta Paskah itu, dan angka penjualan di kaabah pun sangatlah besarnya. Kegaduhan yang ditimbulkannya menunjukkan perdagangan hewan yang ribut gantinya kaabah Allah yang suci. Di sana dapat didengar tawar‑menawar yang ramai, lenguh lembu, embik kambing domba, dekut burung merpati, bercampur baur dengan dencing mata uang dan pertengkaran yang disertai kemarahan. Demikian besarnya kekacauan itu sehingga orang‑orang yang berbakti terganggu dan ucapan yang ditujukan kepada Allah taala tenggelam dalam kegaduhan yang meliputi kaabah itu. Orang Yahudi sangat bangga akan kesalehan mereka. Mereka bersuka cita atas kaabah itu, dan menganggap sebagai hujat sesuatu ucapan yang menjelekkannya; mereka sangat keras dalam pelaksanaan upacara‑upacara yang berhubungan dengan kaabah itu; akan tetapi loba akan uang sudah mengalahkan ketelitian mereka. Mereka hampir tidak sadar lagi akan berapa jauh mereka telah menyimpang dari maksud semula segala upacara yang telah ditetapkan Allah Sendiri.
Ketika Tuhan turun ke atas bukit Torsina, tempat itu disucikan oleh hadirat‑Nya. Musa diperintahkan untuk memberi batas di sekeliling gunung itu serta menyucikannya, dan sabda Tuhan terdengar dalam amaran: "Jaga baik‑baik; jangan kamu mendaki bukit ini atau menyentuh tepinya. Barang siapa yang menyentuh bukit ini, niscaya ia akan mati dibunuh kelak. Seorang pun jangan menjamah akan dia, karena tak dapat tidak orang itu akan dilontari dengan batu atau dipanah terus sampai mati; baik binatang, baik manusia tak boleh dihidupi lagi." Demikianlah diberikan pelajaran bahwa di mana saja Allah menunjukkan hadirat‑Nya, tempat itu suci adanya. Pekarangan kaabah Allah sebenarnya harus dianggap suci. Namun dalam perjuangan untuk mendapat keuntungan, semuanya ini sudah dilupakan.
Imam‑imam dan penghulu‑penghulu disebut sebagai wakil‑wakil Allah bagi bangsa itu; sebenarnya mereka harus membetulkan perlakuan salah terhadap halaman kaabah itu. Seharusnya mereka memberikan kepada orang banyak suatu teladan keikhlasan dan belas kasihan. Gantinya mempelajari keuntungan mereka sendiri, seharusnya mereka mempertimbangkan keadaan dan keperluan orang‑orang yang berbakti, dan seharusnya bersedia menolong orang‑orang yang tidak mampu membeli korban yang dituntut. Akan tetapi hal ini tidak mereka lakukan. Loba akan kekayaan telah mengeraskan hati mereka.
Ke pesta ini datang juga orang‑orang yang menderita, orang‑orang yang miskin dan susah. Yang buta, yang lumpuh, dan yang tuli ada di sana. Ada yang dibawa di atas tempat tidur. Banyak orang yang datang dalam keadaan terlalu miskin untuk membeli persembahan yang paling sederhana sekali pun untuk Tuhan, bahkan terlalu miskin untuk membeli makanan guna menghilangkan lapar mereka. Orang‑orang ini merasa sangat susah mendengar ucapan imam‑imam. Imam‑imam itu membanggakan kesalehan mereka; mereka mengaku sebagai wali orang banyak itu; tetapi mereka tidak mempunyai simpati atau belas kasihan. Orang miskin, orang sakit, orang yang sudah hampir mati, dengan sia‑sia saja menyampaikan permohonan untuk mendapat pertolongan. Penderitaan mereka tidak menimbulkan rasa kasihan dalam hati imam‑imam itu.
Waktu Yesus masuk ke dalam kaabah itu, diperhatikan‑Nya seluruh peristiwa itu. Dilihat‑Nya transaksi yang tidak adil itu. Dilihat‑Nya duka orang miskin, yang menyangka bahwa tanpa pencurahan darah, tidak akan ada ampunan untuk dosa‑dosa mereka. Dilihat‑Nya ‑ halaman luar kaabah‑Nya itu dijadikan suatu tempat perdagangan yang najis. Halaman suci itu telah menjadi suatu pasar yang luas.
