Pasal 15
PADA PESTA PERNIKAHAN
YESUS
bukannya memulai pekerjaan‑Nya dengan sesuatu pekerjaan besar di hadapan
Sanhedrin di Yerusalem. Di sebuah kumpulan rumah tangga di suatu kampung kecil
di Galilea, kuasa‑Nya dipertunjukkan untuk memperbesar kegirangan pesta nikah.
Demikianlah ditunjukkan‑Nya simpati‑Nya kepada manusia, dan hasrat‑Nya untuk
melayani demi kebahagiaan mereka. Di padang belantara pencobaan Ia Sendiri
telah minum dari cawan malapetaka. Ia pergi untuk memberikan kepada manusia
cawan berkat, dan oleh berkat‑Nya menguduskan hubungan hidup manusia.
Dari
Yarden, Yesus telah pulang ke Galilea. Akan ada pernikahan di Kana, sebuah kota
kecil tidak jauh dari Nazaret; yang akan kawin itu adalah kaum keluarga Yusuf
dan Maryam; maka Yesus yang mengetahui himpunan keluarga tersebut, telah pergi
ke Kana, dan bersama murid‑murid‑Nya Ia diundang kepada pesta nikah itu.
Ia
bertemu kembali dengan ibu‑Nya, yang sudah agak lama berpisah dengan Dia.
Maryam telah mendengar kabar tentang pernyataan yang di ---------------
Pasal
ini dialaskan atas Yohanes 2 1‑11.
Yarden,
pada waktu Ia dibaptiskan. Kabar itu telah dibawa ke Nazaret, dan telah
mengingatkan kembali kepadanya segala peristiwa yang telah sekian tahun lamanya
tersimpan di dalam hatinya. Seperti halnya dengan semua orang Israel, Maryam
tergerak sekali hatinya oleh pekerjaan Yohanes Pembaptis. Ia masih mengingat
betul nubuatan yang diberikan pada waktu, kelahiran‑Nya. Kini hubungannya
dengan Yesus menyalakan pengharapannya kembali. Tetapi kabar telah sampai juga
kepadanya tentang kepergian Yesus yang gaib itu ke padang belantara, dan ia
telah disusahkan oleh kekuatiran‑kekuatiran.
Semenjak
hari ketika ia mendengar pengumuman malaikat di rumahnya di Nazaret, Maryam
telah menyimpan setiap bukti bahwa Yesus adalah Messias. Hidup‑Nya yang manis
dan tidak mementingkan diri itu memastikan kepadanya bahwa tak dapat tiada
lalah Yang Diutus Allah. Namun datang juga kepadanya kebimbangan dan
kekecewaan, dan ia telah merindukan waktu apabila kemuliaan‑Nya kelak
dinyatakan. Maut telah memisahkan dia dari Yusuf, yang turut mengetahui dengan
dia rahasia kelahiran Yesus itu. Sekarang tiadalah seorang pun kepada siapa ia
dapat mempercayakan segala harapan dan kekuatirannya. Dua bulan yang baru lalu
telah dipenuhi dengan kedukaan. Ia telah berpisah dari Yesus, yang di dalam
simpati‑Nya ia mendapat penghiburan; ia merenungkan ucapan Simeon, "dan
suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri," Lukas 2:35; terkenanglah ia
akan tiga hari derita ketika ia menyangka Yesus sudah hilang daripadanya untuk
selama‑lamanya; dan dengan hati yang amat cemas ia menantikan Yesus pulang.
Pada
pesta nikah itu ia bertemu dengan Dia, tetap sebagai seorang anak yang lemah‑lembut
dan patuh. Namun tidak lagi sama. Wajah‑Nya sudah berubah. Wajah‑Nya itu
mengandung bekas‑bekas pergumulan‑Nya yang di padang belantara, dan suatu
kenyataan yang baru tentang keagungan dan kuasa membuktikan tugas semawi‑Nya
itu. Dengan Dia adalah serombongan orang muda, yang matanya mengikuti Dia
dengan rasa hormat, dan yang memanggil Dia Guru. Kawan‑kawan tersebut
menceriterakan kepada Maryam apa yang telah mereka lihat dan dengar pada waktu
Ia dibaptiskan dan di mana‑mana. Mereka menarik kesimpulan dengan berkata,
"Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan
oleh para nabi." Yohanes 1:45 .
