Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 15 PADA PESTA PERNIKAHAN


Pasal 15
PADA PESTA PERNIKAHAN


YESUS bukannya memulai pekerjaan‑Nya dengan sesuatu pekerjaan besar di hadapan Sanhedrin di Yerusalem. Di sebuah kumpulan rumah tangga di suatu kampung kecil di Galilea, kuasa‑Nya dipertunjukkan untuk memperbesar kegirangan pesta nikah. Demikianlah ditunjukkan‑Nya simpati‑Nya kepada manusia, dan hasrat‑Nya untuk melayani demi kebahagiaan mereka. Di padang belantara pencobaan Ia Sendiri telah minum dari cawan malapetaka. Ia pergi untuk memberikan kepada manusia cawan berkat, dan oleh berkat‑Nya menguduskan hubungan hidup manusia.
Dari Yarden, Yesus telah pulang ke Galilea. Akan ada pernikahan di Kana, sebuah kota kecil tidak jauh dari Nazaret; yang akan kawin itu adalah kaum keluarga Yusuf dan Maryam; maka Yesus yang mengetahui himpunan keluarga tersebut, telah pergi ke Kana, dan bersama murid‑murid‑Nya Ia diundang kepada pesta nikah itu.
Ia bertemu kembali dengan ibu‑Nya, yang sudah agak lama berpisah dengan Dia. Maryam telah mendengar kabar tentang pernyataan yang di ---------------
Pasal ini dialaskan atas Yohanes 2 1‑11.

Yarden, pada waktu Ia dibaptiskan. Kabar itu telah dibawa ke Nazaret, dan telah mengingatkan kembali kepadanya segala peristiwa yang telah sekian tahun lamanya tersimpan di dalam hatinya. Seperti halnya dengan semua orang Israel, Maryam tergerak sekali hatinya oleh pekerjaan Yohanes Pembaptis. Ia masih mengingat betul nubuatan yang diberikan pada waktu, kelahiran‑Nya. Kini hubungannya dengan Yesus menyalakan pengharapannya kembali. Tetapi kabar telah sampai juga kepadanya tentang kepergian Yesus yang gaib itu ke padang belantara, dan ia telah disusahkan oleh kekuatiran‑kekuatiran.
Semenjak hari ketika ia mendengar pengumuman malaikat di rumahnya di Nazaret, Maryam telah menyimpan setiap bukti bahwa Yesus adalah Messias. Hidup‑Nya yang manis dan tidak mementingkan diri itu memastikan kepadanya bahwa tak dapat tiada lalah Yang Diutus Allah. Namun datang juga kepadanya kebimbangan dan kekecewaan, dan ia telah merindukan waktu apabila kemuliaan‑Nya kelak dinyatakan. Maut telah memisahkan dia dari Yusuf, yang turut mengetahui dengan dia rahasia kelahiran Yesus itu. Sekarang tiadalah seorang pun kepada siapa ia dapat mempercayakan segala harapan dan kekuatirannya. Dua bulan yang baru lalu telah dipenuhi dengan kedukaan. Ia telah berpisah dari Yesus, yang di dalam simpati‑Nya ia mendapat penghiburan; ia merenungkan ucapan Simeon, "dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri," Lukas 2:35; terkenanglah ia akan tiga hari derita ketika ia menyangka Yesus sudah hilang daripadanya untuk selama‑lamanya; dan dengan hati yang amat cemas ia menantikan Yesus pulang.
Pada pesta nikah itu ia bertemu dengan Dia, tetap sebagai seorang anak yang lemah‑lembut dan patuh. Namun tidak lagi sama. Wajah‑Nya sudah berubah. Wajah‑Nya itu mengandung bekas‑bekas pergumulan‑Nya yang di padang belantara, dan suatu kenyataan yang baru tentang keagungan dan kuasa membuktikan tugas semawi‑Nya itu. Dengan Dia adalah serombongan orang muda, yang matanya mengikuti Dia dengan rasa hormat, dan yang memanggil Dia Guru. Kawan‑kawan tersebut menceriterakan kepada Maryam apa yang telah mereka lihat dan dengar pada waktu Ia dibaptiskan dan di mana‑mana. Mereka menarik kesimpulan dengan berkata, "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi." Yohanes 1:45 .
