Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 5 PENYERAHAN


Pasal 5

PENYERAHAN

KIRA‑KIRA empat puluh hari sesudah Kristus lahir, Yusuf dan Maria membawa Dia ke Yerusalem, untuk mempersembahkan Dia kepada Tuhan, dan untuk mempersembahkan korban. Ini adalah sesuai dengan hukum Yahudi, dan sebagai pengganti umat manusia, Kristus wajib taat pada hukum dalam segala hal. Ia sudah menempuh upacara sunat, selaku ikrar ketaatan‑Nya pada hukum.
Selaku persembahan untuk ibu, hukum meminta seekor anak domba yang berumur setahun untuk korban bakaran dan seekor anak merpati atau tekukur untuk korban karena dosa. Tetapi hukum mengadakan peraturan, jika ibu bapa yang bersangkutan terlampau miskin untuk membawa seekor anak domba, sepasang tekukur atau dua ekor anak merpati, seekor untuk korban bakaran, yang seekor lagi untuk korban karena dosa, dapat diterima.
Segala persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan haruslah tidak bercacat. Persembahan ini membayangkan Kristus dan dari sini jelaslah bahwa Yesus Sendiri bebas dari cacat badani. Ialah "anak domba, yang tak bernoda dan tak bercacat" I Ptr. 1:19 itu. Bentuk tubuh‑Nya bebas dari segala macam cacat; tubuh‑Nya kuat dan sehat. Maka sepanjang umur hidup‑Nya Ia hidup menurut segala hukum alam. Baik dalam hal badani maupun dalam hal rohani, Dialah satu teladan dari apa yang direncanakan Allah bagi semua umat manusia oleh ketaatan pada hukum‑hukum‑Nya.
Penyerahan anak sulung berasal pada zaman purbakala. Allah telah berjanji hendak mengaruniakan Anak Sulung surga untuk menyelamatkan orang yang berdosa. Karunia ini harus diakui dalam tiap rumah tangga dengan penyerahan anak sulung. Ia harus diasingkan untuk keimamatan, sebagai wakil Kristus di antara manusia.
Dalam kelepasan bangsa Israel dari Mesir, penyerahan anak sulung kembali diperintahkan. Ketika bangsa Israel terikat dalam perhambaan kepada bangsa Mesir, Tuhan menyuruh Musa pergi kepada Firaun, raja Mesir, untuk mengatakan, "Inilah sabda Tuhan: Bahwa Israel itulah anak‑Ku, yaitu anak‑Ku yang sulung. Maka sebab itu sabda‑Ku kepadamu: Biarkanlah anak‑Ku pergi, supaya ia berbuat ibadat kepada‑Ku; jika engganlah engkau melepaskan dia pergi, niscaya Aku akan membunuh anakmu laki‑laki yang sulung."
Musa menyampaikan kabarnya itu; tetapi jawab raja yang angkuh itu ialah, "Siapa gerangan Tuhan, yang patut aku menurut kata‑Nya dan melepaskan orang Israel itu pergi: Tidak tahu aku akan Tuhan itu dan lagi tidak mau aku melepaskan orang Israel itu pergi." Tuhan bekerja bagi umat‑Nya dengan berbagai tanda dan mukjizat, menjatuhkan hukuman yang mahadahsyat atas Firaun. Akhirnya malaikat maut disuruh membunuh anak sulung manusia dan hewan di antara bangsa Mesir. Supaya orang Israel terhindar, mereka itu disuruh membubuhkan di ambang pintu rumahnya masing‑masing darah seekor anak domba yang telah tersembelih. Tiap rumah harus ditandai, supaya bila malaikat itu datang untuk melaksanakan tugas mautnya itu, dapatlah ia melalui rumah‑rumah bangsa Israel.