Ketika
para tamu berhimpun, banyak yang nampaknya asyik memikirkan pokok‑pokok
pembicaraan yang sangat menarik hati. Kegembiraan yang tertekan meliputi
seluruh himpunan itu. Rombongan‑rombongan kecil berbicara satu sama lain dengan
nada gembira tetapi tenang, dan pandangan ta'ajub dialihkan kepada Putera
Maryam itu. Ketika Maryam telah mendengar kesaksian murid‑murid itu tentang
Yesus, hatinya pun digembirakan dengan kepastian bahwa segala harapannya yang
telah lama ditaruhnya dalam hatinya tidak sia‑sia belaka. Namun sudah tentu ia
akan lebih daripada manusia sekiranya tidak ada tercampur dengan sukacitanya
yang suci itu sekelumit kebanggaan sewajarnya dari ibu yang penyayang itu.
Ketika melihat pandangan yang sekian banyak ditujukan kepada Yesus, ia sangat
mengingini agar Ia membuktikan kepada himpunan itu bahwa sesungguhnya Ialah
Yang Dihormati Allah itu. Ia mengharapkan supaya kiranya ada kesempatan bagi
Dia untuk mengadakan suatu mukjizat di hadapan mereka.
Menurut
adat istiadat pada zaman itu pesta nikah berlangsung beberapa hari lamanya.
Pada kesempatan ini, sebelum pesta itu berakhir, diketahui bahwa persediaan air
anggur sudah habis. Hal ini menimbulkan kebingungan dan penyesalan yang amat
sangat. Tidaklah biasa untuk tidak menghidangkan air anggur pada pesta, dan
tiadanya air anggur akan seolah‑olah menunjukkan kurang kesediaannya menerima
tamu. Selaku seorang anggota kaum keluarga dari yang bersangkutan itu, Maryam
telah menolong dalam urusan pesta itu, dan sekarang berbicaralah ia kepada
Yesus, katanya, "Tiada air anggur pada mereka itu." Perkataan ini
merupakan suatu anjuran supaya Ia kiranya mencukupkan keperluan mereka itu.
Tetapi Yesus menyahut, "Hai perempuan, apakah perkara‑Ku dengan dikau?
Bahwa belum sampai waktu‑Ku."
Jawab
ini, yang nampaknya kasar bagi kita, tidaklah menyatakan sikap dingin atau
tidak adanya kesopanan. Bentuk jawab Juruselamat kepada ibu‑Nya itu adalah
sesuai dengan adat ketimuran. Ucapan itu digunakan terhadap orang‑orang yang
kepadanya hendak ditunjukkan rasa hormat. Setiap perbuatan Kristus selama hidup
di dunia ini adalah selaras dengan ajaran yang telah diberikan‑Nya sendiri,
"Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan
Tuhan, Allahmu, kepadamu." Keluaran 20:12. Di kayu salib, dalam perbuatan
kelemah-lembutan‑Nya yang terakhir terhadap ibu‑Nya, Yesus menyapa dia dengan
cara yang begitu pula, ketika la menyerahkan dia kepada penjagaan murid‑Nya
yang paling dikasihi‑Nya. Baik di pesta nikah itu maupun di kayu salib, kasih
yang dinyatakan dengan nada suara, pandangan mata dan tingkah laku itu
menafsirkan ucapan‑Nya itu.