Ketika para tamu berhimpun, banyak yang nampaknya asyik memikirkan pokok‑pokok pembicaraan yang sangat menarik hati. Kegembiraan yang tertekan meliputi seluruh himpunan itu. Rombongan‑rombongan kecil berbicara satu sama lain dengan nada gembira tetapi tenang, dan pandangan ta'ajub dialihkan kepada Putera Maryam itu. Ketika Maryam telah mendengar kesaksian murid‑murid itu tentang Yesus, hatinya pun digembirakan dengan kepastian bahwa segala harapannya yang telah lama ditaruhnya dalam hatinya tidak sia‑sia belaka. Namun sudah tentu ia akan lebih daripada manusia sekiranya tidak ada tercampur dengan sukacitanya yang suci itu sekelumit kebanggaan sewajarnya dari ibu yang penyayang itu. Ketika melihat pandangan yang sekian banyak ditujukan kepada Yesus, ia sangat mengingini agar Ia membuktikan kepada himpunan itu bahwa sesungguhnya Ialah Yang Dihormati Allah itu. Ia mengharapkan supaya kiranya ada kesempatan bagi Dia untuk mengadakan suatu mukjizat di hadapan mereka.
Menurut adat istiadat pada zaman itu pesta nikah berlangsung beberapa hari lamanya. Pada kesempatan ini, sebelum pesta itu berakhir, diketahui bahwa persediaan air anggur sudah habis. Hal ini menimbulkan kebingungan dan penyesalan yang amat sangat. Tidaklah biasa untuk tidak menghidangkan air anggur pada pesta, dan tiadanya air anggur akan seolah‑olah menunjukkan kurang kesediaannya menerima tamu. Selaku seorang anggota kaum keluarga dari yang bersangkutan itu, Maryam telah menolong dalam urusan pesta itu, dan sekarang berbicaralah ia kepada Yesus, katanya, "Tiada air anggur pada mereka itu." Perkataan ini merupakan suatu anjuran supaya Ia kiranya mencukupkan keperluan mereka itu. Tetapi Yesus menyahut, "Hai perempuan, apakah perkara‑Ku dengan dikau? Bahwa belum sampai waktu‑Ku."
Jawab ini, yang nampaknya kasar bagi kita, tidaklah menyatakan sikap dingin atau tidak adanya kesopanan. Bentuk jawab Juruselamat kepada ibu‑Nya itu adalah sesuai dengan adat ketimuran. Ucapan itu digunakan terhadap orang‑orang yang kepadanya hendak ditunjukkan rasa hormat. Setiap perbuatan Kristus selama hidup di dunia ini adalah selaras dengan ajaran yang telah diberikan‑Nya sendiri, "Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu." Keluaran 20:12. Di kayu salib, dalam perbuatan kelemah­-lembutan‑Nya yang terakhir terhadap ibu‑Nya, Yesus menyapa dia dengan cara yang begitu pula, ketika la menyerahkan dia kepada penjagaan murid‑Nya yang paling dikasihi‑Nya. Baik di pesta nikah itu maupun di kayu salib, kasih yang dinyatakan dengan nada suara, pandangan mata dan tingkah laku itu menafsirkan ucapan‑Nya itu.
