BAB 1
A. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari kompetensi ini, siswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui tentang sejarah obat.
2. Mengetahui istilah-istilah penting dalam farmakologi.
3. Menetapkan sifat atau ciri dari sediaan obat.
4. Mencontohkan macam-macam sediaan obat
B. Uraian Materi
1. Perkembangan Sejarah Obat
Pengertian obat
ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut
gejala-gejalanya.
Kebanyakan obat
yang digunakan dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Melalui
cara mencoba-coba, secara empiris manusia purba mendapatkan pengalaman dengan
berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan
ini secara turun temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu
pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Namun tidak semua
obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, adapula yang pada awalnya
digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika atau racun untuk membunuh musuh.
Misalnya, strychnin dan kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk
pribumi Afrika dan Amerika Selatan. Contoh yang paling baru ialah obat kanker
nitrogen-mustard yang semula digunakan sebagai gas racun (gas mustard) pada
perang dunia pertama.
Obat nabati
digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktifitas dan efek yang sering
kali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan pembuatannya. Kondisi ini
dianggap kurang memuaskan, sehingga lambat laun para ahli kimia memulai mencoba
mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya. Hasil percobaan mereka
adalah serangkaian zat kimia : yang terkenal diantaranya adalah :
* Efedrin dari tanaman Ma Huang (Ephedra Vulgaris),
* Kinin dari kulit pohon kina,
* Atropin dari tanaman Atropa Belladona,
* Morfin dari candu (Papaver Somniferum),
* Digoksin dari Digitalis lanata.
Dari hasil penelitian setelah tahun 1950 dapat ditemukan :
* Reserpin dan resinamin dari Pule Pandak (Rauwolvia
serpentina),
* Vinblastin (antikanker) berasal dari Vinca rosea, sejenis
kembang serdadu.
* Artemisin yang berasal dari tanaman di Cina, (Artemisina
annua). Penemuan obat malaria ini sekitar tahun 1980
* Paclitaxel (taxol), antikanker dari jarum-jarum sejenis
cemara (konifer) Taxus brevifolia/baccata (1993)
* Genistein dari kacang kedelai.
a. Sejarah ilmu farmakologi
Perkembangan ilmu farmakologi dapat ibagi menjadi dua
periode yaitu :
1. Periode kuno (sebelum th 1700)
Periode ini
ditandai dengan observasi empirik oleh manusia terhadap penggunaan obat. Bukit
atau pencatatannya dapat dilihat di Materia Medika yang disusun oleh
Dioscorides (Pedanius). Sebelumnya, catatan tertua dijumpai pada pengobatan
Cina dan Mesir.
* Claudius Galen (129–200 A.D.) adalah orang pertama yg
mengenalkan bahwa teori dan pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam
penggunaan obat.
* Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau
Paracelsus , adalah pionir penggunaan senyawa kimia dan mineral, yang dikenal
juga dengan bapak toksikologi.
* Johann Jakob Wepfer (1620–1695), peneliti pertama yang
melibatkan hewan percobaan dalam ilmu farmakologi dan toksikologi.
Pada abad 18-19,
mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat, tempat dan cara
kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan
* Rudolf Buchheim (1820–1879) , mendirikan Institute of
Pharmacology pertama di The University of Dorpat (Tartu, Estonia) tahun 1847.
* Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang
internist, Bernhard Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi pertama
* John J. Abel (1857–1938), The “Father of American
Pharmacology”
Pada permulaan
abad XX mulailah dibuat obat – obat sintesis, misalnya asetosal, disusul kemudian
dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan
penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan
penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran
berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang
sistematis dari obat-obat baru.
Sejak tahun 1945
ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat (misal sintesa kimia,
fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan sekali bagi
penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetis telah ditemukan,
rata-rata 500 zat setahunnya yang mengakibatkan perkembangan yang revolusioner
di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan
obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama “masa
hidupnya” karena terdesak obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya. Namun
lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan merupakan penemuan dari 3
dasawarsa terakhir.