Pada
kunjungan‑Nya ke kaabah waktu Ia masih kanak‑kanak, ketika rahasia pekerjaan
hidup‑Nya terbuka di hadapan‑Nya, Kristus telah berkata kepada Maryam,
"Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
Lukas 2:49. Ucapan ini menunjukkan inti seluruh hidup dan pekerjaan‑Nya. Segala
sesuatu dikesampingkan demi pekerjaan‑Nya, yaitu pekerjaan penebusan yang besar
yang hendak dilaksanakan‑Nya oleh kedatangan‑Nya ke dunia ini. Sekarang Ia
mengulangi pelajaran itu. Ada bahaya bahwa Maryam akan menganggap hubungannya
dengan Yesus sebagai memberi kepadanya hak istimewa atas Dia, dan hak, dalam
sesuatu tingkat,
untuk
memimpin Dia di dalam tugas‑Nya. Selama tigapuluh tahun Ia telah merupakan
seorang anak yang penuh kasih dan penurut baginya, dan kasih‑Nya tidak berubah;
tetapi sekarang Ia mesti pergi keluar untuk melakukan pekerjaan Bapa‑Nya.
Sebagai Putera Yang Maha Tinggi, dan Juruselamat dunia, tiada satu pun ikatan
duniawi yang dapat menahani Dia daripada melaksanakan pekerjaan‑Nya itu, atau
mempengaruhi tingkah laku‑Nya. Ia mesti bebas untuk melakukan kehendak Allah.
Pelajaran ini adalah juga untuk kita. Hak‑hak Allah adalah lebih utama daripada
segala ikatan hubungan manusia. Tiada satupun penarikan duniawi yang boleh
memalingkan kaki kita dari jalan yang disuruh‑Nya kita jalani.
Satu‑satunya
harapan penebusan bagi kita umat manusia yang telah berdosa ini ialah di dalam
Kristus. Maryam dapat memperoleh keselamatan hanya oleh Anak Domba Allah itu. Di
dalam dirinya sendiri, ia tidak memiliki jasa. Hubungannya dengan Yesus tidak
menempatkan dia dalam sesuatu hubungan rohani dengan Dia yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh siapa pun juga. Hal ini ternyata dalam ucapan Juruselamat.
Dijelaskan‑Nya perbedaan antara hubungan‑Nya dengan ibu‑Nya sebagai Anak
manusia dan sebagai Anak Allah. Ikatan kekeluargaan antara mereka bagaimana pun
tidak menaruh dia dalam kesamaan dengan Dia.
Ucapan,
"Belum sampai waktu‑Ku," itu menunjuk kepada kenyataan bahwa segala
perbuatan dalam kehidupan Kristus di dunia ini, adalah untuk menggenapi rencana
yang telah ada sejak zaman yang kekal. Sebelum Ia datang ke dunia ini, rencana
itu terbentang di hadapan‑Nya, sempurna dalam segala seluk‑beluknya. Tetapi
sementara Ia berjalan di antara manusia, Ia dituntun, langkah demi langkah,
oleh kehendak Bapa. Ia tidak ragu‑ragu untuk bertindak pada waktu yang telah
ditentukan. Dengan penyerahan yang sama Ia menanti hingga waktunya tiba.
Dalam
mengatakan kepada Maryam bahwa waktu‑Nya belum tiba, Yesus sedang menjawab
pikiran ibunya yang tidak diucapkannya,—harapan yang dipegangnya bersama dengan
bangsanya. Ia mengharap supaya Ia mau menyatakan diri‑Nya sebagai Mesias, serta
mengambil takhta bangsa Israel. Akan tetapi waktunya belum tiba. Bukannya
sebagai seorang Raja, melainkan sebagai "Seorang yang kena sengsara dan
yang biasa dalam kesukaran" telah diterima Yesus nasib manusia itu.
Akan
tetapi sungguh pun Maryam tidak mempunyai pengertian yang tepat tentang
pekerjaan Kristus, ia percaya pada‑Nya dengan teguh. Terhadap iman inilah Yesus
memberi sambutan. Untuk menghormati iman Maryam dan untuk meneguhkan iman murid‑murid‑Nya,
mukjizat yang pertama itu diadakan. Murid‑murid itu harus menghadapi banyak
pencobaan yang besar‑besar untuk tidak percaya. Bagi mereka segala nubuatan
sudah menjelaskan dengan tidak dapat dibantah lagi bahwa Yesus ialah Mesias.
