Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 6 "KAMI MELIHAT BINTANGNYA"


Pasal 6

"KAMI MELIHAT BINTANGNYA"

"Setelah lahirnya Yesus di Betlehem di tanah Yudea, pada zaman baginda Herodes, maka datanglah beberapa orang Majus dari benua sebelah timur ke Yerusalem, katanya: Di manakah raja orang Yahudi yang baru lahir itu? karena kami sudah melihat bintangnya di sebelah timur, maka kami datang hendak menyembah Dia."
Orang Majus yang datang dari Timur itu adalah ahli‑ahli filsafat. Mereka termasuk dalam golongan yang besar dan berpengaruh, yang meliputi orang bangsawan, dan memiliki banyak harta dan pengetahuan bangsa itu. Di antara orang‑orang ini banyak yang memperdayakan percaya yang bukan‑bukan dari khalayak ramai. Yang lainnya adalah orang‑orang yang tulus hati, yang suka mempelajari segala petunjuk Allah dalam alam kejadian dan yang dihormati atas kejujuran serta akal budi mereka. Inilah sifat orang Majus yang datang kepada Yesus.
Terang Allah selamanya bersinar di tengah kegelapan kekafiran. Sementara orang Majus ini mempelajari angkasa yang penuh bintang itu, dan berusaha menduga rahasia yang tersembunyi pada jalan‑jalannya yang gemerlapan itu, nampaklah oleh mereka kemuliaan Khalik. Dalam usaha mencari pengetahuan yang lebih terang, mereka berpaling kepada Alkitab Ibrani. Di negeri mereka sendiri adalah tulisan‑tulisan nubuat yang meramalkan kedatangan seorang guru Ilahi. Bileam termasuk golongan para ahli nujum, sungguh pun ia pernah menjadi nabi Allah; oleh Roh Suci ia telah meramalkan kemakmuran Israel dan kedatangan Mesias; dan nubuatan‑nubuatannya itu telah disampaikan oleh tradisi dari abad ke abad. Tetapi dalam Wasiat Lama kedatangan Juruselamat dinyatakan lebih jelas. Orang Majus itu mempelajari dengan kesukaan bahwa kedatangan‑Nya sudah dekat, dan seluruh dunia harus dipenuhi dengan pengetahuan tentang kemuliaan Tuhan.
Orang Majus itu telah melihat sebuah cahaya ajaib di angkasa pada malam ketika kemuliaan Allah meliputi bukit‑bukit Betlehem. Ketika cahaya tersebut berangsur‑angsur pudar timbullah sebuah bintang yang gemerlapan, dan berpindah perlahan‑lahan di angkasa. Itu bukannya sebuah bintang biasa atau pun sebuah planet, dan pemandangan itu membangkitkan perhatian yang amat sangat. Bintang itu adalah sepasukan malaikat yang bercahaya‑cahaya jauh di angkasa, tetapi tentang ini tiada diketahui apa‑apa oleh orang Majus itu. Namun mereka mendapat kesan bahwa bintang tersebut mengandung arti yang istimewa bagi mereka. Mereka pergi bertanya kepada imam‑imam dan ahli‑ahli filsafat, serta menyelidiki gulungan catatan purbakala. Nubuatan Bileam telah menandaskan, "Bintang  terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel." Bilangan 24:17. Mungkinkah gerangan bintang yang aneh ini dikirim mendahului kedatangan Yang Dijanjikan itu? Orang Majus itu telah menyambut baik terang kebenaran yang dikirim dari surga; kini terang itu dicurahkan atas mereka dengan cahaya yang lebih gemilang. Dengan perantaraan mimpi mereka disuruh mencari Raja yang baru lahir itu.

