Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 7 PADA MASA KANAK-KANAK


Pasal 7

PADA MASA KANAK-KANAK

PADA masa kanak‑kanak dan masa muda Yesus tinggal di sebuah kampung pegunungan yang kecil. Tiada tempat di dunia ini yang tidak dapat dipermuliakan oleh hadirat‑Nya. Istana raja‑raja sebenarnya akan merasa beroleh kehormatan untuk menerima Dia sebagai seorang tamu. Tetapi Ia melewati saja rumah orang‑orang kaya, istana‑istana kerajaan, dan pusat‑pusat ilmu pengetahuan yang termasyhur, untuk tinggal di Nazaret yang tidak terkenal serta yang dihinakan orang itu.
Sungguh ajaib arti riwayat singkat tentang hidup‑Nya semasa kanak‑kanak: "Maka Kanak‑kanak itu pun makin besar dan bertambah‑tambah kuat roh‑Nya dan penuhlah la dengan budi dan karunia Allah pun adalah atas‑Nya." Dalam sinar wajah Bapa‑Nya, Yesus "makin bertambah‑tambah hikmat dan besar‑Nya dan makin disukai Allah dan manusia." Pikiran‑Nya giat dan tajam, dengan kecerdasan otak dan akal budi yang jauh melampaui usia‑Nya. Namun tabiat‑Nya baik sekali dalam keselarasannya. Tenaga pikiran dan tubuh berkembang secara berangsur‑angsur sesuai dengan hukum masa kanak‑kanak.
Selaku seorang anak, Yesus menunjukkan suatu keindahan tabiat yang istimewa. Tangan‑Nya yang cekatan selamanya siap sedia untuk melayani orang lain. Ia menunjukkan kesabaran yang tidak dapat diganggu oleh barang sesuatu pun, dan keteguhan dalam kebenaran yang tidak sudi mengorbankan kejujuran. Dalam prinsip yang kukuh seperti batu karang, hidup‑Nya menunjukkan sifat kesopanan yang tidak mementingkan diri sendiri.
Dengan kesungguhan yang besar ibu Yesus mengamat‑amati mekarnya segala kuasa‑Nya dan melihat kesempurnaan dalam tabiat‑Nya. Dengan kesukaan ia berusaha mendorong semangat pikiran yang cerdas dan tajam itu. Dengan perantaraan Roh Suci ia menerima akal budi untuk dapat bekerja sama dengan makhluk‑makhluk semawi dalam usaha memperkembangkan Anak ini, yang dapat mengatakan hanya Allah sebagai Bapa‑Nya.
Sejak zaman purbakala orang‑orang yang setia di kalangan orang Israel selamanya memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan orang‑orang muda. Tuhan telah menyuruh supaya semenjak masa bayi kanak‑kanak diberi pelajaran tentang kebaikan‑Nya dan kebesaran‑Nya, teristimewa sebagaimana yang dinyatakan dalam hukum‑Nya, dan yang ditunjukkan dalam sejarah Israel. Nyanyian, doa dan pelajaran dari Alkitab harus disesuaikan dengan pikiran yang sedang berkembang. Ibu ,bapa harus mengajarkan kepada anak‑anak mereka bahwa hukum Allah adalah kenyataan tabiat‑Nya, dan bahwa sementara mereka menerima asas‑asas hukum itu ke dalam hati, peta Allah pun terteralah pada pikiran dan jiwa. Sebagian besar dari pengajaran itu dilakukan secara lisan; tetapi anak muda belajar juga membaca tulisan‑tulisan Ibrani; dan gulungan surat Alkitab Wasiat Lama terbuka untuk mereka pelajari.


