A. PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Komunikasi
berasal dari bahasa Latin Communication
yang bersumber dari kata communis
yang berarti ‘sama’ dan bermakna sama. Komunikasi merupakan sarana pertukaran
informasi, pertukaran ide atau pemikiran diantara dua orang atau lebih. Dalam
dunia kesehatan, komunikasi merupakan cara bagi pasien menyampaikan masalahnya
dan cara bagi perawat maupun tenaga kesehatan lainnya memberikan respon.
Seorang perawat perlu memiliki
ketrampilan berkomunikasi yang merupakan ketrampilan kritis (Critical Skill) dalam hal menjalankan
asuhan keperawatan.
B. UNSUR/KOMPONEN
KOMUNIKASI
1. Komunikator / Pengirim Pesan (Sender)
Orang
yang berperan sebagai pengirim pesan / informasi baik secara verbal maupun
nonverbal. Contohnya: Perawat menawarkan informasi tentang pelayanan kesehatan
di sebuah rumah sakit.
2. Komunikan / Penerima Pesan (Receiver)
Orang
yang berperan sebagai penerima pesan / informasi baik secara verbal maupun
nonverbal yang dikirimkan oleh pengirim pesan. Supaya proses komunikasi dapat
berjalan dengan baik penerima pesan haruslah mengolah informasi yang diterima (decoding) sebelum memberikan respons.
Contohnya: Pasien menerima informasi pelayanan kesehatan, informasi ruang
perawatan dari perawat.
3. Pesan (Message)
Pesan
merupakan sekumpulan informasi yang disampaikan dalam sebuah proses komunikasi
yang mengandung makna, ide, ataupun gagasan. Penyandian atau pengodean pesan menjadi
informasi (encoding) dapat dilakukan
untuk disesuaikan dengan sifat dari pengirim pesan maupun saluran pesan yang
digunakan. Untuk mendapatkan pesan yang baik haruslah pesan itu jelas dan
terorganisir.
4. Saluran / Media (Channel)
Saluran
/ Media merupakan sarana dalam menyampaikan pesan yang dimaksudkan. Media
saluran yang dipilih secara tepat akan mempermudah penerimaan pesan sehingga
penerima pesan akan dengan mudah untuk mengerti, memahami, mengiterpretasi dan
memberikan respon yang sesuai. Saluran pesan yang dipilih bisa bervariasi
seperti melalui sarana penglihatan (visual), pendengaran, taktil/sentuhan.
Dalam penyampaian pesan bagi jumlah orang yang lebih banyak dapat dipilih media
elektronik seperti televisi, radio, jejaring social, internet. Sedangkan untuk
media cetak yaitu poster, brosur, pamphlet, stiker, buku, spanduk, dll.
5. Umpan/Respon Balik (FeedBack)
Umpan/respon balik merupakan reaksi yang diperagakan oleh
penerima pesan sebagai hasil setelah menerima pesan yang dikirimkan. Umpan
balik dapat ditunjukan melalui isyarat verbal maupun nonverbal.
C. BENTUK/MACAM
KOMUNIKASI
Komunikasi
dibagi menjadi dua bentuk yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Dimana, kedua
bentuk komunikasi ini tidak dapat dipisahkan oleh karena saling ketergantungan
satu dengan yang lain dalam menyampaikan maksud, arti dan makna dari sebuh
proses komunikasi.
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi
yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan ide/gagasan
seseorang. Dalam komunikasi verbal hendaknya kata-kata yang dipilih adalah
jelas, ringkas, mengandung arti dan dimengerti oleh penerima pesan.
2. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi
yang tidak menggunakan kata-kata dalam penyampaian pesan melainkan melalui:
Isyarat Vokal (Suara, Bunyi dan Desah), Isyarat Tubuh (Ekspresi wajah, gerakan
tubuh, dan kontak mata), Isyarat Objek (Benda / Pakaian yang digunakan),
Ruang/Jarak, dan Sentuhan/Kontak fisik.
Morris (1977) dalam Liliweni
(2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
a) Kinesik, adalah pesan non
verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota
tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para
penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat
pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang
berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan
lain-lain.
b) Proksemik, yaitu bahasa
non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan
orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
c) Haptik, seringkali
disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua
orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal
yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
d) Paralinguistik, meliputi
setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak
menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai
merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak
mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya
tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan
orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
e) Artifak, Kita memahami
artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material
disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan
pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi,
komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda
itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial
seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang
mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
f) Logo dan Warna, Kreasi
pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi
bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya
logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya
berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan
misi organisasi.
g) Tampilan Fisik Tubuh, Acapkali
anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara
anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh
(atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu
merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu
keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana
kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain
agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk
membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber
informasi. (Liliweri, 2007:108).