Pada kunjungan‑Nya ke kaabah waktu Ia masih kanak‑kanak, ketika rahasia pekerjaan hidup‑Nya terbuka di hadapan‑Nya, Kristus telah berkata kepada Maryam, "Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Lukas 2:49. Ucapan ini menunjukkan inti seluruh hidup dan pekerjaan‑Nya. Segala sesuatu dikesampingkan demi pekerjaan‑Nya, yaitu pekerjaan penebusan yang besar yang hendak dilaksanakan‑Nya oleh kedatangan‑Nya ke dunia ini. Sekarang Ia mengulangi pelajaran itu. Ada bahaya bahwa Maryam akan menganggap hubungannya dengan Yesus sebagai memberi kepadanya hak istimewa atas Dia, dan hak, dalam sesuatu tingkat,
untuk memimpin Dia di dalam tugas‑Nya. Selama tigapuluh tahun Ia telah merupakan seorang anak yang penuh kasih dan penurut baginya, dan kasih‑Nya tidak berubah; tetapi sekarang Ia mesti pergi keluar untuk melakukan pekerjaan Bapa‑Nya. Sebagai Putera Yang Maha Tinggi, dan Juruselamat dunia, tiada satu pun ikatan duniawi yang dapat menahani Dia daripada melaksanakan pekerjaan‑Nya itu, atau mempengaruhi tingkah laku‑Nya. Ia mesti bebas untuk melakukan kehendak Allah. Pelajaran ini adalah juga untuk kita. Hak‑hak Allah adalah lebih utama daripada segala ikatan hubungan manusia. Tiada satupun penarikan duniawi yang boleh memalingkan kaki kita dari jalan yang disuruh‑Nya kita jalani.
Satu‑satunya harapan penebusan bagi kita umat manusia yang telah berdosa ini ialah di dalam Kristus. Maryam dapat memperoleh keselamatan hanya oleh Anak Domba Allah itu. Di dalam dirinya sendiri, ia tidak memiliki jasa. Hubungannya dengan Yesus tidak menempatkan dia dalam sesuatu hubungan rohani dengan Dia yang berbeda dengan yang dimiliki oleh siapa pun juga. Hal ini ternyata dalam ucapan Juruselamat. Dijelaskan‑Nya perbedaan antara hubungan‑Nya dengan ibu‑Nya sebagai Anak manusia dan sebagai Anak Allah. Ikatan kekeluargaan antara mereka bagaimana pun tidak menaruh dia dalam kesamaan dengan Dia.
Ucapan, "Belum sampai waktu‑Ku," itu menunjuk kepada kenyataan bahwa segala perbuatan dalam kehidupan Kristus di dunia ini, adalah untuk menggenapi rencana yang telah ada sejak zaman yang kekal. Sebelum Ia datang ke dunia ini, rencana itu terbentang di hadapan‑Nya, sempurna dalam segala seluk‑beluknya. Tetapi sementara Ia berjalan di antara manusia, Ia dituntun, langkah demi langkah, oleh kehendak Bapa. Ia tidak ragu‑ragu untuk bertindak pada waktu yang telah ditentukan. Dengan penyerahan yang sama Ia menanti hingga waktunya tiba.
Dalam mengatakan kepada Maryam bahwa waktu‑Nya belum tiba, Yesus sedang menjawab pikiran ibunya yang tidak diucapkannya,—harapan yang dipegangnya bersama dengan bangsanya. Ia mengharap supaya Ia mau menyatakan diri‑Nya sebagai Mesias, serta mengambil takhta bangsa Israel. Akan tetapi waktunya belum tiba. Bukannya sebagai seorang Raja, melainkan sebagai "Seorang yang kena sengsara dan yang biasa dalam kesukaran" telah diterima Yesus nasib manusia itu.