Kristus melihat bahwa sesuatu mesti dilakukan. Banyak sekali upacara yang diperintahkan kepada orang banyak tanpa petunjuk‑petunjuk yang sepantasnya tentang makna upacara itu. Orang‑orang yang berbakti mempersembahkan korban mereka tanpa pengertian bahwa korban tersebut melambangkan satu‑satunya Korban yang sempurna. Dan di antara mereka, dengan tidak dikenal serta tidak dihormati, berdirilah Dia yang dilambangkan oleh semua upacara mereka itu. Ialah telah memberikan petunjuk tentang segala persembahan itu. Ia mengerti nilai persembahan itu secara lambang, dan la melihat bahwa semuanya itu sudah diputar‑balikkan dan disalah mengerti. Perbaktian kerohanian sedang menghilang dengan lekas. Tidak ada lagi hubungan yang mengikat imam‑imam dan penghulu‑penghulu itu dengan Allah mereka. Pekerjaan Kristus ialah untuk menetapkan suatu perbaktian yang berlainan sama sekali.
Dengan pandangan yang tajam, Kristus memperhatikan peristiwa yang sedang terjadi di hadapan‑Nya, sementara Ia berdiri pada anak tangga di halaman kaabah itu. Dengan mata nubuatan Ia memandang ke masa depan, dan melihat bukan saja tahun‑tahun, melainkan juga abad‑abad dan zaman‑zaman. Ia melihat bagaimana imam‑imam dan penghulu‑penghulu akan mengingkari hak orang miskin, serta melarang dimasyhurkannya Injil kepada orang miskin. Ia melihat bagaimana kasih Allah akan disembunyikan dari orang berdosa, dan orang akan memperlakukan rahmat‑Nya sebagai barang dagangan. Sedang Ia melihat peristiwa itu, murka, wewenang, dan kuasa nampak pada wajah‑Nya. Perhatian orang banyak itu tertarik kepada‑Nya. Mata orang‑orang yang asyik dalam perdagangan yang najis itu terpaku kepada wajah‑Nya. Mereka tak dapat mengalihkan pandangan mereka daripada‑Nya. Mereka merasa bahwa Orang ini membaca pikiran mereka yang terdalam sekali pun, serta mengetahui motif mereka yang tersembunyi. Ada pula yang berusaha menyembunyikan muka mereka, seolah‑olah segala perbuatan mereka yang jahat itu ada tertulis pada wajah mereka, untuk diteliti oleh mata yang tajam itu.
Kekacauan itu terdiam. Bunyi perdagangan dan tawar‑menawar telah berhenti. Perasaan kagum menguasai himpunan itu. Adalah seolah‑olah mereka didakwa di hadapan meja pengadilan Allah untuk memberi jawab atas segala perbuatan mereka. Ketika memandang kepada Kristus, mereka melihat ke‑Ilahian memancar dari jubah kemanusiaan. Yang Maha Besar dari surga berdiri sebagaimana Hakim akan berdiri kelak di akhirat, kini bukannya dilingkungi dengan kemuliaan yang kelak akan menyertai Dia, melainkan dengan kuasa yang sama untuk membaca jiwa. Mata‑Nya menatap orang banyak itu, dan memperhatikan setiap orang. Perawakan‑Nya nampaknya menjulang di antara mereka dengan keagungan yang penuh kuasa dan cahaya Ilahi menerangi wajah‑Nya. Ia berbicara, dan suara‑Nya terang dan nyaring itu—yaitu suara yang di atas gunung Torsina mengumumkan taurat yang dilanggar oleh imam‑imam dan penghulu‑penghulu itu‑terdengar menggema melalui segala kubah kaabah itu: "Barang‑barang ini angkatlah dari sini; bahwa rumah Bapa‑Ku jangan kamu jadikan rumah perniagaan." 