2. Definisi dan Pengertian Farmakologi :
Farmakologi
berasal dari Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam arti sempit, dan dalam
makna luas adalah : “Semua zat selain makanan yg dapat mengakibatkan perubahan
susunan atau fungsi jaringan tubuh”. Logos yaitu : ilmu. Singkatnya Farmakologi
ialah : Ilmu yang mempelajari cara kerja obat didalam tubuh.
Banyak definisi
tentang farmakologi yang dirumuskan olah para ahli, antara lain :
a. Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap
bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia,
khususnya melalui pengikatan molekul-molekul regulator yang mengaktifkan/
menghambat proses-proses tubuh yang normal (Betran G. Katzung).
b. Ilmu yg mempelajari hal ihwal mengenai obat, mencakup
sejarah, sumber, sifat kimia & fisik, komponen; efek fisiologi &
biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi
& penggunaan obat. (Farmakologi & Terapi UI).
c. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun
fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup.
Dan untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya,
serta penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis.
Ketika kita
bicara tentang obat, sebenarnya tidak hanya farmakologi saja yang berkaitan
dengan obat, tetapi kita harus juga membicarakannya dari ilmu lain yang sangat
erat kaitannya dengan obat, yaitu
Perkembangan ilmu
dan teknologi kedokteran dan farmasi, menyebabkan farmakologi tidak dapat
dibahas dari satu sisi keilmuan saja. Para ahli secara cermat mengamati
perkembangan ini dari tahun ke tahun melalui serangkaian penelitian mendalam,
terpadu dan lintas disiplin ilmu, sehingga kini kita mengenal banyak cabang
ilmu farmakologi yang berkembang menjadi cabang ilmu baru, antara lain :
1. Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat
yang berasal dari tanaman dan zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari
mineral dan hewan.
Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu
farmakognosi sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya
sebagai sumber untuk obat–obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris
telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai
digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tinctura echinaceae
(meningkatkan imunitas tubuh), ekstrak Ginkoa biloba (meningkatkan daya ingat),
bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak
feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
2. Biofarmasi, meneliti pengaruh formulasi obat terhadap
efek terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat
agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk
diresorpsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan
biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang
mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai
berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
3. Farmakokinetika, meneliti perjalanan obat mulai dari saat
pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah dan
distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain. Begitu pula bagaimana
perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal.
Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan
oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap
organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta
efek terapi yang ditimbulkannya. Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek
yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
5. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari
obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapi obat barhubungan erat dengan efek
toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi
dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. ( “Sola dosis facit venenum”
: hanya dosis membuat racun racun, Paracelsus).
6. Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati
penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang
hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu
pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman
yang lama (dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat–zat dari tanaman untuk
mengobati penyakit.
7. Farmakogenetik / Farmakogenomik
Farmakogenetik adalah ilmu yang mempelajari efek dari
variasi genetik pada gen tunggal terhadap respon obat sedangkan farmakogenomik
adalah ilmu yang mempelajari efek dari variasi genetik pada keseluruhan gen
(genom) terhadap respon obat
8. Farmakovigilans (Pharmacovigilance)
Pharmacovigilance adalah suatu proses yang terstruktur untuk
memantau dan mencari efek samping obat (adverse drugs reaction) dari obat yang
telah dipasarkan. Data-data diperoleh dari sumber-sumber seperti Medicines
Information, Toxicology and Pharmacovigilance Centres yang lebih relevan dan
bernilai pendidikan dalam manajemen keamanan obat.
Obat – obat yang
digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar sebagai berikut.
1. Obat farmakodinamis, yang bekerja terhadap tuan rumah
dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi
biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis, dapat membunuh parasit dan kuman di
dalam tubuh tuan rumah. Idealnya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika
yang sangat kecil terhadap organisme tuan rumah dan berkhasiat sangat besar
membunuh sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme
(bakteri, virus). Obat – obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat–obat
kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik merupakan obat pembantu untuk melakukan
diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran
lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium
propanoat dan asam iod organik lainnya.
3. Farmakope dan Nama Obat
Farmakope adalah
buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat-obat penting
serta persyaratannya akan identitas, kadar kemurnian, dan sebagainya, begitu
pula metode analisa dan resep sediaan farmasi. Kebanyakan negara memiliki
farmakope nasionalnya dan obat-obat resmi yang dimuatnya merupakan obat dengan
nilai terapi yang telah dibuktikan oleh pengalaman lama atau riset baru. Buku
ini diharuskan tersedia pada setiap apotek.