Pada zaman Kristus kota atau negeri yang tidak menyediakan pendidikan agama bagi anak‑anak muda dianggap sebagai kota yang kena kutuk Allah. Namun pengajaran itu sudah menjadi sekadar kebiasaan saja. Tradisi sudah mengambil sebagian besar tempat Alkitab. Pendidikan yang benar niscaya menuntun kaum muda untuk "mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia." Kisah 17:27. Tetapi guru‑guru orang Yahudi memusatkan perhatiannya pada soal‑soal yang bersangkutan dengan upacara‑upacara belaka. Pikiran sudah dipenuhi dengan bahan‑bahan yang tidak ada nilainya bagi pelajar, dan yang tidak akan diakui sah di sekolah yang lebih tinggi di istana surga. Pengalaman yang diperoleh karena menerima sabda Allah secara perseorangan, tidak mendapat tempat dalam sistem pendidikan itu. Karena leka dengan acara sehari‑hari yang bersifat jasmaniah, para pelajar tidak beroleh saat yang tenang untuk mengadakan hubungan dengan Allah. Mereka tidak mendengar suara‑Nya berfirman ke dalam hati. Dalam usaha mereka menambang ilmu, mereka berpaling dari Sumber akal budi. Syarat‑syarat mutlak besar dalam pekerjaan Allah dilalaikan. Asas‑asas hukum disamarkan. Apa yang dianggap sebagai pendidikan yang tertinggi, sudah merupakan rintangan yang terbesar bagi perkembangan yang sejati. Di bawah pendidikan rabi‑rabi segala kuasa orang‑orang muda tertekan. Pikiran mereka itu menjadi terdesak dan sempit.
Yesus tidak memperoleh pendidikan di sekolah rumah sembahyang. Ibu‑Nyalah guru‑Nya manusia yang pertama. Dari bibir ibu‑Nya dan surat gulungan nabi‑nabi la mempelajari hal‑hal semawi. Justru Sabda yang difirmankan‑Nya sendiri dulu kepada Musa untuk bangsa Israel, kini diajarkan kepada‑Nya di pangkuan ibu‑Nya. Ketika ia meningkat dari masa kanak‑kanak ke masa muda, la tidak berusaha belajar di sekolah rabi‑rabi. Ia tidak memerlukan pendidikan yang diperoleh dari sumber semacam itu; sebab guru‑Nya ialah Allah.
Pertanyaan yang ditanyakan ketika Juruselamat bekerja di dunia ini dulu, "Bagaimanakah orang ini mempunyai pengetahuan demikian tanpa belajar?" bukannya menyatakan bahwa Yesus tidak dapat membaca, melainkan semata‑mata karena la belum pernah mendapat pendidikan dari rabi‑rabi. Yoh. 7:15. Oleh karena la mendapat pengetahuan sebagaimana yang dapat kita perbuat, maka pengetahuan‑Nya yang dalam tentang soal‑soal Alkitab itu menunjukkan betapa rajinnya la mempelajari sabda Allah. Dan terbentang di hadapan‑Nya ialah perpustakaan besar dari segala hasil ciptaan Allah. Ia yang telah menciptakan segala sesuatu itu mempelajari pelajaran‑pelajaran yang telah ditulis oleh tangan‑Nya sendiri di bumi, laut dan langit. Terpisah dari jalan‑jalan dunia ini yang cemar, la mengumpulkan himpunan ilmu pengetahuan dari alam kejadian. Ia mempelajari hidup tumbuh‑tumbuhan, binatang, dan hidup manusia. Sejak kecil‑Nya la digenggam oleh satu maksud; la hidup untuk mendatangkan berkat kepada orang‑orang lain. Untuk maksud ini la mendapat sumber dalam alam kejadian; pendapat‑pendapat baru tentang berbagai cara dan ikhtiar terkilat dalam pikiran‑Nya sementara la mempelajari hidup tumbuh‑tumbuhan dan hidup binatang‑binatang. Selalu la berusaha menarik dari benda‑benda yang dapat dilihat contoh‑contoh kiasan yang dengan itu la dapat mengajarkan firman Allah yang hidup. Perumpamaan‑perumpamaan digunakan‑Nya untuk memberikan pelajaran‑pelajaran‑Nya tentang kebenaran selama masa kerja‑Nya, menunjukkan betapa roh‑Nya terbuka terhadap pengaruh alam kejadian dan bagaimana la telah mengumpulkan pengajaran kerohanian dari segala suasana yang di sekeliling hidup‑Nya sehari‑hari.
Demikianlah bagi Yesus arti sabda dan segala benda ciptaan Allah terbuka, sedang la mencoba mengetahui sebab‑musabab dari segala sesuatu. Para pengiringnya ialah makhluk‑makhluk semawi, dan alam pikiran serta percakapan yang suci ada pada‑Nya. Sejak dapat berpikir ia senantiasa bertumbuh dalam sifat kerohanian, dan pengetahuan tentang kebenaran.


