Ads Google

Friday, February 9, 2018

KOMUNIKASI TERAPEUTIK


A. PENGERTIAN KOMUNIKASI
                Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communication yang bersumber dari kata communis yang berarti ‘sama’ dan bermakna sama. Komunikasi merupakan sarana pertukaran informasi, pertukaran ide atau pemikiran diantara dua orang atau lebih. Dalam dunia kesehatan, komunikasi merupakan cara bagi pasien menyampaikan masalahnya dan cara bagi perawat maupun tenaga kesehatan lainnya memberikan respon. Seorang perawat perlu memiliki  ketrampilan berkomunikasi yang merupakan ketrampilan kritis (Critical Skill) dalam hal menjalankan asuhan keperawatan.
B. UNSUR/KOMPONEN KOMUNIKASI
1. Komunikator / Pengirim Pesan (Sender)
                Orang yang berperan sebagai pengirim pesan / informasi baik secara verbal maupun nonverbal. Contohnya: Perawat menawarkan informasi tentang pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit.
2. Komunikan / Penerima Pesan (Receiver)
                Orang yang berperan sebagai penerima pesan / informasi baik secara verbal maupun nonverbal yang dikirimkan oleh pengirim pesan. Supaya proses komunikasi dapat berjalan dengan baik penerima pesan haruslah mengolah informasi yang diterima (decoding) sebelum memberikan respons. Contohnya: Pasien menerima informasi pelayanan kesehatan, informasi ruang perawatan dari perawat.
3. Pesan (Message)
                Pesan merupakan sekumpulan informasi yang disampaikan dalam sebuah proses komunikasi yang mengandung makna, ide, ataupun gagasan. Penyandian atau pengodean pesan menjadi informasi (encoding) dapat dilakukan untuk disesuaikan dengan sifat dari pengirim pesan maupun saluran pesan yang digunakan. Untuk mendapatkan pesan yang baik haruslah pesan itu jelas dan terorganisir.
4. Saluran / Media (Channel)
                Saluran / Media merupakan sarana dalam menyampaikan pesan yang dimaksudkan. Media saluran yang dipilih secara tepat akan mempermudah penerimaan pesan sehingga penerima pesan akan dengan mudah untuk mengerti, memahami, mengiterpretasi dan memberikan respon yang sesuai. Saluran pesan yang dipilih bisa bervariasi seperti melalui sarana penglihatan (visual), pendengaran, taktil/sentuhan. Dalam penyampaian pesan bagi jumlah orang yang lebih banyak dapat dipilih media elektronik seperti televisi, radio, jejaring social, internet. Sedangkan untuk media cetak yaitu poster, brosur, pamphlet, stiker, buku, spanduk, dll.
5. Umpan/Respon Balik (FeedBack)
Umpan/respon balik merupakan reaksi yang diperagakan oleh penerima pesan sebagai hasil setelah menerima pesan yang dikirimkan. Umpan balik dapat ditunjukan melalui isyarat verbal maupun nonverbal.
C. BENTUK/MACAM KOMUNIKASI
                Komunikasi dibagi menjadi dua bentuk yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Dimana, kedua bentuk komunikasi ini tidak dapat dipisahkan oleh karena saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam menyampaikan maksud, arti dan makna dari sebuh proses komunikasi.
1. Komunikasi Verbal
                Komunikasi yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan ide/gagasan seseorang. Dalam komunikasi verbal hendaknya kata-kata yang dipilih adalah jelas, ringkas, mengandung arti dan dimengerti oleh penerima pesan.
2. Komunikasi Non-Verbal
                Komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata dalam penyampaian pesan melainkan melalui: Isyarat Vokal (Suara, Bunyi dan Desah), Isyarat Tubuh (Ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan kontak mata), Isyarat Objek (Benda / Pakaian yang digunakan), Ruang/Jarak, dan Sentuhan/Kontak fisik.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
a) Kinesik, adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
b) Proksemik, yaitu bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
c) Haptik, seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
d) Paralinguistik, meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
e) Artifak, Kita memahami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
f) Logo dan Warna, Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
g) Tampilan Fisik Tubuh, Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
3. Metakomunikasi
                Pesan yang terkandung di dalam pesan yang menyampaikan sikap pengirimnya, dan hasrat pengirim pesan bagi pendengar merupakan pengertian dari metakomunikasi. Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi metakomunikasi seperti:
a. Penampilan diri,