Sebagaimana dengan percaya Abraham keluar atas panggilan Allah, "dengan tidak mengetahui ke mana jatuhnya kelak;" sebagaimana dengan percaya bangsa Israel mengikuti tiang awan ke tanah perjanjian, demikianlah orang‑orang kafir ini berangkat untuk mencari Juruselamat yang telah dijanjikan itu. Negeri‑negeri sebelah Timur sangat kaya dalam benda‑benda yang berharga; sebab itu orang Majus itu bukannya pergi dengan tangan hampa. Sudah menjadi kebiasaan di sana untuk mempersembahkan pemberian sebagai pernyataan hormat kepada raja‑raja atau orang‑orang yang berkedudukan tinggi lainnya, maka pemberian yang paling mahal yang dapat diberikan negeri itu pun dibawalah sebagai persembahan di kepada‑Nya di dalam siapa segala keluarga di bumi ini akan berbahagia. Adalah perlu berjalan pada malam supaya selalu dapat melihat bintang itu; tetapi orang Majus itu menghabiskan waktu dengan mengulang-ulangi ucapan-ucapan tradisi dan perkataan‑perkataan nubuatan tentang Dia yang mereka cari itu. Setiap waktu beristirahat mereka menyelidiki nubuatan; maka keyakinan mereka pun makin bertambah bahwa mereka sedang mendapat pimpinan Ilahi. Sementara mereka melihat bintang itu di hadapan mereka sebagai tanda secara lahir, di dalam batin mereka ada juga kenyataan Roh Suci yang senantiasa membesarkan perhatian mereka, dan mengilhami mereka dengan harapan. Perjalanan itu, sungguhpun jauh, adalah satu perjalanan yang diliputi sukacita bagi mereka itu.
Mereka sudah tiba di negeri Israel, dan sedang menuruni Bukit Zaitun, dan Yerusalem sudah kelihatan, bintang yang telah menuntun mereka dalam perjalanan yang melelahkan itu berhenti di atas bait suci, dan sesaat kemudian lenyaplah dari penglihatan mereka. Dengan langkah yang penuh pengharapan mereka maju terus, mengharap dengan yakin bahwa kelahiran Mesias itu akan menjadi buah mulut orang yang penuh kegirangan. Tetapi segala pertanyaan mereka sia‑sia saja. Setelah masuk ke dalam kota suci itu, mereka pun pergilah ke bait suci. Dengan penuh keheranan mereka tidak mendapati seorang pun yang nampaknya tahu tentang raja yang baru lahir itu. Pertanyaan mereka tidak membangkitkan tanda sukacita, malah sebaliknya yakni tanda‑tanda rasa heran dan takut, dan bukan pula tidak disertai penghinaan.
Imam‑imam tengah mengulang‑ulangi tradisi‑tradisi. Mereka meninggikan agama dan peribadatan mereka sendiri, sementara mereka mencela bangsa Yunani dan Romawi sebagai orang kafir dan orang berdosa melebihi orang lain. Orang Majus itu bukannya penyembah berhala, dan pada pandangan Allah mereka tegak jauh lebih tinggi daripada imam‑imam itu, yang mengaku sebagai penyembah Dia namun mereka dianggap oleh orang Yahudi sebagai orang kafir. Sekalipun di antara para penunggu yang telah ditentukan buat Kitab Suci itu, pertanyaan‑pertanyaan mereka yang penuh harapan gemilang itu tidak juga menjamah hati.
Kedatangan orang Majus itu segera tersiar di seluruh Yerusalem. Maksud perjalanan mereka yang aneh itu menimbulkan kegegeran di kalangan penduduk, yang selanjutnya merembes ke istana Raja Herodes. Orang Edom si licik itu tersentak ketika mendengar kabar tentang kemungkinan akan adanya saingan. Pembunuhan yang tidak terhitung banyaknya telah mencemarkan jalannya kepada takhta kerajaan. Dasar orang asing, ia dibenci oleh rakyat yang diperintahnya. Satu‑satunya ke­amanan bagi jiwanya ialah kebaikan Roma. Tetapi Putra yang baru ini menaruh tuntutan yang lebih tinggi. Ia dilahirkan untuk kerajaan itu.