Setelah menjatuhkan hukuman ini atas Mesir, bersabdalah Tuhan kepada Musa, "Kuduskanlah bagi‑Ku semua anak sulung . . .baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka” "maka ketika Kupukul segala anak sulung di negeri Mesir, pada hari itu juga Kusucikan bagi‑Ku segala anak sulung di antara Israel, baik manusia, baik binatang adalah Aku punya; bahwa Akulah Tuhan." Setelah upacara bait suci dibentuk, diangkat Allah suku Lewi untuk mengambil tempat anak sulung seluruh bangsa Israel guna bekerja di dalam bait suci itu. Tetapi anak sulung masih tetap juga dianggap sebagai milik Tuhan, dan harus dibeli dengan tebusan.
Demikianlah hukum untuk mempersembahkan anak sulung itu dibuat mengandung arti yang istimewa. Meskipun merupakan peringatan untuk bagaimana ajaib Tuhan telah melepaskan bangsa Israel, dibayangkannya pula suatu kelepasan yang lebih besar, yang akan dilakukan oleh Anak Allah yang Tunggal. Sebagaimana darah yang dipercikkan di ambang pintu telah menyelamatkan anak‑anak sulung Israel, demikian juga darah Kristus berkuasa menyelamatkan dunia.
Jika demikian alangkah besarnya arti yang terkandung dalam upacara menyerahkan Kristus itu. Tetapi imam tiada melihat melalui tirai itu, ia tidak membaca rahasia yang di seberangnya. Upacara menyerahkan anak‑anak bayi adalah suatu peristiwa yang biasa saja. Dari hari ke hari imam menerima uang tebusan bila anak‑anak bayi itu diserahkan kepada Tuhan. Dari hari ke hari ia bekerja menurut acara kerjanya sehari‑hari, memberikan hanya sedikit perhatian kepada orang tua atau anak‑anak, kecuali ia melihat tanda‑tanda kekayaan atau kedudukan tinggi di pihak orang tua anak‑anak itu. Yusuf dan Maria miskin; maka ketika mereka datang dengan anaknya itu, imam melihat hanya seorang lelaki dan perempuan yang berpakaian seperti orang Galilea, dan dengan pakaian yang paling sederhana. Tiada barang sesuatu pun dalam rupa mereka yang menarik perhatian dan mereka mempersembahkan hanya persembahan yang biasa dipersembahkan oleh golongan yang tidak mampu.
Imam melaksanakan upacara pekerjaannya yang resmi. Ia memangku anak itu lalu mengangkatnya di depan mezbah. Sesudah mengembalikannya kepada ibunya, didaftarkannyalah nama‑Nya "Yesus" dalam daftar anak‑anak sulung. Ia sama sekali tidak menyangka, sementara anak bayi itu terletak pada tangannya, bahwa ialah Mahabesar surga, Raja Kemuliaan. Imam itu tidak memikirkan bahwa anak bayi inilah Dia, yang telah ditulis Musa, "Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu." Kisah 3:22. Tidak dipikirnya bahwa anak bayi inilah Dia yang kemuliaan‑Nya Musa telah memohon untuk melihatnya. Tetapi satu oknum yang lebih besar daripada Musa sedang terletak pada pangkuan imam itu; dan waktu ia mendaftarkan nama anak itu, ia tengah mendaftarkan nama Dia yang menjadi alasan seluruh peraturan keagamaan bangsa Yahudi. Nama itulah yang akan merupakan batalnya segala upacara tersebut; karena sistem korban dan persembahan sudah kian menjadi usang; lambang sudah hampir sampai kepada aslinya, bayangan itu sudah hampir sampai kepada ujudnya.