Setiap anak dapat memperoleh pengetahuan sebagaimana halnya dengan Yesus. Sedang kita berusaha mengenal Bapa kita yang di surga dengan melalui firman‑Nya, malaikat‑malaikat yang suci akan datang hampir, pikiran kita akan dikuatkan, tabiat kita akan dipertinggi dan diperhalus. Kita akan lebih menyerupai Juruselamat kita. Maka sedang kita melihat benda‑benda yang elok dan mulia dalam alam kejadian, kasih‑sayang kita pun akan mengalirlah kepada Allah. Sementara roh merasa takut dengan hormat, jiwa dikuatkan oleh mengadakan hubungan dengan Yang Mahabesar melalui benda‑benda ciptaan‑Nya. Percakapan dengan Allah melalui doa mengembangkan tenaga pikiran dan batin, dan tenaga rohani makin kuat sementara kita memupuk pikiran dengan hal‑hal yang bersifat rohani.
Kehidupan Yesus adalah suatu kehidupan yang sesuai dengan Allah. Ketika Ia masih seorang kanak‑kanak, la berpikir dan berbicara seperti seorang kanak‑kanak; tetapi tidak ada sekelumit pun tanda‑tanda dosa yang menodai peta Allah dalam diri‑Nya. Meskipun demikian la tidak bebas dari penggodaan. Penduduk Nazaret sudah menjadi buah bibir orang karena kejahatannya. Anggapan yang rendah dari khalayak ramai tentang mereka dinyatakan oleh pertanyaan Natanael, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Yoh. 1:46. Yesus ditempatkan di mana watak‑Nya akan diuji. Perlulah la senantiasa waspada untuk mempertahankan kesucian‑Nya. Ia tidak luput dari segala pergumulan yang wajib kita hadapi, supaya la dapat menjadi contoh bagi kita dalam masa kanak‑kanak, masa muda, dan masa dewasa.
Setan tidak mengenal lelah dalam usahanya untuk mengalahkan Anak Nazaret itu. Sejak kecil‑Nya Yesus selalu dikawal oleh malaikat‑malaikat surga, namun hidup‑Nya adalah satu pergumulan yang lama sekali melawan kuasa kegelapan. Bahwa di bumi ini ada satu hidup yang bebas dari kenajisan kejahatan, adalah suatu hal yang mengganggu dan membingungkan pikiran putra kegelapan. Segala ikhtiar diadakannya untuk menjebak Yesus. Tiada seorang pun anak manusia yang akan pernah disuruh hidup suci di tengah perjuangan yang demikian dahsyatnya dengan pencobaan, seperti Juruselamat kita.
Orang tua Yesus miskin, dan mereka bergantung kepada pekerjaan berat sehari‑hari. Ia sudah biasa dengan, kemiskinan, penyangkalan diri dan kekurangan. Pengalaman ini adalah suatu pelindung bagi‑Nya. Dalam hidup‑Nya yang rajin itu tidak ada waktu yang terbuang untuk mengundang pencobaan. Tidak ada saat yang tidak bertujuan membuka jalan bagi pergaulan yang mencemarkan. Ia berusaha sedapat‑dapatnya untuk menutup pintu bagi penggoda itu. Tiada keuntungan atau pun kesenangan, pernyataan setuju atau pun kecaman, yang dapat membujuk Dia untuk menyetujui sesuatu tindakan yang salah: la sungguh bijaksana mengamati kejahatan, dan kuat melawannya.
Kristuslah satu‑satunya orang yang tidak berdosa yang pernah tinggal di dunia ini, namun hampir tigapuluh tahun lamanya Ia hidup di antara penduduk Nazaret yang jahat. Kenyataan ini merupakan suatu teguran bagi orang‑orang yang mengira bahwa mereka bergantung pada tempat, nasib, atau kemakmuran, agar dapat hidup dengan tiada bercacat. Pencobaan, kemiskinan, kemelaratan, justru merupakan disiplin yang diperlukan untuk mengembangkan kesucian dan keteguhan.