                Penampilan diri merupakan kesan pertama bagi seseorang dalam sebuah komunikasi dengan orang lain. Penampilan dapat menggambarkan kepribadian yang baik, santun dan berwibawa, serta sebaliknya. Posisi/Jabatan, Status sosial, agama, budaya, konsep diri dapat ditunjukkan melalui penampilan diri yang kemudian menjadi  suatu pesan bagi orang lain. Pakaian putih, sepatu putih, ramput yang dipotong pendek dan disisir rapih, kuku yang dipotong pendek dapat memberikan gambaran tentang seorang perawat yang professional.
b. Intonasi/Nada Suara
                Seseorang dapat dengan mudah ditebak hanya dengan mendengarkan nada suaranya. Nada suara yang terlalu ditekan dengan volume suara yang kuat dapat dianggap sebagai kondisi yang marah, bermusuhan dan tidak suka. Sedangkan nada suara yang lembut dan halus memberi pesan persahabatan, kehangatan, dan perhatian.
c. Ekspresi wajah,
                Ekspresi wajah merupakan petunjuk yang jelas tentang pribadi seseorang. Rautan muka akan menggambarkan apa yang ada di dalam hati. Dalam memberikan pelayanan perawatan, pasien dapat menilai pelayanan tersebut tulus atau tidak dari ekspresi wajah yang ditunjukkan. Ekspresi wajah yang mengerut pada bagian dahi, dan mata melotot menunjukkan sikap marah dan tak bahagia. Ekspresi wajah yang tersenyum  dapat memberikan sebuah kenyamanan dan kesembuhan.
d. Postur tubuh,
                Postur tubuh yang ditunjukkan melalui cara berjalan, cara duduk dapat menjadi tambahan informasi bagi perawat tentang kondisi pasien. Cara berjalan yang seperti ditarik dengan tubuh agak condong ke depan mengisyaratkan bahwa seseorang itu mengidap penyakit Parkinson.
e. Gestur tubuh,
                Suatu ide atau gagasan yang sulit atau tidak nyaman diungkapkan dengan kata-kata disebut sebagai gestur tubuh. Contohnya: Melambaikan tangan dengan orang yang berada di kejauhan sebagai tanda perhatian dan persahabatan.
f. Sentuhan
                Tidak ada cara lain yang dapat memberikan kedekatan komunikas yang lebih dalam antara seseorang dengan orang yang lain selain sentuhan. Sehingga, adalah bijaksana bila seorang perawat hanya memberikan sentuhan yang tepat seperti tepukan di bahu yang memiliki arti persahabatan, kekeluargaan, memberikan dukungan emosi, serta perhatian dengan kondisi pasien.
D. TINGKAT KOMUNIKASI
1. Komunikasi Personal
a. Komunikasi intrapersonal, ialah komunikasi yang dilakukan oleh diri sendiri seperti berpikir, mengingat, persepsi, dan sensasi. Seorang individi yang berperan ganda sebagai pengirim sekaligus penerima pesan.
b. Komunikasi interpersonal, ialah komunikasi antar dua orang individu atau lebih (Kelompok kecil).
2. Komunikasi Publik
                Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan di depan banyak orang atau khalayak ramai. Dalam komunikasi publik seringkali dijumpai proses komunikasi yang bersifat satu arah oleh karena cara penyampaian yang terus menerus, interaksi yang bersifat terbatas, dan umpan balik yang lemah.
3. Komunikasi Massa
                Komunikasi yang menggunakan sebuah lembaga dalam menyampaikan ide, gagasan serta informasi yang dimaksudkan kepada banyak orang yang penyebarannya melalui media massa. Komunikasi ini seringkali mengandung pesan yang lebih bervariasi seperti kebudayaan, pendidikan, motivasi, dan lain-lain yang sumbernya berasal dari reporter, penyiar, editor, dan teknisi.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
                Jalan tidaknya suatu komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
1. Perkembangan
                Pada hakikatnya manusia mengalami tumbuh-kembang secara fisik dan mental. Bila mengalami gangguan pada hal tumbuh –kumbung seperti dijumpai pada anak penderita autis, yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam berkomunikasi sehingga membutuhkan cara khusus untuk berbicara dengan mereka.
2. Persepsi
                Cara setiap individu memberikan makna serta arti bagi informasi yang dikirimkan serta diterima dibentuk melalui pengalaman tentang peristiwa yang pernah terjadi dan dilalui sehingga membentuk pandangan pribadi yang disebut dengan istilah persepsi.
3. Nilai
                Nilai berhubungan erat dengan keyakinan seseorang yang dimiliki dan dipeluk yang kemudian membentuk standar perilaku sehingga memberi dampak pada cara seseorang menilai suatu informasi yang diterima.
4. Latar belakang social budaya
5. Jenis Kelamin
6. Tingkat Pengetahuan
7. Peran & hubungan
8. Emosi
9. Lingkungan

F. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Pengertian Menurut Para Ahli:
- Northouse (1998), komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau ketrampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
- Stuart G. W (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien
- S. Sundeen (1990), Hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasam yang ditandai tukar menukar perilakum perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang intim yang terapeutik.
G. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri
                Melalui komunikasi terapeutik, diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran dirim penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain
                Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanyam perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) mengemukakan bahwa hubunga yang mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsin dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis
                Terkadang klien menetapka ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, dkk (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya terlalu mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal akan merasa rendah diri.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
                Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri yang rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
H. HUBUNGAN TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT & KLIEN
                Suatu proses komunikasi akan menuntun pada terbentuknya hubungan antara satu individu dengan individu yang lain seperti terjalinnya suatu persahabatan. Hubungan ini akan bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Menurut Roger dalam Stuart G. W (1998), terdapat beberapa karakteristik seorang perawat (helper) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran, sangat penting dalam membina hubungan saling percaya , bersifat terbuka, kata-kata akan selaras dengan perbuatan sehingga pasien akan terhindar dari perasaan curiga, tak percaya, menarik diri, merasa dibohongi, dan berpura-pura patuh pada perawat.
2. Tidak membingungkan & Ekspresif, dengan menggunakan kata-kata yang sederhana, jelas , mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Serta menunjukkan ekspresi  yang sesuai sehingga klien tidak mendapati ketidaksesuai yang dapat menyebabkan kebingungan.
3. Bersikap positif, Ditunjukkan melalui sikap yang hangat, penuh perhatian, memberikan pengahargaan terhadap klien, dan menciptakan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
4. Empati bukan simpati, yaitu perawat turut merasakan permasalahan yang diderita pasien tanpa membawanya berlarut-larut sehingga ia dapat memikirkan masalah klien secara objektif bukan perawat larut dalam masalah bersama pasien sehingga tak mampu melihat permasalahan secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien, artinya dalam pelayanan keperawatan, seorang perawat haruslah berorientasi pada klien sehingga ia harus melihat masalah klien dari sudut pandangan klien. Untuk mencapai hal ini, perawat perlu memiliki kemampuan mendengarkan secara aktif dan penuh kesabaran, tidak tergesa-gesa sehingga perawat dapat berfokus pada kebutuhan pembicara.
6. Menerima klien apa adanya, Seorang penolong yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien. Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

I. PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. MENURUT CARL ROGERS :
a.       Perawat harus mengenal dirinya sendiri
b.      Komunitas harus ditandai dengan sikap saling menerima,percaya,dan menghargai
c.       Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut klien
d.      Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien
e.      Perawat harus menciptakan suasana yang nyaman
f.        Perawat harus bisa memotivasi klien
g.       Perawat mampu menguasai perasaannya sendiri
h.      Memahami betul arti Empati
i.         Berpegang pada etika
j.        Bertanggung jawab
k.       Altruisme
2. MENURUT SURYANI :
a.       Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan
b.      Perawat harus menghargai keunikan klien
c.       Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d.      Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust)
3. MENURUT PURWANTO :
a.       Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
b.      Tingkah laku professional
c.       Membuka diri
d.      Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
e.      Kerahasiaan klien harus dijaga
f.        Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
g.       Implementasi intervensi berdasarkan teori
h.      Memelihara interaksi yang tidak menilai
i.         Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
j.        Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
4. MENURUT DE VITO
a.       Keterbukaan
b.      Empati
c.       Sifat mendukung sikap positif
d.      Kesetaraan

J. TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
                Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
                Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
                Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3. Mengumpulkan data tentang klien.
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan/Orientasi
                Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
                Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
3. Tahap Kerja
                Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
                Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap Terminasi
                Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya.
Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
H. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
                Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.
J. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1.    MENDENGAR(LISTENING), Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kesetabilan emosi/psikologis klien.
2.    PERTANYAAN TERBUKA(BROAD OPENING), Teknik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak tanpa dibatasi.
3.    MENGULANG(RESTARTING), Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.
4.    KLARIFIKASI, Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi.
5.    REFLEKSI, Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam, yaitu: Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien.
6.    MEMFOKUSKAN, Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.
7.    MEMBAGI PERSEPSI, Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
8.    IDENTIFIKASI TEMA, Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
9.    DIAM(SILENCE), Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk bicara.
10. INFORMING, Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien.
11. SARAN, Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.

K. TEKNIK KOMUNIKASI NONTERAPEUTIK
Pengertian : Merupakan komunikasi yang dapat merintangi atau merusak profesionalisme hubungan.
1.    MENANYAKAN PERTANYAAN PRIBADI, Menanyakan pertanyaan pribadi tidaklah relevan pada situasi itu, hanya memenuhi keingintahuan perawat , tidak tepat dalam komunikasi profesional .
2.    MEMBERIKAN PENDAPAT PRIBADI, Ketika perawat memberi suatu pendapat pribadi , pengambilan keputusan jauh dari klien. Pendapat pribadi berbeda dengan pendapat professional.
3.    MENGGANTI SUBYEK, Mengganti pokok materi ketika orang lain sedang berusaha untuk mengkomunikasikan sesuatu yang penting adalah tidak sopan dan menunjukkan sikap kurang empati sehingga dapat menghalangi komunikasi lebih lanjut.
4.    RESPON OTOMATIS Bahwa perawat tidaklah memperhatikan dengan serius / tidUngkapan otomatis ini mengkomunikasikan ak menjawab dengan penuh pertimbangan.
5.    PENENTRAMAN HATI YANG KELIRU Jangan menawarkan penentraman hati yang didukung oleh fakta / yang didasarkan pada kenyataannya yang dapat lebih merugikan dibanding kebaikannya.
6.    SIMPATI “Simpati adalah perasaan perhatian ,duka cita / kasihan pada klien yang diciptakan oleh identifikasi pribadi perawat akan kebutuhan klien . Simpati adalah suatu hubungan memperhatikan dunia orang lain yang mencegah suatu perspektif yang jelas dari isu yang dihadapi orang itu . Simpati berpusat pada perasaan perawat bukannya perasaan klien . (Balzer Riley, 2000)
7.    MEMINTA PENJELASAN Seorang perawat mungkin tergoda untuk meminta orang lain untuk menjelaskan mengapa orang percaya, merasa , atau telah bertindak dengan cara tertentu .
8.    PERSETUJUAN / PENOLAKAN Perawat harus tidak memaksakan sikap mereka sendiri , nilai-nilai , kepercayaan , dan moral pada orang lain saat pada peran membantu secara profesional . Orang lain mempunyai hak untuk jadi diri mereka dan membuat keputusan mereka sendiri.
9.    RESPON BERTAHAN Ketika klien menyatakan kritik , perawat perlu mendengarkan apa yang harus mereka katakan . Mendengarkan tidak berarti persetujuan.
10. RESPON AGRESIF DAN / PASIF, Tanggapan yang pasif untuk menghindari konflik / isu yang tidak menyenangkan. Tanggapan yang agresif menimbulkan konfrontasi pada orang lain.

Download dokumen materi komunikasi terapeutik pada link di bawah ini:
https://drive.google.com/file/d/1N6k1lQlYdBAr8k8Q8ak1MygSvp51yOKS/view?usp=sharing