Mereka mengharapkan supaya para pemimpin agama menerima Dia dengan keyakinan
yang lebih besar lagi daripada keyakinan mereka sendiri. Mereka menyatakan di
antara orang banyak segala perbuatan ajaib Kristus serta keyakinan mereka
sendiri pada tugas‑Nya, akan tetapi mereka itu tercengang dan sangat terkecewa
melihat sifat kurang percaya, prasangka yang telah mendalam, serta permusuhan
terhadap Yesus, yang ditunjukkan oleh imam‑imam dan rabbi‑rabbi. Mukjizat
Juruselamat yang pertama itu menguatkan murid‑murid itu untuk menghadapi
perlawanan ini.
Dengan
tidak merasa tersinggung sama sekali oleh ucapan Yesus itu, Maryam berkata
kepada orang‑orang yang melayani di meja, "Barang yang disuruh‑Nya
kepadamu, buatlah olehmu." Demikianlah dilakukannya apa yang dapat
dikerjakannya untuk menyediakan jalan bagi pekerjaan Kristus.
Di
samping pintu masuk ada enam tempayan batu yang besar, lalu Yesus menyuruh
pelayan‑pelayan mengisi tempayan‑tempayan itu dengan air. Perintah itu diturut.
Kemudian ketika air anggur itu diperlukan untuk langsung dihidangkan kepada
para tamu, Ia berkata, "Sekarang ciduklah; bawalah kepada pemerintah
perjamuan." Gantinya air yang diisikan ke dalam semua tempayan itu,
keluarlah air anggur. Baik pengurus pesta itu mau pun para tamu pada umumnya
tidak menyadari bahwa persediaan air anggur sudah habis. Tatkala mengecap air
anggur yang dibawa oleh pelayan‑pelayan itu, pengurus pesta itu merasa air
anggur itu lebih sedap daripada air anggur mana pun juga yang pernah diminumnya
dahulu, dan lain sekali daripada yang dihidangkan pada permulaan pesta itu.
Sambil berpaling kepada mempelai lelaki ia berkata, "Adatlah segala orang
menghidangkan air anggur yang baik dahulu, setelah sudah puas orang minum baru
dihidangkan yang kurang sedap, maka tuan menyimpan air anggur yang baik sampai
sekarang."
Sebagaimana
manusia menghidangkan air anggur yang paling baik lebih dahulu, kemudian yang
kurang baik, demikian juga dunia ini dengan segala pemberiannya. Apa yang
ditawarkannya boleh jadi menyenangkan mata serta mempesona segenap perasaan,
tetapi ternyata tidak memuaskan. Air anggur itu berubah menjadi pahit,
kegembiraan menjadi kemurungan. Apa yang dimulai dengan nyanyian dan sukacita,
berakhir dengan kepenatan dan kebosanan. Akan tetapi segala pemberian Yesus
selamanya segar dan baru. Pesta yang disediakan‑Nya bagi jiwa, tidak pernah
gagal untuk memberikan kepuasan dan kesukaan. Setiap pemberian yang baru
memperbesar kesanggupan penerimanya untuk menghargai serta menikmati berkat‑berkat
Tuhan. Ia mengaruniakan rahmat untuk rahmat. Persediaan tidak akan habis. Jika
engkau tinggal di dalam Dia, perihal engkau menerima karunia yang besar hari
ini, memastikan penerimaan karunia yang lebih besar lagi esok hari. Perkataan
Yesus kepada Natanael menyatakan hukum perlakuan Allah terhadap anak‑anak iman.
Setiap kali Ia menyatakan kasih‑Nya, Ia berkata kepada hati yang suka menerima,
"Engkau percaya? engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada
itu." Yohanes 1: 50.