Yesus tinggal dalam rumah tangga petani dan dengan setia serta riang‑gembira turut memikul segala tanggungan rumah tangga. Dulu lalah Pemerintah surga, dan malaikat‑malaikat dengan gembira melaksanakan segala perintah‑Nya; kini la menjadi seorang hamba yang sukarela, seorang anak pengasih dan penurut. Ia belajar bertukang kayu dan dengan tangan‑Nya sendiri Ia bekerja di bengkel pertukangan bersama Yusuf. Dengan pakaian yang serba sederhana seperti yang dipakai oleh seorang pekerja biasa la menjalani jalan‑jalan kota kecil itu, pergi dan pulang dari pekerjaan‑Nya yang sederhana itu. Ia tidak menggunakan kuasa Ilahi‑Nya untuk mengurangi beban‑Nya atau meringankan pekerjaan‑Nya.
Sementara Yesus bekerja pada masa kanak‑kanak dan masa muda, pikiran dan tubuh‑Nya berkembang. Ia tidak menggunakan tenaga tubuh‑Nya dengan serampangan, melainkan dengan saksama sehingga tetap berada dalam keadaan sehat,‑supaya la dapat melakukan pekerjaan yang sebaik‑baiknya dalam segala hal Ia tidak mau sembrono dalam menggunakan alat pertukangan sekalipun la sempurna sebagai seorang pekerja, sebagaimana la sempurna dalam tabiat. Dengan teladan yang diberikan‑Nya itu Ia mengajarkan bahwa adalah kewajiban kita untuk menjadi rajin, bahwa pekerjaan kita haruslah dilakukan dengan tepat dan saksama, dan bahwa pekerjaan yang demikian itu mulia adanya. Pergerakan badan yang mengajar tangan supaya berguna, dan melatih orang muda supaya turut memikul beban kehidupan memberikan kekuatan tubuh, serta mengembangkan setiap tenaga. Semuanya harus mencari sesuatu untuk dilakukan, yang akan berfaedah bagi dirinya sendiri dan menjadi pertolongan bagi orang lain. Allah telah menentukan pekerjaan sebagai suatu berkat, dan hanyalah pekerja yang rajin yang mendapat kemuliaan dan kegembiraan hidup sejati. Kebaikan Allah diberikan hingga dengan jaminan kasih atas anak dan orang muda yang dengan sukaria turut memikul kewajiban rumah tangga, menolong ibu dan bapa dalam tanggungannya. Anak‑anak yang begitu akan pergi ke luar dari lingkungan rumah tangga dan kemudian menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Selama hidup‑Nya di dunia, Yesus adalah seorang pekerja yang tekun dan setia Ia mengharapkan banyak; sebab itu Ia pun berusaha banyak. Setelah la mulai bekerja sebagai Guru, la berfirman, "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." Yoh. 9:4. Yesus tidak segan menghadapi kesusahan dan kewajiban, sebagaimana yang dibuat oleh banyak orang yang mengaku sebagai pengikut‑Nya. Adalah sebab mereka berusaha menghindari disiplin ini maka banyak yang lemah dan tidak cakap. Mungkin mereka memiliki sifat tabiat yang bagus dan menarik hati, namun mereka lemah dan hampir tidak berguna apabila kesukaran harus dihadapi atau rintangan harus dilalui. Ketegasan dan tenaga, keteguhan serta kekuatan watak seperti yang dinyatakan dalam diri Kristus harus dipertumbuhkan dalam diri kita, dengan jalan disiplin yang ditanggung‑Nya itu juga. Dan rahmat yang diterima‑Nya itu adalah untuk kita.
Selama Ia hidup di antara manusia, Juruselamat kita turut menanggung nasib fakir‑miskin. Oleh pengalaman tahulah la akan keluh‑kesah dan kesukaran mereka itu, maka dapatlah la menghibur dan memberanikan hati segala pekerja yang hina. Orang‑orang yang mengerti benar‑benar akan pengajaran hidup‑Nya, tidak pernah akan merasa bahwa sesuatu perbedaan harus diadakan antara golongan‑golongan, bahwa para hartawan harus dihormati melebihi orang miskin.