3. Metakomunikasi
Pesan
yang terkandung di dalam pesan yang menyampaikan sikap pengirimnya, dan hasrat
pengirim pesan bagi pendengar merupakan pengertian dari metakomunikasi.
Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi metakomunikasi seperti:
a. Penampilan diri,
Penampilan
diri merupakan kesan pertama bagi seseorang dalam sebuah komunikasi dengan
orang lain. Penampilan dapat menggambarkan kepribadian yang baik, santun dan
berwibawa, serta sebaliknya. Posisi/Jabatan, Status sosial, agama, budaya,
konsep diri dapat ditunjukkan melalui penampilan diri yang kemudian
menjadi suatu pesan bagi orang lain.
Pakaian putih, sepatu putih, ramput yang dipotong pendek dan disisir rapih,
kuku yang dipotong pendek dapat memberikan gambaran tentang seorang perawat
yang professional.
b. Intonasi/Nada Suara
Seseorang
dapat dengan mudah ditebak hanya dengan mendengarkan nada suaranya. Nada suara
yang terlalu ditekan dengan volume suara yang kuat dapat dianggap sebagai
kondisi yang marah, bermusuhan dan tidak suka. Sedangkan nada suara yang lembut
dan halus memberi pesan persahabatan, kehangatan, dan perhatian.
c. Ekspresi wajah,
Ekspresi
wajah merupakan petunjuk yang jelas tentang pribadi seseorang. Rautan muka akan
menggambarkan apa yang ada di dalam hati. Dalam memberikan pelayanan perawatan,
pasien dapat menilai pelayanan tersebut tulus atau tidak dari ekspresi wajah
yang ditunjukkan. Ekspresi wajah yang mengerut pada bagian dahi, dan mata
melotot menunjukkan sikap marah dan tak bahagia. Ekspresi wajah yang
tersenyum dapat memberikan sebuah
kenyamanan dan kesembuhan.
d. Postur tubuh,
Postur
tubuh yang ditunjukkan melalui cara berjalan, cara duduk dapat menjadi tambahan
informasi bagi perawat tentang kondisi pasien. Cara berjalan yang seperti
ditarik dengan tubuh agak condong ke depan mengisyaratkan bahwa seseorang itu
mengidap penyakit Parkinson.
e. Gestur tubuh,
Suatu
ide atau gagasan yang sulit atau tidak nyaman diungkapkan dengan kata-kata
disebut sebagai gestur tubuh. Contohnya: Melambaikan tangan dengan orang yang
berada di kejauhan sebagai tanda perhatian dan persahabatan.
f. Sentuhan
Tidak
ada cara lain yang dapat memberikan kedekatan komunikas yang lebih dalam antara
seseorang dengan orang yang lain selain sentuhan. Sehingga, adalah bijaksana
bila seorang perawat hanya memberikan sentuhan yang tepat seperti tepukan di
bahu yang memiliki arti persahabatan, kekeluargaan, memberikan dukungan emosi,
serta perhatian dengan kondisi pasien.
D. TINGKAT KOMUNIKASI
1. Komunikasi Personal
a. Komunikasi intrapersonal, ialah komunikasi yang dilakukan
oleh diri sendiri seperti berpikir, mengingat, persepsi, dan sensasi. Seorang
individi yang berperan ganda sebagai pengirim sekaligus penerima pesan.
b. Komunikasi interpersonal, ialah komunikasi antar dua
orang individu atau lebih (Kelompok kecil).
2. Komunikasi Publik
Komunikasi
publik adalah komunikasi yang dilakukan di depan banyak orang atau khalayak
ramai. Dalam komunikasi publik seringkali dijumpai proses komunikasi yang
bersifat satu arah oleh karena cara penyampaian yang terus menerus, interaksi
yang bersifat terbatas, dan umpan balik yang lemah.
3. Komunikasi Massa
Komunikasi
yang menggunakan sebuah lembaga dalam menyampaikan ide, gagasan serta informasi
yang dimaksudkan kepada banyak orang yang penyebarannya melalui media massa.
Komunikasi ini seringkali mengandung pesan yang lebih bervariasi seperti
kebudayaan, pendidikan, motivasi, dan lain-lain yang sumbernya berasal dari
reporter, penyiar, editor, dan teknisi.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
Jalan
tidaknya suatu komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
1. Perkembangan
Pada
hakikatnya manusia mengalami tumbuh-kembang secara fisik dan mental. Bila
mengalami gangguan pada hal tumbuh –kumbung seperti dijumpai pada anak
penderita autis, yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam berkomunikasi
sehingga membutuhkan cara khusus untuk berbicara dengan mereka.
2. Persepsi
Cara
setiap individu memberikan makna serta arti bagi informasi yang dikirimkan
serta diterima dibentuk melalui pengalaman tentang peristiwa yang pernah
terjadi dan dilalui sehingga membentuk pandangan pribadi yang disebut dengan
istilah persepsi.