Shekinah sudah meninggalkan bait, tetapi dalam diri Anak Betlehem itu terselubunglah kemuliaan yang di hadapannya segala malaikat sujud Anak bayi yang belum tahu apa‑apa inilah benih yang telah dijanjikan itu, yang kepadanya mezbah pertama yang di pintu gerbang Eden dulu kala itu menunjuk. Inilah Silo, pemberi damai itu. Ialah yang menyebut diri‑Nya kepada Musa sebagai AKU ADA. Ialah yang dalam tiang awan dan tiang api dulu, telah menjadi penuntun bangsa Israel. Inilah Dia yang telah sejak lama diramalkan oleh para penilik. Ialah kerinduan segala bangsa, Akar dan Benih Daud, Bintang Timur yang gilang‑gemilang cahayanya. Nama anak bayi kecil yang masih belum berdaya itu, yang dituliskan dalam daftar bangsa Israel, menyatakan bahwa Ia adalah saudara kita, ialah harapan umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Anak itu yang untuknya uang tebusan telah dibayar, ialah Dia yang harus membayar tebusan untuk dosa‑dosa seluruh dunia. Ialah "imam besar atas isi rumah Allah" yang asli, kepala "imamat, yang tidak berkeputusan," perantara "di sebelah kanan yang Mahamulia dalam tempat yang tinggi."
Hal‑hal rohani dapat dimengerti dari sudut kerohanian. Dalam bait suci itu Anak Allah diserahkan untuk pekerjaan yang telah ditentukan bagi‑Nya. Imam memandang Dia sebagaimana ia memandang seseorang anak bayi lain. Tetapi sungguh pun ia tidak melihat atau pun merasai sesuatu yang luar biasa, perlakuan Allah dalam mengaruniakan Anak‑Nya itu kepada dunia ini diakui. Peristiwa ini tidak lalu tanpa sesuatu pengenalan akan Kristus. "Maka sesungguhnya dalam Yerusalem adalah seorang yang bernama Simeon; yaitu seorang yang benar lagi beribadat, maka adalah ia menantikan penghiburan Israel dan Roh Kudus pun adalah padanya. Maka kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa tidak ia akan melihat maut sebelum dilihatnya Kristus Tuhan itu dulu."
Waktu Simeon masuk ke dalam bait suci, dilihatnyalah satu keluarga tengah menyerahkan anak sulungnya di hadapan imam. Keadaan mereka menunjukkan adanya kemiskinan; tetapi Simeon mengerti amaran Roh, maka hatinya pun tergeraklah dengan amat sangat bahwa anak bayi yang tengah diserahkan kepada Tuhan itu ialah Penghiburan Israel, Orang yang ia rindu hendak melihatnya. Bagi imam yang tercengang‑cengang itu, Simeon nampak seperti seorang orang yang tengah terpesona karena kegirangan hatinya. Anak itu sudah dikembalikan kepada Maria, lalu diambilnya pada pangkuannya dan menyerahkan‑Nya kepada Allah, sedang suatu kegembiraan yang belum pernah dirasainya dulu meresapi jiwanya. Ketika ia mengangkat Juruselamat yang masih bayi itu ke arah surga, berkatalah ia, "Ya Tuhan, sekarang biarlah hamba‑Mu kembali dengan selamat, setuju dengan sabda‑Mu; karena mataku telah melihat selamat yang daripada‑Mu, yang Kau sediakan di hadapan segala bangsa; yaitu suatu terang akan menerangi segala orang kafir, dan suatu kemuliaan bagi umat‑Mu Israel."
Roh nubuat ada pada hamba Allah ini, dan sementara Yusuf dan Maria berdiri di sana, keheran‑heranan mendengar perkataannya, diberkatinya mereka itu, serta berkata kepada Maria, "Bahwasanya kanak‑kanak ini ditentukan akan jatuhnya dan bangkitnya banyak orang di antara orang Israel dan akan suatu alamat, yang akan diperbantahkan (bahkan, sebilah pedang pun akan makan terus ke dalam jiwamu sendiri), supaya isi hati banyak orang jadi nyata."
Hana juga, seorang nabiah, datang masuk lalu memperkuat kesaksian Simeon mengenai Kristus itu. Sedang Simeon berbicara, wajah wanita itu bersinar dengan kemuliaan Allah, dan dicurahkannya syukur hatinya karena ia sudah diizinkan melihat Kristus Tuhan itu.
Orang‑orang beribadat yang rendah hati ini telah mempelajari nubuatan tidak dengan sia‑sia. Tetapi orang‑orang yang menduduki pangkat sebagai penghulu‑penghulu dan imam‑imam di Israel, sungguh pun mereka juga sudah mendengar pernyataan yang indah dari nubuatan, mereka tidak berjalan pada jalan Tuhan, dan mata mereka tidak terbuka untuk melihat Terang hidup itu.