Akan tetapi sungguh pun Maryam tidak mempunyai pengertian yang tepat tentang pekerjaan Kristus, ia percaya pada‑Nya dengan teguh. Terhadap iman inilah Yesus memberi sambutan. Untuk menghormati iman Maryam dan untuk meneguhkan iman murid‑murid‑Nya, mukjizat yang pertama itu diadakan. Murid‑murid itu harus menghadapi banyak pencobaan yang besar‑besar untuk tidak percaya. Bagi mereka segala nubuatan sudah menjelaskan dengan tidak dapat dibantah lagi bahwa Yesus ialah Mesias. Mereka mengharapkan supaya para pemimpin agama menerima Dia dengan keyakinan yang lebih besar lagi daripada keyakinan mereka sendiri. Mereka menyatakan di antara orang banyak segala perbuatan ajaib Kristus serta keyakinan mereka sendiri pada tugas‑Nya, akan tetapi mereka itu tercengang dan sangat terkecewa melihat sifat kurang percaya, prasangka yang telah mendalam, serta permusuhan terhadap Yesus, yang ditunjukkan oleh imam‑imam dan rabbi‑rabbi. Mukjizat Juruselamat yang pertama itu menguatkan murid‑murid itu untuk menghadapi perlawanan ini.
Dengan tidak merasa tersinggung sama sekali oleh ucapan Yesus itu, Maryam berkata kepada orang‑orang yang melayani di meja, "Barang yang disuruh‑Nya kepadamu, buatlah olehmu." Demikianlah dilakukannya apa yang dapat dikerjakannya untuk menyediakan jalan bagi pekerjaan Kristus.
Di samping pintu masuk ada enam tempayan batu yang besar, lalu Yesus menyuruh pelayan‑pelayan mengisi tempayan‑tempayan itu dengan air. Perintah itu diturut. Kemudian ketika air anggur itu diperlukan untuk langsung dihidangkan kepada para tamu, Ia berkata, "Sekarang ciduklah; bawalah kepada pemerintah perjamuan." Gantinya air yang diisikan ke dalam semua tempayan itu, keluarlah air anggur. Baik pengurus pesta itu mau pun para tamu pada umumnya tidak menyadari bahwa persediaan air anggur sudah habis. Tatkala mengecap air anggur yang dibawa oleh pelayan‑pelayan itu, pengurus pesta itu merasa air anggur itu lebih sedap daripada air anggur mana pun juga yang pernah diminumnya dahulu, dan lain sekali daripada yang dihidangkan pada permulaan pesta itu. Sambil berpaling kepada mempelai lelaki ia berkata, "Adatlah segala orang menghidangkan air anggur yang baik dahulu, setelah sudah puas orang minum baru dihidangkan yang kurang sedap, maka tuan menyimpan air anggur yang baik sampai sekarang."
Sebagaimana manusia menghidangkan air anggur yang paling baik lebih dahulu, kemudian yang kurang baik, demikian juga dunia ini dengan segala pemberiannya. Apa yang ditawarkannya boleh jadi menyenangkan mata serta mempesona segenap perasaan, tetapi ternyata tidak memuaskan. Air anggur itu berubah menjadi pahit, kegembiraan menjadi kemurungan. Apa yang dimulai dengan nyanyian dan sukacita, berakhir dengan kepenatan dan kebosanan. Akan tetapi segala pemberian Yesus selamanya segar dan baru. Pesta yang disediakan‑Nya bagi jiwa, tidak pernah gagal untuk memberikan kepuasan dan kesukaan. Setiap pemberian yang baru memperbesar kesanggupan penerimanya untuk menghargai serta menikmati berkat‑berkat Tuhan. Ia mengaruniakan rahmat untuk rahmat. Persediaan tidak akan habis. Jika engkau tinggal di dalam Dia, perihal engkau menerima karunia yang besar hari ini, memastikan penerimaan karunia yang lebih besar lagi esok hari. Perkataan Yesus kepada Natanael menyatakan hukum perlakuan Allah terhadap anak‑anak iman. Setiap kali Ia menyatakan kasih‑Nya, Ia berkata kepada hati yang suka menerima, "Engkau percaya? engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu." Yohanes 1: 50.