Herodes mencurigai bahwa imam‑imam berkomplot dengan orang‑orang asing itu untuk mengharu‑birukan khalayak ramai dan menurunkan dia dari takhta. Tetapi ia menyembunyikan kecurigaan hatinya itu, serta memutuskan dalam hati untuk memutar‑balikkan rencana‑rencana mereka itu dengan tipu muslihat yang lebih unggul. Setelah memanggil kepala‑kepala imam dan ahli‑ahli Taurat, ia menanyai mereka tentang ajaran buku‑buku suci mereka mengenai tempat kelahiran Mesias.

Pertanyaan ini yang ke luar dari mulut perampas takhta itu, dan yang ditanyakan atas permintaan orang‑orang asing, menyengat kesombongan guru‑guru Yahudi itu. Sikap masa bodoh dengan mana mereka membuka gulungan nubuatan menimbulkan amarah si lalim yang cemburu itu. Ia menyangka mereka mencoba hendak menyembunyikan pengetahuan mereka dalam soal itu. Dengan kekuasaan yang tidak berani mereka ingkari, ia memerintahkan mereka untuk mengadakan penyelidikan yang saksama, dan untuk memberitahukan tempat kelahiran Raja mereka yang diharapkan itu. "Maka sembah mereka itu kepada baginda: Di Betlehem, tanah Yudea, karena demikianlah dituliskan oleh nabi itu, bunyinya:
"Hai Betlehem, tanah Yudea
Sekali‑kali tidak engkau terkecil di antara segala penghulu Yehuda,
Karena dari dalammu juga akan keluar seorang raja,
Yang akan menggembalakan umat‑Ku Israel."
Sekarang Herodes mengundang orang Majus itu untuk mengadakan wawancara perseorangan. Suatu badai kemarahan dan ketakutan berkecamuk dalam hatinya, tetapi dalam gerak‑geriknya ia tetap berlaku tenang, dan menerima orang‑orang asing itu dengan sopan. Ia bertanya bila bintang itu kelihatan, serta pura‑pura menyambut dengan kesukaan kabar tentang kelahiran Kristus itu. Ia meminta tamu‑tamunya itu supaya memeriksa "hal kanak‑kanak itu dengan saksama, maka apabila kamu mendapat Dia, berilah tahu kepadaku, supaya aku pun datang menyembah Dia." Setelah berkata demikian, dibebaskannyalah mereka untuk melanjutkan perjalanan mereka ke Betlehem.
Imam‑imam dan tua‑tua Yerusalem sebenarnya bukanlah tidak mengetahui hal kelahiran Kristus itu sebagaimana yang mereka pura‑pura buat. Laporan tentang kunjungan malaikat‑malaikat kepada gembala‑gembala itu sudah dibawa ke Yerusalem, tetapi rabi‑rabi telah memperlakukannya seperti sesuatu hal yang tidak layak mendapat perhatian mereka. Mereka sendiri boleh jadi sudah akan mendapat Yesus dan mungkin sudah akan siap untuk memimpin orang Majus itu ke tempat kelahiran‑Nya; tetapi sebaliknya, orang Majus itulah yang datang untuk menarik perhatian mereka kepada kelahiran Mesias. "Di mana Raja orang Yahudi yang baru jadi?" tanya mereka; "karena di negeri Timur kami melihat bintang‑Nya, maka datanglah kami ini hendak menyembah Dia."