Karunia
Kristus kepada pesta nikah itu adalah suatu lambang. Air itu mengibaratkan
baptisan ke dalam kematian‑Nya; air anggur itu, pencurahan darah‑Nya untuk dosa‑dosa
dunia ini. Air untuk mengisi segala tempayan itu dibawa oleh tangan manusia,
akan tetapi sabda Kristus sajalah yang memberi dapat membubuhkan kepadanya
khasiat yang memberikan hidup. Demikian pula halnya dengan segala upacara yang
menunjuk kepada kematian Juruselamat. Hanya oleh kuasa Kristus, yang bekerja
oleh iman, segenap upacara tersebut beroleh kemanjuran untuk memberi makan
kepada jiwa.
Sabda
Kristus mencukupkan persediaan untuk pesta itu. Demikianlah limpahnya
persediaan rahmat‑Nya untuk menghapuskan segala kejahatan manusia, serta membaharui
dan memelihara jiwa.
Pada
pesta pertama yang dihadiri‑Nya dengan murid‑murid‑Nya, Yesus memberikan kepada
mereka cawan yang melambangkan pekerjaan‑Nya untuk keselamatan mereka. Pada
jamuan makan yang terakhir, cawan itu diberikan‑Nya pula, dalam Ia meresmikan
upacara yang kudus itu yang olehnya kematian‑Nya akan ditunjukkan "sampai
Ia datang." 1 Kor. 11:26. Maka dukacita murid‑murid itu waktu berpisah
dari Tuhan mereka itu, dihiburkan dengan janji tentang pertemuan kembali,
ketika Ia berkata, "Mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil
pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama
dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." Matius 26:29.
Air
anggur yang disediakan Kristus untuk pesta itu, dan yang diberikan‑Nya kepada
murid‑murid sebagai lambang darah‑Nya sendiri, adalah sari buah anggur asli.
Inilah yang disebut oleh nabi Yesaya waktu ia berbicara tentang anggur baru
"dalam suatu tandan," lalu berkata, "Janganlah musnahkan itu,
sebab di dalamnya masih ada berkat!" Yesaya 65:8.
Kristuslah
yang dalam Wasiat Lama memberikan amaran kepada bangsa Israel, "Anggur
adalah pencemooh, minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang
terhuyung-huyung karenanya." Amsal 20:1. Dan Ia Sendiri tidak menyediakan
minuman yang sedemikian. Setan menggoda manusia ke dalam pemanjaan diri yang
akan mengelamkan pertimbangan serta menumpulkan pengertian rohani, tetapi
Kristus mengajar kita supaya menundukkan sifat‑sifat hawa nafsu. Seluruh hidup‑Nya
menjadi suatu teladan dalam hal penyangkalan diri. Supaya dapat menghancurkan
kuasa selera, la menderita untuk kita ujian yang paling keras yang dapat
ditanggung oleh manusia. Kristuslah yang memberikan petunjuk supaya Yohanes
Pembaptis jangan meminum baik air anggur mau pun minuman keras. Ialah juga yang
memerintahkan pertarakan seperti itu kepada isteri Manoah. Maka Ia mengucapkan
laknat kepada orang yang menaruh botol minuman keras ke bibir sesamanya
manusia. Kristus tidak membantah ajaran‑Nya sendiri. Air anggur yang tidak
beragi yang disediakan‑Nya untuk para tamu pesta nikah itu adalah minuman yang
sehat serta menyegarkan. Pengaruhnya haruslah menyesuaikan cita rasa dengan
selera yang sehat.
Sementara
para tamu yang di pesta itu menyebut‑nyebut mutu air anggur itu, diadakanlah
penyelidikan yang memperoleh dari pelayan‑pelayan hal‑ikhwal mukjizat itu.
Seketika lamanya seluruh himpunan itu keheran‑heranan memikirkan Dia yang telah
mengadakan perbuatan ajaib itu. Ketika pada akhirnya mereka mencahari Dia,
ternyata bahwa Ia telah pergi dengan diam‑diam sehingga tidak diperhatikan oleh
murid‑murid‑Nya sekali pun.