Masih demikian juga keadaan sekarang ini. Peristiwa‑peristiwa yang menjadi pusat perhatian segenap surga tidak dilihat, dan terjadinya segala peristiwa itu tidak diperhatikan oleh para pemimpin agama, serta oleh orang yang berbakti dalam rumah Allah. Orang mengakui Kristus dalam sejarah, sedangkan mereka berpaling meninggalkan Kristus yang hidup. Kristus dalam sabda‑Nya meminta pengorbanan diri, dalam diri para fakir miskin dan para penderita yang meminta pertolongan, dalam pekerjaan kebenaran di mana tersangkut kemiskinan, pekerjaan banting‑tulang dan fitnahan, tidaklah lebih segera disambut hari ini daripada la disambut delapan belas abad yang lalu.
Maria memikir‑mikirkan nubuatan Simeon yang mempunyai arti luas itu. Sedang ia memandangi anak yang pada pangkuannya itu, dan mengenangkan perkataan yang diucapkan oleh gembala‑gembala Betlehem dulu, penuhlah hatinya dengan sukacita dan harapan yang gemilang. Perkataan Simeon itu mengingatkan kepadanya ucapan nubuatan nabi Yesaya: "Karena daripada tunggul Isai yang terpotong itu akan terbit suatu pucuk dan suatu taruk daripada akarnya akan berbuah, maka pada‑Nya akan tinggal Roh Tuhan, yaitu Roh hikmat dan akal‑budi Roh bicara dan kuat, Roh pengetahuan dan takut akan Tuhan.... Karena keadilan akan menjadi pengikat pinggang‑Nya, dan kebenaran pun akan menjadi cindai‑Nya." "Adapun orang yang duduk dalam gelap itu, mereka itu akan melihat suatu terang besar dan bagi segala orang yang duduk di tanah bayang‑bayang kematian itu akan terbit suatu terang atasnya.... Karena seorang kanak‑kanak sudah jadi bagi kita, seorang anak laki‑laki sudah dikaruniakan kepada kita; bahwa pemerintahan adalah di atas bahu‑Nya dan nama‑Nya pun disebut oranglah Ajaib, Bicara, Allah yang Mahakuasa, Abualkadim, Raja Damai."
Tetapi Maria tidak mengerti tugas Kristus. Simeon sudah bernubuat tentang Dia sebagai suatu terang untuk menerangi orang kafir, serta suatu kemuliaan bagi Israel. Demikianlah malaikat‑malaikat telah mengumumkan kelahiran Juruselamat itu sebagai kabar kesukaan bagi segala bangsa. Allah sedang berusaha memperbaiki pendapat orang Yahudi yang sempit tentang pekerjaan Mesias. Ia menghendaki agar manusia memandang Dia, bukan saja sebagai pelepas bangsa Israel, tetapi juga sebagai Penebus dunia. Tetapi memerlukan bertahun‑tahun lamanya bagi ibu Yesus sendiri untuk mengerti tugas‑Nya.
Maria mengharapkan masa Mesias berkerajaan di atas takhta Daud, tetapi ia tidak melihat baptisan penderitaan dengan mana hal itu wajib dicapai. Oleh Simeon sudah dinyatakan bahwa Mesias tidak akan menempuh satu jalan yang bebas dari segala rintangan di dunia ini. Dalam ucapan yang kepada Maria, "Sebilah pedang pun akan makan terus ke dalam jiwamu sendiri," Allah dalam kasihan‑Nya yang lemah‑lembut memberikan kepada ibu Yesus amaran tentang penderitaan yang oleh karena‑Nya sudah mulai dideritanya."
"Bahwasanya," Simeon telah berkata, "kanak‑kanak ini ditentukan akan jatuhnya dan bangkitnya banyak orang di antara orang Israel dan akan suatu alamat, yang akan diperbantahkan." Mereka yang akan bangkit pula harus lebih dulu jatuh. Kita mesti jatuh ke atas Batu itu dan hancur, sebelum kita dapat diangkat dalam Kristus. Diri harus diturunkan dari takhtanya, kesombongan harus direndahkan, kalau kita hendak mengetahui kemuliaan kerajaan kerohanian. Orang Yahudi tidak mau menerima kehormatan yang dicapai dengan jalan kerendahan. Sebab itu mereka tidak mau menerima Penebusnya. Ialah alamat yang akan diperbantahkan orang itu.