Sekarang kesombongan dan iri hati menutup pintu terhadap terang. Sekiranya segala laporan yang dibawa oleh gembala‑gembala dan orang Majus itu diakui, maka akan ditempatkannyalah imam‑imam dan rabi‑rabi itu dalam suatu kedudukan yang paling tidak disukai, membatalkan pengakuan mereka sebagai ahli tafsir kebenaran Allah. Guru‑guru yang terpelajar ini tidak mau merendahkan hati untuk diberi petunjuk oleh orang‑orang yang mereka sebut kafir. Mustahil, kata mereka, Allah sudah melampaui mereka, untuk berhubungan dengan gembala‑gembala yang tidak tahu apa‑apa atau dengan orang kafir yang tidak disunat. Mereka bertekad untuk menunjukkan hinaan terhadap laporan yang tengah mengharukan Raja Herodes dan seluruh kota Yerusalem. Mereka malahan tidak mau pergi ke Betlehem untuk melihat kalau segala perkara ini demikian halnya. Dan mereka menuntun orang banyak untuk menganggap perhatian kepada Yesus sebagai suatu kehebohan yang mengandung anasir kefanatikan. Di sinilah mulai terjadi penolakan terhadap Kristus oleh imam‑imam dan rabi‑rabi. Dari titik ini kesombongan serta kedegilan mereka pun tumbuhlah hingga menjadi kebencian yang tetap terhadap Juruselamat. Sementara Allah membuka pintu bagi orang kafir, para pemimpin Yahudi sedang menutup pintu bagi mereka sendiri.

Orang Majus itu berangkat sendiri dari Yerusalem. Malam sudah tiba tatkala mereka meninggalkan pintu gerbangnya, tetapi dengan kesukaan besar mereka melihat bintang itu pula, dan mereka ditujukan ke Betlehem. Mereka tiada menerima pemberitahuan lebih dulu tentang keadaan Yesus yang hina sebagaimana yang telah diberikan kepada gembala‑gembala itu. Sesudah berjalan begitu jauh mereka dikecewakan oleh sikap masa bodoh di pihak para pemimpin Yahudi, dan telah meninggalkan Yerusalem dengan keyakinan yang kurang besar ketimbang keyakinan mereka ketika masuk ke dalam kota itu. Di Betlehem mereka tidak menjumpai pengawal kerajaan yang ditempatkan guna menjaga Raja yang baru lahir itu. Tidak ada orang terhormat dunia ini hadir di situ Yesus terbaring dalam sebuah palungan. Hanya orang tua‑Nya, petani biasa yang tidak berpendidikan, yang mengawal Dia. Mungkinkah ini gerangan Dia yang tentang Dia tersurat, bahwa Ia harus "menegakkan pula segala suku Yakub," dan "memperbaiki pula segala pucuk Israel;" bahwa la harus menjadi "suatu terang bagi segala orang kafir," dan menjadi "selamat . . . sampai kepada ujung bumi?"
"Ketika mereka masuk ke dalam rumah, mereka melihat anak kecil itu bersama dengan Maria, ibu‑Nya, maka sujudlah mereka menyembah Dia." Dalam penyamaran Yesus yang hina, mereka merasakan hadirat Ilahi. Mereka menyerahkan hati kepada‑Nya selaku Juruselamat mereka, lalu mempersembahkan pemberian mereka,—"emas dan kemenyan dan mur." Betapa ajaibnya iman mereka itu! Mungkin dapat dikatakan mengenai orang Majus yang dari Timur itu, sebagaimana yang kemudian dikatakan tentang penghulu laskar Romawi, "Di antara orang Israel juga belum pernah Kudapat percaya yang seteguh ini." Orang Majus itu belum menyelami rencana Herodes terhadap diri Yesus. Setelah maksud perjalanan mereka tercapai, mereka bersiap‑siap untuk kembali ke Yerusalem, bermaksud hendak memberitahukan kepadanya hasil perjalanan mereka itu. Tetapi dalam sebuah mimpi mereka mendapat sebuah kabar Ilahi yang menasihatkan supaya jangan lagi mengadakan hubungan lebih lanjut dengan dia. Dengan menghindari Yerusalem, berangkatlah mereka kembali ke negerinya melalui suatu jalan lain.
Demikianlah juga Yusuf mendapat amaran supaya melarikan diri ke Mesir bersama Maria dan anak itu. Maka kata malaikat itu, "Tinggallah di sana sampai aku memberi tahu kepadamu, karena Herodes mencari jalan hendak membunuh Kanak‑kanak itu." Yusuf menurut dengan tiada bertangguh, dan berangkat berjalan pada malam hari supaya lebih aman.