Indonesia telah
menerbitkan Farmakope pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965),
yang memuat bahan-bahan galenika dan resep. Farmakope Indonesia jilid I telah
direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang mulai berlaku sejak 12
November 1972. Pada tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III kemudian
Farmakope Indonesia Edisi IV terbit pada tahun 1996.
Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah
diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu obat resmi yang mencakup zat,
bahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi
tidak dimuat dalam Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope
Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku
persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
Untuk melengkapi
kedua buku persyaratan mutu obat resmi ini, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula
sebuah buku dengan nama Formularium Indonesia, yang memuat komposisi dari
sediaan farmasi yang lazim dibutuhkan di rumah sakit dan apotek. Buku ini sudah
direvisi pula dan edisi kedua dari buku ini telah diberlakukan per 12 November
1978 dengan nama Formularium Nasional.
Obat paten atau
spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindingi
hukum, yaitu merk terdaftar atau proprietary name. Banyaknya obat paten dengan
beraneka ragam nama yang setiap tahun dikeluakan oleh industri farmasi dan
kekacauan yang diakibatkannya telah mendorong WHO untuk menyusun Daftar Obat
dengan nama-nama resmi. Official atau generic name (nama generik) ini dapat
digunakan disemua negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan. Hampir
semua farmakope sudah menyesuaikan nama obatnya dengan nama generik ini, karena
nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
Dalam buku ini digunakan pula nama generik, untuk jelasnya di bawah ini
diberikan beberapa contoh :
Nama Kimia
Nama Generik
Nama Paten
Asam asetilsalisilat Asetosal Aspirin (Bayer)
Naspro (Nicholas)
Aminobenzil penisillin
Ampisilin
Penbritin (Beecham) Ampifen (Organon)
4. Macam -Macam Sediaan Umum
Berdasarkan
penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat
mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika
berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula
obat yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua
diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Oleh karena
itu perlu diperhatikan etiket obat yang dibuat pada saat melayani suatu resep.
Misalnya perbedaan tablet dengan kaplet, atau tablet yang harus dikunyah dulu
(seperti obat maag golongan antasida). Etiket obat harus memuat instruksi yang
singkat namun benar dan jelas sehingga pasien tidak bingung dengan petunjuk
etiket obat. Oleh karena itu penting sekali bagi kita semua untuk mengetahui
bentuk sediaan obat.
Beberapa bentuk
dan tujuan penggunaan obat sebagai berikut. a. Kapsul
Adalah sediaan
padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut,
digunakan untuk pemakaian oral. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
* Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
* Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar
matahari
* Bentuk dan warna cangkang yang bervariasi
* Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income
fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
* Mudah ditelan.
b. Tablet
Merupakan sediaan
padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler
kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa bahan tambahan. Macam- macam tablet :
* Tablet Kempa : paling banyak digunakan, ukuran dapat
bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan.
* Tablet Cetak : dibuat dengan memberikan tekanan rendah
pada massa lembab dalam lubang cetakan.
* Tablet Triturat : tablet kempa atau cetak bentuk kecil
umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
* Tablet Hipodermik : dibuat dari bahan yang mudah larut
atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik,
sekarang diberikan secara oral.
* Tablet Sublingual : dikehendaki efek cepat (tidak lewat
hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
* Tablet Bukal : digunakan dengan meletakkan di antara pipi
dan gusi.
* Tablet Efervescen : tablet larut dalam air. Harus dikemas
dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis
“tidak untuk langsung ditelan”.
* Tablet Kunyah : cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan
sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit,
atau tidak enak.
* Tablet Salut Gula , ini merupakan tablet tablet kempa yang
terdiri dari penyalut gula. Tujuan penyalutan ini adalah untuk melindungi obat
dari udara dan kelembapan serta memberi rasa atau untuk menghindarkan gangguan
dalam pemakaiannya akibat rasa atau bau bahan obat. Contohnya : Pahezon,
Arcalion .