Karunia Kristus kepada pesta nikah itu adalah suatu lambang. Air itu mengibaratkan baptisan ke dalam kematian‑Nya; air anggur itu, pencurahan darah‑Nya untuk dosa‑dosa dunia ini. Air untuk mengisi segala tempayan itu dibawa oleh tangan manusia, akan tetapi sabda Kristus sajalah yang memberi dapat membubuhkan kepadanya khasiat yang memberikan hidup. Demikian pula halnya dengan segala upacara yang menunjuk kepada kematian Juruselamat. Hanya oleh kuasa Kristus, yang bekerja oleh iman, segenap upacara tersebut beroleh kemanjuran untuk memberi makan kepada jiwa.
Sabda Kristus mencukupkan persediaan untuk pesta itu. Demikianlah limpahnya persediaan rahmat‑Nya untuk menghapuskan segala kejahatan manusia, serta membaharui dan memelihara jiwa.
Pada pesta pertama yang dihadiri‑Nya dengan murid‑murid‑Nya, Yesus memberikan kepada mereka cawan yang melambangkan pekerjaan‑Nya untuk keselamatan mereka. Pada jamuan makan yang terakhir, cawan itu diberikan‑Nya pula, dalam Ia meresmikan upacara yang kudus itu yang olehnya kematian‑Nya akan ditunjukkan "sampai Ia datang." 1 Kor. 11:26. Maka dukacita murid‑murid itu waktu berpisah dari Tuhan mereka itu, dihiburkan dengan janji tentang pertemuan kembali, ketika Ia berkata, "Mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." Matius 26:29.
Air anggur yang disediakan Kristus untuk pesta itu, dan yang diberikan‑Nya kepada murid‑murid sebagai lambang darah‑Nya sendiri, adalah sari buah anggur asli. Inilah yang disebut oleh nabi Yesaya waktu ia berbicara tentang anggur baru "dalam suatu tandan," lalu berkata, "Janganlah musnahkan itu, sebab di dalamnya masih ada berkat!" Yesaya 65:8.
Kristuslah yang dalam Wasiat Lama memberikan amaran kepada bangsa Israel, "Anggur adalah pencemooh, minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang terhuyung-huyung karenanya." Amsal 20:1. Dan Ia Sendiri tidak menyediakan minuman yang sedemikian. Setan menggoda manusia ke dalam pemanjaan diri yang akan mengelamkan pertimbangan serta menumpulkan pengertian rohani, tetapi Kristus mengajar kita supaya menundukkan sifat‑sifat hawa nafsu. Seluruh hidup‑Nya menjadi suatu teladan dalam hal penyangkalan diri. Supaya dapat menghancurkan kuasa selera, la menderita untuk kita ujian yang paling keras yang dapat ditanggung oleh manusia. Kristuslah yang memberikan petunjuk supaya Yohanes Pembaptis jangan meminum baik air anggur mau pun minuman keras. Ialah juga yang memerintahkan pertarakan seperti itu kepada isteri Manoah. Maka Ia mengucapkan laknat kepada orang yang menaruh botol minuman keras ke bibir sesamanya manusia. Kristus tidak membantah ajaran‑Nya sendiri. Air anggur yang tidak beragi yang disediakan‑Nya untuk para tamu pesta nikah itu adalah minuman yang sehat serta menyegarkan. Pengaruhnya haruslah menyesuaikan cita rasa dengan selera yang sehat.
Sementara para tamu yang di pesta itu menyebut‑nyebut mutu air anggur itu, diadakanlah penyelidikan yang memperoleh dari pelayan‑pelayan hal‑ikhwal mukjizat itu. Seketika lamanya seluruh himpunan itu keheran‑heranan memikirkan Dia yang telah mengadakan perbuatan ajaib itu. Ketika pada akhirnya mereka mencahari Dia, ternyata bahwa Ia telah pergi dengan diam‑diam sehingga tidak diperhatikan oleh murid‑murid‑Nya sekali pun.