Perhatian
himpunan itu kini dialihkan kepada murid‑murid itu. Untuk pertama kali mereka
mendapat kesempatan untuk mengakui iman mereka kepada Yesus. Mereka
menceriterakan apa yang telah mereka lihat dan dengar di Yarden, lalu timbullah
di dalam hati banyak orang harapan bahwa Allah telah membangkitkan seorang
pelepas bagi umat‑Nya. Kabar tentang mukjizat itu pun tersiarlah ke segenap
daerah itu serta disampaikan ke Yerusalem. Dengan perhatian yang baru imam‑imam
dan tua‑tua menyelidiki segala nubuatan yang menunjuk kepada kedatangan
Kristus. Terbitlah keinginan yang sungguh‑sungguh untuk mempelajari tugas guru
baru ini, yang menampakkan dirinya di antara orang banyak dengan cara yang
begitu rendah hati.
Pekerjaan
Kristus nyata benar bedanya dengan pekerjaan tua‑tua bangsa Yahudi.
Penghormatan mereka terhadap segala tradisi dan upacara‑upacara resmi telah
memusnahkan semua kemerdekaan pikiran atau perbuatan yang sungguh. Mereka selamanya
hidup dalam ketakutan akan kenajisan. Untuk menghindarkan sentuhan dengan
"Yang najis," mereka mengasingkan diri, bukan saja dari orang‑orang
kapir, tetapi juga dari kebanyakan bangsa mereka sendiri, dengan tidak berusaha
untuk mendatangkan keuntungan kepada mereka ataupun untuk menarik
persahabatannya. Dengan selalu merenungkan hal‑hal ini, mereka telah
mengerdilkan pikiran serta mempersempit lingkungan hidup mereka. Teladan yang
mereka berikan itu menganjurkan sifat mementingkan diri serta ketidak‑sabaran
di antara segenap lapisan masyarakat.
Yesus
memulai pekerjaan pembaruan oleh menunjukkan simpati yang erat dengan manusia.
Meski pun Ia menunjukkan penghormatan yang sebesar‑besarnya bagi taurat Allah,
Ia mengecam kealiman pura‑pura di pihak kaum Parisi, serta berusaha membebaskan
orang banyak dari segala peraturan yang tidak masuk di akal, yang mengikat
mereka. Ia sedang berusaha hendak merubuhkan segala penghalang yang memisahkan
lapisan‑lapisan masyarakat yang berbeda‑beda, supaya Ia dapat mempersatukan
manusia sebagai anak‑anak dalam satu keluarga. Kehadiran‑Nya di pesta nikah itu
dimaksudkan untuk menjadi suatu langkah ke arah pelaksanaan maksud ini.
Allah
telah menuntun Yohanes Pembaptis untuk tinggal di padang belantara, supaya ia
dapat terlindung dari pengaruh imam‑imam dan rabbi‑rabbi, dan disiapkan untuk
tugas istimewa. Akan tetapi kehematannya dan pengasingan hidupnya bukan menjadi
teladan bagi orang banyak. Yohanes sendiri tidak pernah menyuruh para
pendengarnya meninggalkan kewajiban‑kewajiban mereka yang dahulu. Ia menyuruh
mereka menunjukkan bukti pertobatan mereka oleh kesetiaan kepada Allah di
tempat di mana mereka itu telah dipanggil‑Nya.
Yesus
mencela pemanjaan diri dalam segenap bentuknya, namun Ia bersifat suka bergaul.
Ia menerima keramahtamahan dari segala golongan masyarakat, mengunjungi rumah‑rumah
para hartawan dan fakir miskin, yang terpelajar dan yang bodoh, serta berusaha
mengangkat pikiran mereka dari soal‑soal hidup biasa kepada perkara‑perkara
yang bersifat rohani dan kekal. Ia tidak mengizinkan pemborosan, dan tidak ada
bayang‑bayang kesemberonoan duniawi menodai kelakuan‑Nya; namun Ia merasa
senang melihat peristiwa kebahagiaan yang polos, dan dengan hadirat‑Nya Ia
membenarkan himpunan ramah‑tamah. Pernikahan di dalam bangsa Yahudi adalah
suatu upacara yang menarik hati, dan kegembiraannya tidaklah menggusarkan hati
Anak manusia itu. Oleh menghadiri pesta ini, Yesus menghormati pernikahan
selaku suatu peraturan Ilahi.