Dengan perlahan‑lahan turun dari tangga itu, serta mengangkat cambuk tali yang terkumpul ketika masuk ke dalam ruangan itu, disuruh‑Nya orang‑orang yang sedang tawar‑menawar pergi dari pekarangan kaabah itu. Dengan semangat dan kekerasan yang belum pernah ditunjukkan‑Nya dahulu, dibalikkan‑Nya meja orang‑orang yang sedang tukar‑menukar uang itu. Mata uang berjatuhan, berdering dengan nyaring di atas lantai pualam. Tidak seorang pun berani menanyai wewenang‑Nya. Tidak seorang pun berani berhenti sejenak untuk mengumpulkan keuntungan mereka yang didapat dengan jalan curang itu. Yesus tidak menyesah mereka dengan cambuk itu, tetapi pada tangan‑Nya cambuk yang sederhana itu tampaknya dahsyat seperti sebilah pedang yang berkilau‑kilauan. Para pegawai kaabah, imam‑imam yang berspekulasi, para tengkulak, pedagang dan pedagang ternak beserta segala domba‑domba dan lembu‑kambing mereka, berlarian kucar‑kacir dari tempat itu, dengan satu‑satunya pikiran hendak melepaskan diri dari hukuman hadirat‑Nya.
Panik meliputi orang banyak itu, yang merasai kehebatan ilahiat‑Nya itu. Jeritan‑jeritan takut keluar dari ratusan bibir yang pucat. Bahkan murid‑murid‑Nya pun gemetar. Mereka gentar oleh perkataan dan sikap Yesus itu, yang lain sekali daripada kelakuan‑Nya yang biasa. Teringatlah mereka bahwa ada tersurat tentang Dia, "cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku." Mzm. 69:10. Tidak lama kemudian khalayak ramai yang gaduh itu dengan barang‑barang dagangan mereka pun sudah berpindah jauh dari kaabah Tuhan. Halaman itupun sudah kosong dari perdagangan yang najis, lalu ketenangan dan kekhidmatan menggantikan kekacauan itu. Hadirat Tuhan, yang dahulu kala menguduskan gunung itu, sekarang telah menyucikan kaabah yang dipelihara untuk kehormatan nama‑Nya.
Dalam membersihkan kaabah itu, Yesus mengumumkan tugas‑Nya sebagai Mesias, serta memulai pekerjaan‑Nya. Kaabah itu, yang dibangun untuk tempat kediaman hadirat Ilahi, dimaksudkan untuk menjadi pelajaran yang nyata bagi bangsa Israel dan dunia ini. Sejak zaman yang kekal adalah maksud Allah agar setiap makhluk yang diciptakan mulai dari serapim yang gilang‑gemilang dan suci sampai kepada manusia, harus menjadi kaabah untuk tempat tinggal Khalik. Karena dosa, manusia tiada lagi menjadi kaabah Allah. Karena digelapkan dan dinajiskan oleh kejahatan, hati manusia tiada lagi menyatakan kemuliaan Ilahi. Akan tetapi oleh penjelmaan Anak Allah, maksud surga pun terlaksana. Allah bersemayam di dalam manusia, dan oleh rahmat yang menyelamatkan, hati manusia menjadi kaabah  sekali lagi. Allah telah merencanakan supaya kaabah di Yerusalem itu menjadi saksi yang tetap akan nasib mulia yang terbuka bagi tiap‑tiap jiwa Akan tetapi orang Yahudi belum mengerti pentingnya arti bangunan, yang mereka pandang dengan kebanggaan yang begitu besar. Mereka tidak menyerahkan diri sendiri sebagai kaabah yang suci bagi Roh Ilahi. Halaman kaabah di Yerusalem itu, yang penuh dengan kegaduhan perdagangan yang najis, membayangkan secara tepat keadaan kaabah hati, yang dinajiskan oleh hadirnya hawa nafsu dan pikiran‑pikiran yang najis. Dalam membersihkan kaabah itu daripada pedagang dunia, Yesus mengumumkan tugas‑Nya untuk membersihkan hati dari kenajisan dosa,‑dari keinginan duniawi, hawa nafsu yang mementingkan diri, kebiasaan yang jelek, yang merusakkan jiwa. "Tuhan yang kamu cari itu akanmasuk ke-bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kemu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman Tuhan semesta alam. Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu. Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak." Maleakhi 3 :1‑3 .
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jikal ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." 1 Korintus 3:16, 17. Tidak seorang pun dengan kuasa dirinya sendiri dapat membuangkan kuasa kejahatan yang telah menguasai hati itu. Hanya Kristus yang dapat membersihkan kaabah jiwa. Tetapi Ia tidak mau masuk dengan paksa. Ia datang ke dalam hati bukan seperti Ia datang ke dalam kaabah dahulu itu; melainkan Ia berkata, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya." Wahyu 3:20. Ia akan datang bukan untuk sehari saja; sebab Ia berkata, "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, . . . dan mereka akan menjadi umat‑Ku." "Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut." 2 Korinti 6:16; Mikha 7:19. Hadirat‑Nya akan membersihkan serta menyucikan jiwa, supaya dapat menjadi sebuah kaabah yang suci bagi Tuhan, dan "menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." Efesus 2:21, 22.