Perhatian himpunan itu kini dialihkan kepada murid‑murid itu. Untuk pertama kali mereka mendapat kesempatan untuk mengakui iman mereka kepada Yesus. Mereka menceriterakan apa yang telah mereka lihat dan dengar di Yarden, lalu timbullah di dalam hati banyak orang harapan bahwa Allah telah membangkitkan seorang pelepas bagi umat‑Nya. Kabar tentang mukjizat itu pun tersiarlah ke segenap daerah itu serta disampaikan ke Yerusalem. Dengan perhatian yang baru imam‑imam dan tua‑tua menyelidiki segala nubuatan yang menunjuk kepada kedatangan Kristus. Terbitlah keinginan yang sungguh‑sungguh untuk mempelajari tugas guru baru ini, yang menampakkan dirinya di antara orang banyak dengan cara yang begitu rendah hati.
Pekerjaan Kristus nyata benar bedanya dengan pekerjaan tua‑tua bangsa Yahudi. Penghormatan mereka terhadap segala tradisi dan upacara‑upacara resmi telah memusnahkan semua kemerdekaan pikiran atau perbuatan yang sungguh. Mereka selamanya hidup dalam ketakutan akan kenajisan. Untuk menghindarkan sentuhan dengan "Yang najis," mereka mengasingkan diri, bukan saja dari orang‑orang kapir, tetapi juga dari kebanyakan bangsa mereka sendiri, dengan tidak berusaha untuk mendatangkan keuntungan kepada mereka ataupun untuk menarik persahabatannya. Dengan selalu merenungkan hal‑hal ini, mereka telah mengerdilkan pikiran serta mempersempit lingkungan hidup mereka. Teladan yang mereka berikan itu menganjurkan sifat mementingkan diri serta ketidak‑sabaran di antara segenap lapisan masyarakat.
Yesus memulai pekerjaan pembaruan oleh menunjukkan simpati yang erat dengan manusia. Meski pun Ia menunjukkan penghormatan yang sebesar‑besarnya bagi taurat Allah, Ia mengecam kealiman pura‑pura di pihak kaum Parisi, serta berusaha membebaskan orang banyak dari segala peraturan yang tidak masuk di akal, yang mengikat mereka. Ia sedang berusaha hendak merubuhkan segala penghalang yang memisahkan lapisan‑lapisan masyarakat yang berbeda‑beda, supaya Ia dapat mempersatukan manusia sebagai anak‑anak dalam satu keluarga. Kehadiran‑Nya di pesta nikah itu dimaksudkan untuk menjadi suatu langkah ke arah pelaksanaan maksud ini.
Allah telah menuntun Yohanes Pembaptis untuk tinggal di padang belantara, supaya ia dapat terlindung dari pengaruh imam‑imam dan rabbi‑rabbi, dan disiapkan untuk tugas istimewa. Akan tetapi kehematannya dan pengasingan hidupnya bukan menjadi teladan bagi orang banyak. Yohanes sendiri tidak pernah menyuruh para pendengarnya meninggalkan kewajiban‑kewajiban mereka yang dahulu. Ia menyuruh mereka menunjukkan bukti pertobatan mereka oleh kesetiaan kepada Allah di tempat di mana mereka itu telah dipanggil‑Nya.
Yesus mencela pemanjaan diri dalam segenap bentuknya, namun Ia bersifat suka bergaul. Ia menerima keramahtamahan dari segala golongan masyarakat, mengunjungi rumah‑rumah para hartawan dan fakir miskin, yang terpelajar dan yang bodoh, serta berusaha mengangkat pikiran mereka dari soal‑soal hidup biasa kepada perkara‑perkara yang bersifat rohani dan kekal. Ia tidak mengizinkan pemborosan, dan tidak ada bayang‑bayang kesemberonoan duniawi menodai kelakuan‑Nya; namun Ia merasa senang melihat peristiwa kebahagiaan yang polos, dan dengan hadirat‑Nya Ia membenarkan himpunan ramah‑tamah. Pernikahan di dalam bangsa Yahudi adalah suatu upacara yang menarik hati, dan kegembiraannya tidaklah menggusarkan hati Anak manusia itu. Oleh menghadiri pesta ini, Yesus menghormati pernikahan selaku suatu peraturan Ilahi.