Dengan perantaraan orang Majus itu, Allah telah membangunkan perhatian bangsa Yahudi terhadap kelahiran Putra‑Nya. Penyelidikan mereka di Yerusalem, perhatian umum yang dibangkitkan, dan bahkan kecemburuan hati Herodes itu, yang meminta secara paksa perhatian imam‑imam dan rabi‑rabi mengerahkan pikiran kepada nubuatan‑nubuatan tentang Mesias, dan kepada peristiwa besar yang baru saja terjadi.

Setan sudah bertekad hendak menyembunyikan terang Ilahi itu dari dunia, maka digunakannyalah segala tipu‑dayanya yang paling licik untuk membinasakan Juruselamat. Tetapi la yang tidak pernah mengantuk atas tidur itu, selamanya menunggui Putra‑Nya yang tercinta itu. Ia yang dulu kala telah menurunkan manna dari surga bagi bangsa Israel, dan yang telah memberi Elia makan pada waktu bala kelaparan itu, menyediakan di sebuah negeri kafir suatu perlindungan bagi Maria dan Yesus anak bayi itu. Maka oleh pemberian orang Majus yang datang dari suatu negeri kafir itu, Tuhan mencukupkan kebutuhan untuk perjalanan ke Mesir dan penumpangan di sebuah negeri orang asing.
Orang Majus itulah yang termasuk golongan orang yang pertama menyambut Penebus. Pemberian mereka itulah yang pertama diletakkan di kaki‑Nya. Maka dengan pemberian itu, alangkah mulianya pekerjaan yang telah mereka lakukan! Persembahan yang diberikan dengan hati yang penuh kasih, Allah suka menghormatinya, serta membubuhinya kegunaan yang sebesar‑besarnya dalam bekerja bagi‑Nya. Kalau kita sudah memberikan hati kita kepada Yesus niscaya kita juga akan membawa segala persembahan kita kepada‑Nya. Emas dan perak kita, harta‑benda duniawi kita yang termahal, segala karunia pikiran dan rohani yang tertinggi nilainya yang ada pada kita, akan kita serahkan dengan limpahnya kepada Dia yang mengasihi kita dan yang telah menyerahkan diri‑Nya sendiri bagi kita.
Herodes di Yerusalem dengan tidak sabar lagi menunggu pulangnya orang Majus itu. Dengan berlalunya waktu dan mereka itu tidak kunjung muncul juga, bangkitlah kecurigaannya. Keengganan rabi‑rabi untuk menunjukkan tempat kelahiran Mesias tampaknya menunjukkan bahwa mereka sudah mencium bau rencananya, dan bahwa orang Majus itu telah dengan sengaja menghindari dia. Pikiran itu menggeramkan hatinya. Tipu‑daya sudah gagal, tetapi kekerasan masih dapat digunakan. Ia akan mengadakan sebuah contoh dengan raja yang masih bayi ini. Orang Yahudi yang angkuh itu harus melihat apa yang dapat mereka harapkan dalam segala percobaan mereka hendak menempatkan seorang raja di atas takhta.
Serdadu‑serdadu dengan segera disuruh pergi ke Betlehem, dengan perintah untuk membunuh semua anak yang berusia dua tahun ke bawah. Rumah tangga yang tenteram di kota Daud itu menyaksikan peristiwa ngeri yang, enam ratus tahun sebelumnya, telah diberitahukan kepada nabi Yeremia. "Kedengaranlah di Rama suatu bunyi suara ratap dan tangis dan raung yang amat besar, yaitu Rahel menangisi anak‑anaknya, maka engganlah ia dihiburkan, sebab anak‑anaknya tiada lagi."