Karena dialahkan oleh perasaan takut yang amat besar, imam‑imam dan penghulu‑penghulu telah melarikan diri dari halaman kaabah, dan dari pandangan tajam yang membaca hati mereka itu. Dalam melarikan diri berjumpalah mereka dengan orang‑orang lain yang sedang menuju ke kaabah lalu menyuruh mereka kembali, sambil menceriterakan apa yang telah mereka lihat dan dengar. Kristus melihat orang‑orang yang melarikan diri itu dengan rasa kasihan yang amat sangat atas ketakutan mereka dan kebodohan mereka tentang apa yang merupakan perbaktian yang benar. Dalam peristiwa ini dilihat‑Nya secara ibarat tercerai‑berainya seluruh bangsa Yahudi karena kejahatan dan pendurhakaan mereka.
Maka apakah sebabnya imam‑imam itu melarikan diri dari kaabah itu? Mengapa mereka tidak bertahan? Dia, yang memerintahkan mereka pergi itu ialah seorang anak tukang kayu, seorang orang Galilea yang miskin, tanpa pangkat atau kuasa duniawi. Mengapa mereka tidak melawan Dia? Mengapa mereka meninggalkan keuntungan yang diperoleh dengan kecurangan itu, serta melarikan diri atas perintah Seorang yang rupanya begitu hina?
Kristus berbicara dengan wewenang seorang raja, dan dalam rupa‑Nya, dan dalam nada suara‑Nya, ada sesuatu yang tidak dapat mereka lawan. Dalam perintah itu mereka menyadari seperti yang belum pernah disadari sebelumnya, kedudukan mereka yang sebenarnya sebagai orang munafik dan perampok. Apabila ke Ilahian memencar dari kemanusiaan, bukan saja mereka melihat murka pada wajah Kristus; mereka menyadari arti ucapan‑Nya itu. Mereka merasa seolah‑olah berdiri di hadapan takhta Hakim yang kekal, dengan hukuman dijatuhkan ke atas mereka untuk masa dan zaman yang kekal. Seketika lamanya mereka itu yakin bahwa Kristus adalah seorang nabi; dan banyak yang percaya bahwa Dialah Mesias. Roh Suci mengingatkan kepada mereka segala ucapan nabi‑nabi tentang Kristus. Maukah mereka menyerah kepada keyakinan ini?
Mereka tidak mau bertobat. Mereka tahu bahwa simpati Kristus bagi orang miskin sudah dibangunkan. Mereka tahu bahwa mereka telah bersalah dengan melakukan pemerasan dalam perlakuan mereka terhadap orang banyak. Karena. Kristus membaca segala pikiran mereka itu, mereka membenci Dia. Teguran‑Nya di hadapan khalayak ramai menghinakan kesombongan mereka, dan mereka cemburu atas pengaruh‑Nya yang semakin bertambah di kalangan orang banyak. Mereka itu bertekad untuk menantang Dia mengenai kuasa yang digunakan‑Nya dalam mengusir mereka keluar, dan siapa yang memberikan kuasa itu kepada‑Nya.
Dengan perlahan‑lahan serta berhati‑hati tetapi dengan kebencian dalam hati, mereka pun kembalilah ke kaabah itu. Akan tetapi alangkah besarnya perubahan yang telah terjadi selama mereka tidak ada! Ketika mereka melarikan diri, orang‑orang miskin tinggal tetap di situ; dan orang‑orang ini kini memandang kepada Yesus, yang wajah‑Nya menyatakan kasih dan simpati‑Nya. Dengan air mata yang berlinang‑linang, berkatalah Ia kepada orang‑orang yang gemetar di sekitar‑Nya, Jangan takut, Aku akan melepaskan kamu dan kamu akan memuliakan Daku. Untuk maksud inilah Aku datang ke dunia ini.