Baik dalam Wasiat Lama mau pun dalam Wasiat Baru, hubungan pernikahan digunakan untuk mengibaratkan persatuan yang manis serta suci yang ada antara Kristus dan umat‑Nya. Bagi pikiran Yesus kegembiraan dalam keramaian pernikahan menunjuk.jauh kepada kegembiraan hari itu apabila kelak la membawa mempelai‑Nya perempuan ke rumah Bapa‑Nya, maka yang ditebus itu bersama‑sama dengan Penebus‑Nya duduk untuk perjamuan nikah Anak Domba itu. Kata‑Nya, "Seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu." "Tidak akan disebut lagi 'yang ditinggalkan suami'; . . . tetapi engkau akan dinamai 'yang berkenan kepada-Ku'. . . sebab Tuhan telah berkenan kepadamu." "Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai," Yesaya 62:5, 4; Zefanya 3:17. Ketika wahyu tentang perkara‑perkara semawi dianugerahkan kepada rasul Yohanes, ia menulis, "Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hariperkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." "Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Why. 19:6, 7, 9.
Yesus melihat di dalam tiap‑tiap jiwa seorang yang kepadanya mesti diberikan panggilan supaya datang ke dalam kerajaan‑Nya. Ia menarik hati orang oleh menggabungkan diri-Nya dengan mereka sebagai seorang yang mengingini kebahagiaan mereka. Ia mencari mereka di jalan umum, di rumah pribadi, di perahu, di tempat kebaktian, di tepi danau, dan di pesta nikah. Ia menemui mereka di tempat pekerjaan mereka sehari‑hari, dan menunjukkan perhatian pada soal‑soal kehidupan mereka. Ia membawa pengajaran‑Nya ke setiap rumah tangga, dengan membawa keluarga‑keluarga dalam rumahnya sendiri ke bawah pengaruh hadirat Ilahi‑Nya itu. Simpati‑Nya yang kuat menolong menarik hati banyak orang. Ia sering pergi ke gunung‑gunung untuk berdoa sendirian, tetapi ini adalah persiapan untuk pekerjaan‑Nya di antara manusia yang bekerja sibuk. Dari saat berdoa inilah la keluar untuk menolong orang yang sakit, untuk mengajar orang yang tidak berpengetahuan, dan untuk menghancurkan belenggu‑belenggu segala tawanan Setan.
Oleh hubungan dan pergaulan pribadilah Yesus melatih murid‑murid‑Nya. Kadang‑kadang Ia mengajar mereka, dengan duduk di antara mereka di lereng gunung; kadang‑kadang di pinggir laut, atau berjalan dengan mereka di jalan, dinyatakan‑Nya rahasia‑rahasia kerajaan Allah. Ia tidak berkhotbah, seperti yang dilakukan orang pada zaman ini. Di mana saja hati orang terbuka untuk menerima pekabaran Ilahi, dibukakan‑Nya kebenaran jalan keselamatan. Ia tidak memerintahkan murid‑murid‑Nya supaya melakukan ini atau itu, melainkan mengatakan, "Ikutlah Aku." Dalam segala perjalanan‑Nya melalui desa‑desa dan kota‑kota dibawa‑Nya mereka itu serta‑Nya, supaya mereka dapat melihat bagaimana la mengajar orang banyak. Dihubungkan‑Nya kepentingan mereka dengan kepentingan‑Nya. dan mereka itu bersatu dengan Dia dalam pekerjaan.