Baik
dalam Wasiat Lama mau pun dalam Wasiat Baru, hubungan pernikahan digunakan
untuk mengibaratkan persatuan yang manis serta suci yang ada antara Kristus dan
umat‑Nya. Bagi pikiran Yesus kegembiraan dalam keramaian pernikahan
menunjuk.jauh kepada kegembiraan hari itu apabila kelak la membawa mempelai‑Nya
perempuan ke rumah Bapa‑Nya, maka yang ditebus itu bersama‑sama dengan Penebus‑Nya
duduk untuk perjamuan nikah Anak Domba itu. Kata‑Nya, "Seperti girang
hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan
girang hati atasmu." "Tidak akan disebut lagi 'yang ditinggalkan
suami'; . . . tetapi engkau akan dinamai 'yang berkenan kepada-Ku'. . . sebab
Tuhan telah berkenan kepadamu." "Ia bergirang karena engkau dengan
sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau
dengan sorak-sorai," Yesaya 62:5, 4; Zefanya 3:17. Ketika wahyu tentang
perkara‑perkara semawi dianugerahkan kepada rasul Yohanes, ia menulis,
"Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti
desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: Haleluya! Karena
Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita
dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hariperkawinan Anak Domba telah
tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." "Berbahagialah mereka yang
diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Why. 19:6, 7, 9.
Yesus
melihat di dalam tiap‑tiap jiwa seorang yang kepadanya mesti diberikan
panggilan supaya datang ke dalam kerajaan‑Nya. Ia menarik hati orang oleh
menggabungkan diri-Nya dengan mereka sebagai seorang yang mengingini
kebahagiaan mereka. Ia mencari mereka di jalan umum, di rumah pribadi, di
perahu, di tempat kebaktian, di tepi danau, dan di pesta nikah. Ia menemui
mereka di tempat pekerjaan mereka sehari‑hari, dan menunjukkan perhatian pada
soal‑soal kehidupan mereka. Ia membawa pengajaran‑Nya ke setiap rumah tangga,
dengan membawa keluarga‑keluarga dalam rumahnya sendiri ke bawah pengaruh
hadirat Ilahi‑Nya itu. Simpati‑Nya yang kuat menolong menarik hati banyak
orang. Ia sering pergi ke gunung‑gunung untuk berdoa sendirian, tetapi ini
adalah persiapan untuk pekerjaan‑Nya di antara manusia yang bekerja sibuk. Dari
saat berdoa inilah la keluar untuk menolong orang yang sakit, untuk mengajar
orang yang tidak berpengetahuan, dan untuk menghancurkan belenggu‑belenggu
segala tawanan Setan.
Oleh
hubungan dan pergaulan pribadilah Yesus melatih murid‑murid‑Nya. Kadang‑kadang
Ia mengajar mereka, dengan duduk di antara mereka di lereng gunung; kadang‑kadang
di pinggir laut, atau berjalan dengan mereka di jalan, dinyatakan‑Nya rahasia‑rahasia
kerajaan Allah. Ia tidak berkhotbah, seperti yang dilakukan orang pada zaman
ini. Di mana saja hati orang terbuka untuk menerima pekabaran Ilahi, dibukakan‑Nya
kebenaran jalan keselamatan. Ia tidak memerintahkan murid‑murid‑Nya supaya
melakukan ini atau itu, melainkan mengatakan, "Ikutlah Aku." Dalam
segala perjalanan‑Nya melalui desa‑desa dan kota‑kota dibawa‑Nya mereka itu
serta‑Nya, supaya mereka dapat melihat bagaimana la mengajar orang banyak.
Dihubungkan‑Nya kepentingan mereka dengan kepentingan‑Nya. dan mereka itu
bersatu dengan Dia dalam pekerjaan.