Orang banyak itu datang berdesak‑desak ke hadirat Kristus dengan permohonan yang mendesak dan memilukan hati, Ya Guru, berkati aku. Telinga‑Nya mendengar setiap seruan. Dengan belas kasihan yang jauh melebihi seorang ibu yang lemah lembut Ia menundukkan diri‑Nya untuk menolong orang yang menderita. Semuanya mendapat perhatian. Masing‑masing disembuhkan dari penyakit apa pun yang dideritanya. Orang bisu membuka bibir dengan puji‑pujian; orang buta melihat wajah Dia yang menyembuhkan mereka. Hati para pendengar itu digembirakan.
Ketika imam‑imam dan pegawai‑pegawai kaabah menyaksikan perbuatan yang besar ini, betapa merupakan wahyu bagi mereka segala bunyi suara yang jatuh pada pendengarannya. Orang banyak itu menuturkan cerita penyakit yang sudah larna mereka derita, tentang harapan mereka yang kandas, tentang hari‑hari yang penuh derita dan keadaan tidak bisa tidur pada malam‑malam. Ketika api harapan yang terakhir nampaknya sudah seolah‑olah padam, Kristus menyembuhkan mereka. Demikian beratnya beban itu, kata seorang; tetapi saya telah mendapat seorang Penolong. Ialah Kristus dan saya akan mengabdikan hidup saya bagi pekerjaan‑Nya. Orang tua berkata kepada anak‑anak mereka, Ia telah menyelamatkan nyawamu; angkatlah suaramu dan pujilah Dia. Suara anak‑anak dan orang muda, bapa‑bapa dan ibu‑ibu, sahabat‑sahabat dan penonton‑penonton, bergabung dalam pengucapan syukur dan puji‑pujian. Harapan dan kegembiraan memenuhi hati mereka. Pikiran mereka diliputi oleh damai. Mereka sudah disembuhkan baik jiwa mau pun tubuh, lalu mereka pulang ke rumah, dengan memasyhurkan di mana‑mana kasih Yesus yang tiada taranya itu.
Pada waktu Kristus disalibkan, orang‑orang yang telah disembuhkan dengan jalan demikian itu tidak menggabungkan diri dengan rombongan rakyat jelata dalam menyerukan, "Palangkanlah Dia; palangkanlah Dia!" Simpati mereka adalah pada Yesus; sebab mereka itu telah merasai simpati‑Nya yang besar dan kuasa‑Nya yang ajaib. Mereka itu mengenal Dia sebagai Juruselamat mereka; sebab Ia telah memberikan kepada mereka kesehatan tubuh dan jiwa. Mereka mendengar rasul‑rasul mengajar, lalu sabda Allah yang masuk ke dalam hati mereka memberikan pengertian kepada mereka. Mereka menjadi alat bagi kemurahan Allah, dan membantu memasyhurkan keselamatanNya .
Orang banyak yang telah melarikan diri dari halaman kaabah itu, setelah beberapa lama kemudian datang kembali dengan perlahan‑lahan. Mereka sudah agak pulih dari panik yang telah mencengkam mereka, tetapi wajah mereka menyatakan kebimbangan dan ketakutan. Mereka melihat dengan perasaan heran atas perbuatan Yesus, dan yakin bahwa di dalam Dialah segala nubuatan tentang Mesias digenapi. Dosa penajisan kaabah itu sebagian besar terletak atas imam‑imam. Atas usaha merekalah maka halaman itu dijadikan pasar. Orang banyak itu hampir tidak bersalah. Mereka mendapat kesan oleh melihat wewenang Ilahi yang ada pada Yesus; akan tetapi bagi mereka pengaruh imam‑imam dan penghulu itulah yang terutama. Dipandangnya pekerjaan Kristus sebagai usaha baharu, dan meragukan hak‑Nya untuk campur tangan dalam apa yang diizinkan oleh para penguasa kaabah itu. Mereka marah karena perdagangan itu telah terganggu, lalu mereka memadamkan keyakinan oleh Roh Suci.
Melebihi semua orang lain, imam‑imam dan penghulu‑penghulu sudah seharusnya melihat dalam Yesus Dia yang diurapi Tuhan; sebab di tangan mereka ada surat‑surat gulungan suci yang melukiskan tugas‑Nya, dan mereka mengetahui bahwa pembersihan kaabah itu adalah suatu pernyataan kuasa yang lebih besar daripada kuasa manusia. Betapapun mereka itu membenci Yesus mereka tidak dapat melepaskan diri dari pikiran bahwa mungkin Ia seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk memulihkan kesucian kaabah itu. Dengan perasaan hormat yang lahir dari perasaan takut ini, pergilah mereka kepada‑Nya dengan pertanyaan, "Apa tanda Kautunjuk kepada kami, maka Engkau membuat segala perkara ini?"