Teladan yang diberikan Kristus dalam menghubungkan diri‑Nya dengan kepentingan manusia haruslah diikuti oleh semua orang yang memasyhurkan sabda‑Nya, dan oleh semua orang yang telah mendapat Injil rahmat‑Nya. Kita tidak boleh meninggalkan hubungan sosial. Kita tidak boleh mengasingkan diri dari orang lain. Untuk dapat mencapai segenap golongan, kita mesti menjumpai mereka di mana mereka itu berada. Mereka jarang datang sendiri hendak mencari kita. Bukan dari mimbar saja hati manusia dapat dijamah oleh kebenaran Ilahi. Masih ada lagi lapangan pekerjaan lain, mungkin lebih hina, tetapi sama mengandung harapan penuh. Lapangan pekerjaan itu  terdapat di rumah orang‑orang yang hina‑dina dan di rumah orang‑orang besar, pada jamuan yang disediakan oleh orang yang suka menerima tamu dan pada kumpulan sosial yang polos.
Sebagai murid‑murid Kristus tidak boleh kita bergaul dengan dunia ini hanya karena kita gemar akan kepelesiran belaka, untuk bersatu dengan mereka dalam kebodohan. Pergaulan serupa itu dapat mendatangkan bencana belaka. Kita sekali‑kali tidak boleh membenarkan dosa oleh perkataan atau perbuatan kita, oleh berdiam diri atau oleh kehadiran kita. Ke mana saja kita pergi, kita harus membawa Yesus beserta kita, dan harus menyatakan kepada orang‑orang lain indahnya Juruselamat kita itu. Tetapi orang‑orang yang berusaha hendak memelihara agamanya oleh menyembunyikannya di dalam tembok batu, kehilangan kesempatan yang indah untuk melakukan kebajikan. Oleh hubungan sosial, keKristenan berhubungan dengan dunia ini. Setiap orang yang telah mendapat penerangan ilahi, haruslah menerangi jalan orang‑orang yang belum mengenal Terang kehidupan.
Kita semua haruslah menjadi saksi bagi Yesus. Kuasa sosial yang disucikan oleh rahmat Kristus, wajiblah dipergunakan dengan sebaik‑baiknya dalam menarik jiwa‑jiwa kepada Juruselamat. Biarlah dunia ini melihat bahwa kita tidak mencurahkan segenap perhatian dengan kikirnya atas kepentingan kita belaka, melainkan bahwa kita ingin supaya orang‑orang lain juga turut beroleh berkat dan karunia yang kita peroleh. Biarlah mereka melihat bahwa agama kita tidak membuat kita tidak menaruh simpati dan bersifat keras. Biarlah semua orang yang mengaku telah mendapat Kristus, melayani sebagaimana Ia melayani dahulu untuk kebahagiaan manusia.
Kita sekali‑kali tidak boleh memberikan kepada dunia ini kesan yang palsu bahwa orang‑orang Kristen adalah satu umat yang selalu muram dan tidak berbahagia. Jikalau mata kita ditujukan selalu kepada Yesus, maka kita pun akan melihat Penebus yang berbelas kasihan, dan akan memperoleh terang dari wajah‑Nya. Di mana saja roh‑Nya berkerajaan, di sana adalah damai. Dan akan ada kegirangan juga, karena ada pengharapan yang tenang dan suci pada Allah.
Kristus merasa senang dengan para pengikut‑Nya apabila mereka menunjukkan bahwa, meski pun manusia, mereka turut mengambil bagian dari sifat‑sifat Ilahi. Mereka bukannya patung, melainkan pria dan wanita yang hidup. Hati mereka yang disegarkan oleh embun rahmat Ilahi, mekar dan berkembang kepada Matahari Kebenaran. Cahaya yang bersinar atas mereka itu mereka pantulkan pula kepada orang‑orang lain dalam perbuatan yang bersinar dengan kasih Kristus.




No comments:

Post a Comment