Yesus bekerja dengan gembira dan bijaksana. perlulah banyak kesabaran dan kerohanian untuk dapat membawa agama Alkitab ke dalam kehidupan di rumah tangga dan ke dalam tempat pekerjaan, menanggulangi tekanan perusahaan duniawi, namun tetap memelihara tujuan semata‑mata hendak memuliakan Allah. Di sinilah Yesus merupakan seorang penolong. Ia tidak pernah begitu sibuk dengan urusan duniawi sehingga tidak ada lagi waktu atau pikiran untuk hal‑hal surga. Kerapkali la menyatakan kesukaan hati‑Nya oleh menyanyikan Mazmur dan nyanyian surga. Acapkali penduduk Nazaret mendengar suara‑Nya menyanyikan pujian dan ucapan syukur kepada Allah. Ia mengadakan hubungan dengan surga dalam nyanyian; dan apabila kawan‑kawan‑Nya mengeluh karena lelah dari pekerjaan, mereka itu diriangkan oleh nyanyian yang merdu dari bibir‑Nya. Nyanyian pujian‑Nya itu nampaknya mengusir malaikat‑malaikat yang jahat, dan, seperti halnya dengan dupa, memenuhi tempat itu dengan keharuman. Pikiran para pendengar‑Nya dibawa dari tempat buangan di dunia ini, ke rumah yang di surga. Yesus adalah mata air kemurahan yang menyembuhkan bagi dunia ini; maka sepanjang tahun‑tahun kesunyian yang di Nazaret itu, hidup‑Nya mengalir dalam arus belas‑kasihan dan kelemahlembutan. Orang yang sudah tua, orang yang berduka, dan orang yang ditindas oleh dosa, anak‑anak yang bermain‑main dengan kesukaan hatinya yang murni, makhluk‑makhluk kecil di hutan belukar, binatang penarik muatan yang sabar,‑semuanya merasa lebih senang karena hadirat‑Nya. Ia yang firman kekuasaan‑Nya menyokong segala dunia, mau membungkuk untuk menolong seekor burung yang terkena luka. Tiada sesuatu yang terlalu kecil bagi perhatian‑Nya, tiada sesuatu terhadap mana Ia merasa jijik untuk memberi pelayanan.
Demikianlah sedang Ia bertumbuh dalam akal budi dan perawakan, Yesus pun bertambah dalam kebaikan Allah dan manusia. Ia menarik simpati segala hati oleh menunjukkan diri‑Nya sendiri sanggup menaruh simpati dengan semua orang. Suasana harapan dan semangat yang mengelilingi Dia menjadikan Dia suatu berkat dalam setiap rumah tangga. Maka sering dalam rumah sembahyang pada hari Sabat la dipanggil untuk membaca pelajaran dari surat nabi‑nabi, dan hati para pendengar merasa gembira ketika suatu terang yang baru bersinar dari perkataan biasa dari ayat yang suci itu.
Namun Yesus menghindari pertunjukan. Selama tinggal di Nazaret, la tidak pernah menunjukkan kuasa ajaib‑Nya. Ia tidak pernah mencari kedudukan yang tinggi dan tidak memakai sesuatu gelar. Hidup‑Nya yang tenang dan sederhana, bahkan tidak adanya keterangan Alkitab tentang hidup‑Nya ketika kanak‑kanak, memberikan kepada kita suatu pelajaran yang penting. Makin tenang dan makin sederhana hidup seorang anak,‑‑makin bebas dari kesibukan yang dibuat‑buat, dan makin selaras dengan alam kejadian‑makin baiklah itu bagi kekuatan tubuh dan pikiran dan bagi kekuatan rohani.
Yesus menjadi teladan kita. Banyaklah orang yang memusatkan perhatiannya pada masa kerja‑Nya bagi khalayak ramai, sedangkan mereka tidak memperhatikan pengajaran masa kecil‑Nya. Tetapi justru dalam hidup‑Nya di rumah tanggalah la menjadi teladan bagi anak‑anak dan orang muda. Juruselamat rela menempuh kepapaan, supaya la dapat mengajarkan betapa dekat kita dapat berjalan dengan Allah dalam suatu nasib yang hina. Ia hidup untuk menyenangkan hati, menghormati serta memuliakan Bapa‑Nya dalam segala perkara kehidupan biasa. Pekerjaan‑Nya mulai dengan memuliakan pekerjaan tukang yang hina, yang bekerja untuk mencari nafkahnya sehari‑hari. la melakukan pekerjaan Allah pada waktu bekerja di bangku pertukangan kayu sama dengan pada waktu mengadakan mukjizat‑mukjizat bagi khalayak ramai. Maka setiap orang muda yang mengikuti jejak Kristus dalam hal kesetiaan dan penurutan di rumah tangga‑Nya yang sederhana itu, dapat menyatakan berhak atas sabda yang diucapkan tentang diri‑Nya oleh Bapa melalui Roh Kudus,"Lihatlah hamba‑Ku, yang Kupapah; pilihan‑Ku, yang hati‑Ku berkenan akan Dia."


---------------
Pasal ini didasarkan atas Lukas 2:39, 40.


No comments:

Post a Comment