Yesus telah menunjukkan kepada mereka suatu tanda. Dalam memancarkan cahaya ke dalam hati mereka, dan dalam melakukan di hadapan mereka perbuatan yang harus dilakukan Mesias, Ia telah memberikan bukti yang meyakinkan dari tabiat‑Nya. Kini ketika mereka meminta sesuatu tanda, Ia menjawab kepada mereka dengan menggunakan suatu perumpamaan, yang menunjukkan bahwa la membaca dendam hati mereka, serta melihat hingga sejauh mana dendam itu akan membawa mereka. "Rombakkanlah rumah ini," kata‑Nya, "maka dalam tiga hari juga Aku membangunkan dia pula."
Dalam ucapan ini maksud‑Nya adalah rangkap dua. Ia bukan saja berkata tentang kebinasaan kaabah dan perbaktian Yahudi, tetapi juga kematian‑Nya sendiri,‑kebinasaan kaabah tubuh‑Nya. Ini sudah direncanakan oleh orang Yahudi dengan diam‑diam. Ketika imam‑imam dan penghulu‑penghulu kembali ke kaabah, mereka telah berniat hendak membunuh Yesus, dan dengan demikian membebaskan diri mereka sendiri dari sipengacau itu. Namun ketika la menghadapkan kepada mereka maksud mereka itu, mereka tidak mengerti akan Dia. Mereka itu memahami ucapan‑Nya itu sebagai menyangkut hanya kaabah yang di Yerusalem dan dengan marah sekali mereka berseru, "Empatpuluh enam tahun lamanya rumah ini dibangunkan, dapatkah Engkau membangunkan dia pula dalam tiga hari juga?" Sekarang mereka merasa bahwa Yesus sudah membenarkan kurang percaya mereka, lalu bertambah kuatlah mereka dalam penolakannya akan Dia.
Kristus tidak bermaksud supaya ucapan‑Nya itu dipahami oleh orang Yahudi yang kurang percaya itu, ataupun oleh murid‑murid‑Nya pada saat ini. Ia mengetahui bahwa ucapan itu akan dipahami salah oleh musuh‑musuhnya, dan akan dipakai untuk melawan Dia. Pada waktu Ia diadili ucapan itu akan dihadapkan sebagai tuduhan, dan di Golgota ucapan itu juga akan dilontarkan kepada‑Nya sebagai ejekan. Tetapi untuk menerangkannya sekarang akan memberitahukan kepada murid‑murid‑Nya tentang segala penderitaannya, lalu menimbulkan dalam mereka duka cita yang hingga kini belum sanggup mereka tanggung. Dan suatu penerangan tentang hal itu akan memaparkan sebelum waktunya kepada orang Yahudi akibat prasangka dan kurang percaya mereka sebelum waktunya. Sekarang mereka sudah mulai masuki suatu jalan yang akan terus mereka jalani hingga Ia kelak dituntun seperti seekor anak domba ke tempat pembantaian.
Untuk kepentingan orang‑orang yang akan percaya kepada‑Nyalah maka ucapan Kristus itu dikeluarkan. Ia mengetahui bahwa ucapan itu akan diulangi lagi. Karena diucapkan pada pesta Paskah, ucapan itu akan terdengar oleh ribuan orang, dan akan tersiar ke seluruh pelosok dunia ini. Setelah Ia bangkit dari antara orang mati, arti ucapan itu akan dijelaskan. Bagi orang banyak ucapan itu akan merupakan bukti yang tegas tentang keilahian‑Nya.
Karena kegelapan rohani mereka, murid‑murid Yesus sendiri pun sering gagal untuk mengerti akan pengajaran‑Nya. Akan tetapi kebanyakan pelajaran‑pelajaran itu dijelaskan kepada mereka oleh peristiwa‑perlstiwa yang terjadi kemudian. Waktu Ia tiada lagi berjalan dengan mereka, ucapan‑Nya itu pun merupakan penolong yang kuat dalam hati mereka.