Malapetaka ini telah didatangkan oleh orang Yahudi ke atas diri mereka sendiri. Seandainya mereka berjalan dengan kesetiaan dan kerendahan hati di hadirat Allah, niscaya dengan suatu cara yang luar‑biasa la akan membuat murka raja itu tidak berbahaya bagi mereka. Tetapi mereka telah memisahkan diri dari Allah oleh dosa‑dosa mereka dan telah menolak Roh Kudus, yang merupakan perisai mereka satu‑satunya. Mereka tiada mempelajari Alkitab dengan hasrat hendak menurut kehendak Allah. Mereka telah menyelidiki nubuatan‑nubuatan yang dapat ditafsirkan untuk meninggikan diri mereka sendiri, dan untuk menunjukkan betapa Allah membenci semua bangsa yang lain. Mereka itu senantiasa membanggakan bahwa Mesias akan datang sebagai raja, menaklukkan segala musuh‑Nya, serta menginjak‑injak segenap bangsa kafir dalam murka‑Nya. Demikianlah mereka membangkitkan rasa dengki pemerintah mereka. Karena mereka sudah salah melukiskan pekerjaan Kristus, Setan bermaksud hendak melaksanakan kebinasaan Juruselamat; tetapi terjadi hal yang sebaliknya, bencana itu menimpa kepala mereka sendiri.
Tindakan kekejaman inilah salah satu kekejaman terakhir, yang menodai pemerintahan Herodes. Tidak lama sesudah pembunuhan terhadap anak-anak yang tidak berdosa itu, ia sendiri terpaksa menyerahkan diri ke dalam malapetaka yang tidak dapat dielakkan oleh seorang jua pun. Ia mengalami kematian yang sungguh mengerikan.

Yusuf, yang masih tinggal di Mesir itu, sekarang disuruh oleh seorang malaikat Allah untuk kembali ke negeri Israel. Karena memandang Yesus sebagai ahli waris takhta Daud, Yusuf ingin tinggal di Betlehem; tetapi ketika mendengar bahwa Arkhelaus memerintah di Yudea sebagai pengganti ayahnya, ia takut kalau‑kalau rencana ayahnya terhadap Kristus dilaksanakan oleh anaknya itu. Dari semua putra Herodes, Arkhelauslah yang paling serupa dengan dia dalam tabiat. Ketika ia mengambil alih pemerintahan, peristiwa itu telah ditandai dengan suatu huru‑hara di Yerusalem dan pembantaian beribu‑ribu orang Yahudi oleh para pengawal Romawi.
Sekali lagi Yusuf dituntun ke sebuah tempat yang aman. Ia pulang ke Nazaret, kampung halamannya yang dulu dan di sini kurang lebih tigapuluh tahun lamanya Yesus tinggal, "supaya genaplah barang yang dikatakan oleh segala nabi, bahwa Yesus akan bergelar orang Nazaret." Galilea adalah di bawah kekuasaan seorang putra Herodes, tetapi daerah itu mempunyai campuran penduduk asing yang jauh lebih besar daripada Yudea. Dengan demikian makin kuranglah perhatian dalam persoalan yang ada sangkut paut khusus dengan orang Yahudi, dan pengakuan tentang Yesus pun akan kurang kemungkinan membangkitkan kecemburuan orang‑orang yang memegang kekuasaan.
Demikianlah sambutan terhadap Juruselamat tatkala la datang ke dunia ini. Tampaknya tiadalah tempat beristirahat atau tempat yang aman bagi Penebus yang masih bayi itu. Allah tidak dapat mempercayakan Putra‑Nya yang tercinta itu kepada manusia, sungguhpun pada waktu sedang melaksanakan pekerjaan‑Nya demi keselamatan mereka. Disuruh‑Nya malaikat‑malaikat untuk mengawal Yesus dan untuk melindungi Dia hingga Ia menyelesaikan kelak tugas‑Nya di dunia ini, dan mati oleh tangan orang‑orang yang hendak diselamatkan‑Nya.

No comments:

Post a Comment