Teladan
yang diberikan Kristus dalam menghubungkan diri‑Nya dengan kepentingan manusia
haruslah diikuti oleh semua orang yang memasyhurkan sabda‑Nya, dan oleh semua
orang yang telah mendapat Injil rahmat‑Nya. Kita tidak boleh meninggalkan
hubungan sosial. Kita tidak boleh mengasingkan diri dari orang lain. Untuk
dapat mencapai segenap golongan, kita mesti menjumpai mereka di mana mereka itu
berada. Mereka jarang datang sendiri hendak mencari kita. Bukan dari mimbar
saja hati manusia dapat dijamah oleh kebenaran Ilahi. Masih ada lagi lapangan
pekerjaan lain, mungkin lebih hina, tetapi sama mengandung harapan penuh.
Lapangan pekerjaan itu terdapat di rumah
orang‑orang yang hina‑dina dan di rumah orang‑orang besar, pada jamuan yang
disediakan oleh orang yang suka menerima tamu dan pada kumpulan sosial yang
polos.
Sebagai
murid‑murid Kristus tidak boleh kita bergaul dengan dunia ini hanya karena kita
gemar akan kepelesiran belaka, untuk bersatu dengan mereka dalam kebodohan.
Pergaulan serupa itu dapat mendatangkan bencana belaka. Kita sekali‑kali tidak
boleh membenarkan dosa oleh perkataan atau perbuatan kita, oleh berdiam diri
atau oleh kehadiran kita. Ke mana saja kita pergi, kita harus membawa Yesus
beserta kita, dan harus menyatakan kepada orang‑orang lain indahnya Juruselamat
kita itu. Tetapi orang‑orang yang berusaha hendak memelihara agamanya oleh
menyembunyikannya di dalam tembok batu, kehilangan kesempatan yang indah untuk
melakukan kebajikan. Oleh hubungan sosial, keKristenan berhubungan dengan dunia
ini. Setiap orang yang telah mendapat penerangan ilahi, haruslah menerangi
jalan orang‑orang yang belum mengenal Terang kehidupan.
Kita
semua haruslah menjadi saksi bagi Yesus. Kuasa sosial yang disucikan oleh
rahmat Kristus, wajiblah dipergunakan dengan sebaik‑baiknya dalam menarik jiwa‑jiwa
kepada Juruselamat. Biarlah dunia ini melihat bahwa kita tidak mencurahkan
segenap perhatian dengan kikirnya atas kepentingan kita belaka, melainkan bahwa
kita ingin supaya orang‑orang lain juga turut beroleh berkat dan karunia yang
kita peroleh. Biarlah mereka melihat bahwa agama kita tidak membuat kita tidak
menaruh simpati dan bersifat keras. Biarlah semua orang yang mengaku telah
mendapat Kristus, melayani sebagaimana Ia melayani dahulu untuk kebahagiaan
manusia.
Kita
sekali‑kali tidak boleh memberikan kepada dunia ini kesan yang palsu bahwa
orang‑orang Kristen adalah satu umat yang selalu muram dan tidak berbahagia.
Jikalau mata kita ditujukan selalu kepada Yesus, maka kita pun akan melihat
Penebus yang berbelas kasihan, dan akan memperoleh terang dari wajah‑Nya. Di
mana saja roh‑Nya berkerajaan, di sana adalah damai. Dan akan ada kegirangan
juga, karena ada pengharapan yang tenang dan suci pada Allah.
Kristus
merasa senang dengan para pengikut‑Nya apabila mereka menunjukkan bahwa, meski
pun manusia, mereka turut mengambil bagian dari sifat‑sifat Ilahi. Mereka
bukannya patung, melainkan pria dan wanita yang hidup. Hati mereka yang
disegarkan oleh embun rahmat Ilahi, mekar dan berkembang kepada Matahari
Kebenaran. Cahaya yang bersinar atas mereka itu mereka pantulkan pula kepada
orang‑orang lain dalam perbuatan yang bersinar dengan kasih Kristus.
No comments:
Post a Comment