3. Nilai
Nilai
berhubungan erat dengan keyakinan seseorang yang dimiliki dan dipeluk yang kemudian
membentuk standar perilaku sehingga memberi dampak pada cara seseorang menilai
suatu informasi yang diterima.
4. Latar belakang social budaya
5. Jenis Kelamin
6. Tingkat Pengetahuan
7. Peran & hubungan
8. Emosi
9. Lingkungan
F. PENGERTIAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Pengertian Menurut Para Ahli:
- Northouse (1998), komunikasi terapeutik sebagai kemampuan
atau ketrampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain.
- Stuart G. W (1998), komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan
klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien
- S. Sundeen (1990), Hubungan terapeutik adalah hubungan
kerjasam yang ditandai tukar menukar perilakum perasaan, pikiran dan pengalaman
dalam membina hubungan yang intim yang terapeutik.
G. TUJUAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan
penghormatan diri
Melalui
komunikasi terapeutik, diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan
dalam dirinya, ia tak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan
gambaran dirim penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya
merasa putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain
Melalui
komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanyam
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling
percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) mengemukakan bahwa hubunga yang mendalam
yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area
untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan
koping.
3. Peningkatan fungsin dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis
Terkadang
klien menetapka ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, dkk (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa
kenyataan dirinya terlalu mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal akan merasa
rendah diri.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan
integritas diri
Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri yang rendah. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas
dirinya dan identitas diri yang jelas.
H. HUBUNGAN
TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT & KLIEN
Suatu
proses komunikasi akan menuntun pada terbentuknya hubungan antara satu individu
dengan individu yang lain seperti terjalinnya suatu persahabatan. Hubungan ini
akan bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Menurut Roger dalam Stuart G. W
(1998), terdapat beberapa karakteristik seorang perawat (helper) yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran, sangat penting dalam membina hubungan saling
percaya , bersifat terbuka, kata-kata akan selaras dengan perbuatan sehingga
pasien akan terhindar dari perasaan curiga, tak percaya, menarik diri, merasa
dibohongi, dan berpura-pura patuh pada perawat.
2. Tidak membingungkan & Ekspresif, dengan menggunakan
kata-kata yang sederhana, jelas , mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Serta menunjukkan ekspresi yang sesuai
sehingga klien tidak mendapati ketidaksesuai yang dapat menyebabkan
kebingungan.
3. Bersikap positif, Ditunjukkan melalui sikap yang hangat,
penuh perhatian, memberikan pengahargaan terhadap klien, dan menciptakan
suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan
perasaan dan pikirannya.
4. Empati bukan simpati, yaitu perawat turut merasakan
permasalahan yang diderita pasien tanpa membawanya berlarut-larut sehingga ia
dapat memikirkan masalah klien secara objektif bukan perawat larut dalam
masalah bersama pasien sehingga tak mampu melihat permasalahan secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien, artinya
dalam pelayanan keperawatan, seorang perawat haruslah berorientasi pada klien
sehingga ia harus melihat masalah klien dari sudut pandangan klien. Untuk
mencapai hal ini, perawat perlu memiliki kemampuan mendengarkan secara aktif
dan penuh kesabaran, tidak tergesa-gesa sehingga perawat dapat berfokus pada
kebutuhan pembicara.
6. Menerima klien apa adanya, Seorang penolong yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya.
Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin
hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong,
1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat
terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini
terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap
perasaan klien. Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan
bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata
atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh
oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Perawat harus mampu memandang
dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa
lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
I. PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. MENURUT CARL ROGERS :
a.
Perawat harus mengenal dirinya sendiri
b.
Komunitas harus ditandai dengan sikap saling
menerima,percaya,dan menghargai
c.
Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut klien
d.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien
e.
Perawat harus menciptakan suasana yang nyaman
f.
Perawat harus bisa memotivasi klien
g.
Perawat mampu menguasai perasaannya sendiri
h.
Memahami betul arti Empati
i.
Berpegang pada etika
j.
Bertanggung jawab
k.
Altruisme
2. MENURUT SURYANI :
a.
Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan
b.
Perawat harus menghargai keunikan klien
c.
Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d.
Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust)
3. MENURUT PURWANTO :
a.
Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
b.
Tingkah laku professional
c.
Membuka diri
d.
Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
e.
Kerahasiaan klien harus dijaga
f.
Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
g.
Implementasi intervensi berdasarkan teori
h.
Memelihara interaksi yang tidak menilai
i.
Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali
pengalamannya secara rasional
j.
Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan
hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu
yang sangat menarik klien.
4. MENURUT DE VITO
a.
Keterbukaan
b.
Empati
c.
Sifat mendukung sikap positif
d.
Kesetaraan
J. TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Telah disebutkan
sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur
dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap
persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi.
1.
Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini
perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi
tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan
oleh perawat
dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh
perawat sebelum
melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan
yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain
(Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan
bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa
yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga
tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3. Mengumpulkan data tentang klien.
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap
perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan
dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik
pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi
kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan
terbuka.
4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat
penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan
ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
3. Tahap Kerja
Tahap kerja
merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998).
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena
didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk
menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun
pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap
ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian
akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan
hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki
pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005).
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat
merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya
diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap Terminasi
Terminasi
merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda
sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan
sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang
baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya.
Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya.
H. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Egan (1998)
dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik,
yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang
lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau
sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap
untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka
(tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia
untuk mendukung terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat
dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam
komunikasi (berbicara-mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya
untuk mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan
menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.
J. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. MENDENGAR(LISTENING),
Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga
kesetabilan emosi/psikologis klien.
2. PERTANYAAN TERBUKA(BROAD
OPENING), Teknik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan
sesuai kehendak tanpa dibatasi.
3. MENGULANG(RESTARTING),
Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien.
4. KLARIFIKASI, Dilakukan
bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu
mengemukakan informasi.
5. REFLEKSI, Reaksi
perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam,
yaitu: Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar. Refleksi perasaan: memebri
respon pada perasaan klien.
6. MEMFOKUSKAN, Membantu
klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus
pada realitas.
7. MEMBAGI PERSEPSI, Meminta
pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
8. IDENTIFIKASI TEMA, Mengidentifikasi
latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
9. DIAM(SILENCE), Tujuannya
untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk
bicara.
10. INFORMING, Tujuannya
untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien.
11. SARAN, Memberi
alternatif ide untuk pemecahan masalah.
K. TEKNIK KOMUNIKASI
NONTERAPEUTIK
Pengertian : Merupakan komunikasi yang dapat merintangi atau
merusak profesionalisme hubungan.
1. MENANYAKAN PERTANYAAN
PRIBADI, Menanyakan pertanyaan pribadi tidaklah relevan pada situasi itu, hanya
memenuhi keingintahuan perawat , tidak tepat dalam komunikasi profesional .
2. MEMBERIKAN PENDAPAT PRIBADI,
Ketika perawat memberi suatu pendapat pribadi , pengambilan keputusan jauh dari
klien. Pendapat pribadi berbeda dengan pendapat professional.
3. MENGGANTI SUBYEK, Mengganti
pokok materi ketika orang lain sedang berusaha untuk mengkomunikasikan sesuatu
yang penting adalah tidak sopan dan menunjukkan sikap kurang empati sehingga
dapat menghalangi komunikasi lebih lanjut.
4. RESPON OTOMATIS Bahwa
perawat tidaklah memperhatikan dengan serius / tidUngkapan otomatis ini
mengkomunikasikan ak menjawab dengan penuh pertimbangan.
5. PENENTRAMAN HATI YANG
KELIRU Jangan menawarkan penentraman hati yang didukung oleh fakta / yang
didasarkan pada kenyataannya yang dapat lebih merugikan dibanding kebaikannya.
6. SIMPATI “Simpati
adalah perasaan perhatian ,duka cita / kasihan pada klien yang diciptakan oleh
identifikasi pribadi perawat akan kebutuhan klien . Simpati adalah suatu
hubungan memperhatikan dunia orang lain yang mencegah suatu perspektif yang
jelas dari isu yang dihadapi orang itu . Simpati berpusat pada perasaan perawat
bukannya perasaan klien . (Balzer Riley, 2000)
7. MEMINTA PENJELASAN Seorang
perawat mungkin tergoda untuk meminta orang lain untuk menjelaskan mengapa
orang percaya, merasa , atau telah bertindak dengan cara tertentu .
8. PERSETUJUAN /
PENOLAKAN Perawat harus tidak memaksakan sikap mereka sendiri , nilai-nilai ,
kepercayaan , dan moral pada orang lain saat pada peran membantu secara
profesional . Orang lain mempunyai hak untuk jadi diri mereka dan membuat
keputusan mereka sendiri.
9. RESPON BERTAHAN Ketika
klien menyatakan kritik , perawat perlu mendengarkan apa yang harus mereka
katakan . Mendengarkan tidak berarti persetujuan.
10. RESPON AGRESIF DAN /
PASIF, Tanggapan yang pasif untuk menghindari konflik / isu yang tidak
menyenangkan. Tanggapan yang agresif menimbulkan konfrontasi pada orang lain.
Download dokumen materi komunikasi terapeutik pada link di bawah ini:
https://drive.google.com/file/d/1N6k1lQlYdBAr8k8Q8ak1MygSvp51yOKS/view?usp=sharing
Download dokumen materi komunikasi terapeutik pada link di bawah ini:
https://drive.google.com/file/d/1N6k1lQlYdBAr8k8Q8ak1MygSvp51yOKS/view?usp=sharing