"Supaya isi hati banyak orang jadi nyata." Dalam terang kehidupan Juruselamat, hati sekalian orang, bahkan dari Khalik hingga raja kegelapan, dinyatakan. Setan telah melukiskan Allah sebagai mementingkan diri dan suka menindas, sebagai menurut semuanya tetapi tidak memberikan barang sesuatu, sebagai meminta pelayanan dari segala makhluk‑Nya demi kemuliaan‑Nya sendiri, tetapi tidak suka mengadakan sesuatu pengorbanan demi kebaikan mereka itu. Tetapi perihal Kristus dikaruniakan menyatakan hati Bapa. Disaksikannya bahwa pikiran Allah terhadap kita adalah "rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan." Yeremia 29:11. Hal itu menandaskan bahwa meskipun kebencian hati Allah terhadap dosa kuat laksana maut, kasih‑Nya kepada orang berdosa lebih kuat daripada maut. Setelah melaksanakan penebusan kita, la tidak akan menahan barang sesuatu, bagaimanapun mahalnya, yang perlu untuk penyempurnaan pekerjaan‑Nya. Tiada kebenaran yang penting artinya bagi keselamatan kita yang ditahankan, tiada mukjizat kemurahan yang dilalaikan, tiada alat Ilahi yang tidak digunakan. Kerelaan ditimbun atas kerelaan karunia atas karunia. Seluruh perbendaharaan surga terbuka bagi orang‑orang yang Ia berusaha hendak menyelamatkannya. Sesudah mengumpulkan kekayaan alam semesta, dan membukakan sumber‑sumber kekuasaan yang tidak terhingga, diserahkan‑Nya semuanya ini ke tangan Kristus, seraya bersabda, Semuanya ini adalah untuk manusia. Gunakanlah segala karunia ini untuk menginsafkan manusia itu bahwa tiadalah kasih yang lebih besar daripada kasih‑Ku di dunia atau di surga. Kebahagiaannya yang terbesar akan terdapat dalam mengasihi Aku.
Di salib Golgota, kasih dan sifat mementingkan diri tegak berhadap‑hadapan. Di sinilah puncak kenyataannya. Kristus telah hidup hanya untuk menghibur dan memberkati, dan dalam membunuh Dia, Setan menyatakan kedurjanaan kebencian hatinya kepada Allah. Ditunjukkannya dengan nyata bahwa maksud pemberontakannya yang sesungguhnya ialah hendak menurunkan Allah dari takhta‑Nya, dan untuk membinasakan Dia yang oleh‑Nya kasih Allah ditunjukkan.
Oleh kehidupan dan kematian Kristus, pikiran manusia pun turut kelihatan. Dari palungan hingga kayu salib, kehidupan Yesus merupakan suatu panggilan kepada penyerahan diri, dan kepada persekutuan dalam penderitaan. Disingkapkannya tabir segala maksud manusia. Yesus datang dengan kebenaran surga, dan semua orang yang mencamkan suara Roh Kudus tertarik kepada‑Nya. Orang‑orang yang berbakti kepada diri sendiri adalah rakyat kerajaan Setan. Dalam sikap mereka terhadap Kristus, semua orang akan menunjukkan di pihak mana mereka itu berdiri. Maka demikianlah setiap orang menjatuhkan hukuman atas dirinya sendiri.


Pada hari pehukuman terakhir kelak, setiap jiwa yang hilang akan mengerti sifat penolakannya akan kebenaran. Salib akan dihadapkan, dan artinya yang sesungguhnya akan dimaklumi oleh setiap pikiran yang telah dibutakan oleh pelanggaran. Di hadapan penglihatan akan Golgota dengan Korbannya yang penuh rahasia itu, orang berdosa akan berdiri dengan terkutuk. Setiap maaf bohong akan disapu bersih. Kemurtadan manusia akan tampak dalam keadaannya yang keji. Manusia akan melihat apa yang telah menjadi pilihan mereka. Tiap pertanyaan tentang kebenaran dan kesalahan dalam pertikaian yang sudah sejak lama berlangsung itu akan jelaslah kelak. Dalam pengadilan semesta alam kelak, Allah akan bersih dari kesalahan atas adanya atau lanjutnya kejahatan. Akan ditunjukkan kelak bahwa segala titah Ilahi bukanlah alat‑alat yang menimbulkan dosa. Tidak ada cacat dalam pemerintahan Allah, tiada sebab untuk pendurhakaan. Manakala isi segala hati kelak ternyata, baik yang setiawan maupun yang pemberontak akan bersatu mengatakan, "Adil dan benarlah segala jalan‑Mu, ya Raja segala orang suci! Siapa gerangan yang tidak takut akan Dikau, ya Tuhan, dan siapakah yang tidak memuliakan Nama‑Mu? . . . karena segala hukum‑Mu telah nyatalah."

(Pasal ini didasarkan atas Lukas 2:21‑38)




No comments:

Post a Comment