Mengenai kaabah yang di Yerusalem itu, ucapan Juruselamat, "Rombakkanlah rumah ini, maka dalam tiga hari juga Aku membangunkan dia pula," mengandung arti yang lebih dalam lagi daripada yang dipahami oleh para pendengar. Kristuslah alasan dan hidup kaabah itu. Segala upacaranya melambangkan korban Anak Allah. Keimamatan sudah diadakan untuk membayangkan sifat pengantaraan dan pekerjaan Kristus. Seluruh rencana perbaktian korban‑korban adalah bayangan kematian Juruselamat untuk menebus dunia ini. Tidak akan ada lagi khasiat dalam semua persembahan ini apabila peristiwa besar ke arah mana semuanya itu telah menunjuk berabad‑abad lamanya sudah digenapkan.
Karena segenap upacara korban itu adalah melambangkan Kristus, maka semuanya itu tidak ada nilainya bila terpisah daripada‑Nya. Ketika orang Yahudi memeteraikan penolakan mereka terhadap Kristus oleh menyerahkan Dia kepada maut, mereka menolak segala sesuatu yang memberi arti kepada kaabah dan segala upacaranya. Kesuciannya sudah hilang lenyap, dan telah ditentukan akan binasa. Sejak hari itu semua korban dan upacara yang berhubungan dengan korban‑korban itu tiada mengandung arti lagi. Seperti halnya dengan persembahan Kain, semuanya itu tidak menyatakan iman pada Juruselamat. Dalam membunuh Kristus orang Yahudi dengan sebenarnya membinasakan kaabah mereka itu. Ketika Kristus disalibkan, tirai dalam kaabah itu tercarik dua dari atas ke bawah hal mana berarti bahwa korban besar yang terakhir sudah diadakan, dan bahwa sistim persembahan korban‑korban berakhirlah sudah untuk selama‑lamanya.
"Dalam tiga hari juga Aku membangunkan dia pula." Dalam kematian Juruselamat, segala kuasa kegelapan nampaknya seolah‑olah menang, dan mereka itu bergembira dalam kemenangan itu. Tetapi dari dalam kubur Yusuf yang terbuka itu keluarlah Yesus sebagai pemenang. "Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." Kol. 2:15. Oleh jasa kematian dan kebangkitan‑Nya Ia menjadi pelayan "tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia." Ibrani 8:2. Manusia memelihara baitu'lmukadis Yahudi; manusia membangun kaabah Yahudi; tetapi baitu'lmukadis yang di surga, yang dilambangkan baitu'lmukadis di dunia ini dengan bukannya dibangun oleh arsitek manusia. "Inilah orang yang bernama Tunas. . . . Dialah yang akan mendirikan bait Tuhan, dan dialah yang akan mendapat keagungan dan akan duduk memerintah di atas takhtanya. Di sebelah kanannya akan ada seorang imam dan permufakatan tentang damai akan ada di antara mereka berdua." Zakharia 6:12,13.
Upacara korban yang menunjuk kepada Kristus sudah lalu; akan tetapi mata manusia dialihkan kepada korban yang benar untuk dosa‑dosa dunia. Keimamatan duniawi berhenti; tetapi kita memandang kepada Yesus, pengerja perjanjian baru itu, serta "Kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat daripada darah Habel." "Jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada; . . . tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, . . . tetapi   dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal." Ibrani 12:24; 9:8‑12.
"Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." Ibrani 7:25. Sungguh pun pelayanan itu harus dipindahkan dari kaabah yang di dunia ini ke kaabah yang di surga sungguh pun baitu'lmukadis dan imam besar kita itu tidak dapat lagi dilihat oleh mata manusia, namun murid‑murid sama sekali tak menderita kerugian apa pun olehnya. Mereka tidak akan mengalami putusnya hubungan mereka, dan tidak ada pengurangan kuasa karena kepergian Juruselamat. Sementara Yesus melayani di baitu'lmukadis yang di surga, oleh Roh‑Nya Ia masih juga melayani sidang di dunia ini. Ia ditarik dari mata perasaan, akan tetapi janji perpisahan‑Nya ditepati, "Bahwa sesungguhnya adalah Aku serta dengan kamu pada sediakala, hingga kepada kesudahan alam ini." Matius 28:20. Sementara diwakilkan‑Nya kuasa‑Nya kepada pengerja‑pengerja yang lebih rendah, hadirat‑Nya yang memberi tenaga itu masih menyertai sidang‑Nya.
"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklahkita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." Ibrani 4:14‑16. 












No comments:

Post a Comment