Ads Google

Monday, April 2, 2018

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (MATERI AJAR FARMASI BAB 1)

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012
TENTANG
PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan bahan obat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
2.        Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
3.        Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.        Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
-2-
5.        Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
6.        Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005;
7.        Keputusan          Menteri           Kesehatan            Nomor
43/Menkes/SK/II/1998 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik;
8.        Peraturan          Menteri            Kesehatan            Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008;
9.        Peraturan          Menteri            Kesehatan            Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi;
10.     Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
11.     Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.3546 Tahun 2009;
12.     Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat;
13.     Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik;


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.        Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.
2.        Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
3.        Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
4.        Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
5.        Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat yang diterbitkan oleh Kepala Badan.
6.        Sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik, yang selanjutnya disebut Sertifikat CPBBAOB, adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPBBAOB dalam memproduksi satu jenis bahan baku aktif obat.
7.        Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut Kepala Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pengaturan CPOB dalam Peraturan ini, meliputi:
a.        Obat; dan
b.        Bahan Obat.


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
BAB III
PENERAPAN CPOB
Pasal 3
(1)      Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman CPOB.
(2)      Pedoman CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 4
Selain Industri Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
a.        lembaga yang melakukan proses pembuatan sediaan radiofarmaka dan telah mendapat pertimbangan dari lembaga yang berwenang di bidang pengawasan tenaga nuklir; dan
b.        instalasi farmasi rumah sakit yang melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan;
wajib menerapkan Pedoman CPOB.
Pasal 5
(1) Pemenuhan persyaratan Pedoman CPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dibuktikan dengan sertifikat.
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.       Sertifikat CPOB; atau
b.       Sertifikat CPBBAOB.
(3) Penerbitan Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 6
Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi administratif sebagai berikut:
1.        Peringatan;
2.        Peringatan keras;
3.        Penghentian sementara kegiatan;
4.        Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB;
5.        Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB; dan
6.        Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi.


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2012
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 122


LAMPIRAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012
TENTANG
PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN
PRINSIP
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
UMUM
1.        Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2.        Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.
3.        Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
4.        CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai.
5.        Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) hendaklah menggunakan Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan Pedoman ini.
6.        Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.


-2-
7.      Selain aspek umum yang tercakup dalam Pedoman ini, dipadukan juga serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk industri farmasi yang aktivitasnya berkaitan.
8.      Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang digunakan manusia.
9.      Pada pedoman ini istilah “pembuatan” mencakup seluruh kegiatan penerimaan bahan, produksi, pengemasan ulang, pelabelan, pelabelan ulang, pengawasan mutu, pelulusan, penyimpanan dan distribusi dari obat serta pengawasan terkait.
10.   Cara lain selain tercantum di dalam Pedoman ini dapat diterima sepanjang memenuhi prinsip Pedoman ini.
Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangan konsep baru atau teknologi baru yang telah divalidasi dan memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum dalam Pedoman ini.
11.   Pada pedoman ini istilah “hendaklah” menyatakan rekomendasi untuk dilaksanakan kecuali jika tidak dapat diterapkan, dimodifikasi menurut pedoman lain yang relevan dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik atau digantikan dengan petunjuk alternatif untuk memperoleh tingkat pemastian mutu minimal yang setara.


-3-
BAB 1
MANAJEMEN MUTU
PRINSIP
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a)    suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan
b)   tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
1.1 Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk.
PEMASTIAN MUTU
1.2 Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor


-4-
lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk.
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa:
a)    desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan persyaratan CPOB;
b)   semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan;
c)    tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan;
d)   pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar;
e)    semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta dilakukan validasi;
f)     pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;
g)    obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk;
h)   tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat;
i)     tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu;
j)     pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan;
k)   penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;
l)     tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk;
m)  prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan
n)   evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)


-5-
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a)    semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
b)   tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c)    tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
Ø  personil yang terkualifikasi dan terlatih;
Ø  bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
Ø  peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
Ø  bahan, wadah dan label yang benar;
Ø  prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
Ø  tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d)   prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e)    operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
f)     pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar­benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
g)    catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
h)   penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat;
i)     tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan
j)     keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
PENGAWASAN MUTU
1.4 Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.


-6-
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:
a)     sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB;
b)     pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;
c)      metode pengujian disiapkan dan divalidasi;
d)     pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
e)      produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar;
f)       dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan
g)     sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat.
Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.


-7-
PENGKAJIAN MUTU PRODUK
1.5 Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:
a)    kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru;
b)   kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk jadi;
c)    kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan investigasi yang dilakukan;
d)   kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;
e)    kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode analisis;
f)     kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor;
g)    kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak diinginkan;
h)   kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan;
i)     kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya;
j)     kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;
k)   status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan
l)     kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur manajemen untuk manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan lain-lain.



-8-
MANAJEMEN RISIKO MUTU
1.6 Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.
1.7 Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
a)     evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien;
b)     tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.
Lebih lanjut, lihat Aneks 14 Manajemen Risiko Mutu.

No comments:

Post a Comment