* Tablet Salut Selaput, tablet ini disalut dengan selaput
yang tipis yang akan larut atau hancur di daerah lambung usus. Contohnya :
Fitogen.
* Tablet Kompresi Ganda, adalah tablet kompresi berlapis,
dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Contohnya :
Decolgen
* Tablet Salut Enteric, tablet yang disalut dengan lapisan
yang tidak atau hancur dilambung tapi di usus. contoh : Voltaren 50 mg,
Enzymfort
Kelebihan dan Kekurangan Tablet Kelebihan :
a. Lebih mudah disimpan
b. Memiliki usia pakai yang lebih panjang dibanding obat
bentuk lainnya
c. Bentuk obatnya lebih praktis
d. Konsentrasi yang bervariasi
e. Dapat dibuat tablet kunyah dengan bahan mentol dan
gliserin yang dapat larut dan rasa yang enak, dimana dapat diminum, atau
memisah dimulut
f. Untuk anak-anak dan orang-orang secara kejiwaan, tidak
mungkin menelan tablet, maka tablet tersebut dapat ditambahkan penghancur, dan
pembasah dengan air lebih dahulu untuk pengolahannya.
g. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil
kemungkinan tertinggal ditenggorokan, terutama bila tersalut yang memungkinkan
pecah/ hancurnya tablet tidak segera terjadi.
h. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya
paling rendah.
i. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan
kemampuan yang terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk
ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling lemah.
j. Secara umum, bentuk pengobatan dangan menggunakan tablet
lebih disukai karena bersih, praktis dan efisien
k. Sifat alamiah dari tablet yaitu tidak dapat dipisahkan,
kualitas bagus dan dapat dibawa kemana-mana, bentuknya kompak, fleksibel dan
mudah pemberiannya.
l. Tablet tidak mengandung alcohol
m. Tablet dapat dibuat dalam berbagai dosis.
Kekurangan :
a. Orang yang sukar menelan atau meminum sediaan tablet.
b. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan
kompak
c. Pil
Pil merupakan
sediaan solid yang berbentuk bulat dengan berat sekitar 100 500 mg, biasanya
300 mg, mengandung satu atau lebih zat aktif. Sediaan padat bulat dengan masaa
< 100 mg dikenal dengan istilah granul, sedangkan yang lebih dari 500 mg
dikenal dengan istilah boli (untuk hewan ternak).
Sediaan pil masih
digunakan dan dikembangkan dalam industri obat tradisional dalam hal ini jamu
dan obat herbal terstandar, serta makanan suplemen. Zat aktif yang dibuat pil
kebanyakan merupakan simplisia tanaman yang telah dihaluskan atau.sudah
berwujud ekstrak. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan pil ini adalah:
bahan pengikat, bahan pengisi, bahan penghancur dan bahan penyalut.
Kontrol kualitas
sediaan pil juga dilakukan dengan aspek yang hamper sama dengan yang dilakukan
untuk sediaan tablet, yaitu penampilan dan ukuran, keseragaman bobot, kekerasan
dan waktu hancur.
d. Krim
Adalah sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Khusus untuk penggunaan secara topical di kulit.
e. Emulsi
Adalah sistem dua
fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam
bentuk tetesan kecil.
Kriteria emulsi yang baik adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapi
c. Merupakan dispersi homogen antara minyak dengan air
d. Stabil baik secara fisik maupun kimia dalam penyimpanan
e. Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu menjaga
stabilitas dalam penyimpanan, serta dapat dituangkan dengan mudah
f. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas
obat
f. Ekstrak
Adalah sediaan
pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat baku yang ditetapkan. Ekstrak dapat
dibuat menjadi sediaan lain seperti tablet atau sediaan larutan lain.
g. Gel (Jeli)
Adalah sistem
semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar , terpenetrasi oleh suatu cairan. Khusus untuk
penggunaan topical di kulit.
h. Imunoserum
Adalah sediaan
yang mengandung immunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan
pemurnian.
i. Implan atau pelet,
Adalah sediaan
dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi
( dengan atau tanpa eksipien ), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
Implan atau pelet dimaksudkan untuk disisipkan di dalam tubuh (biasanya secara
sub kutan) dengan tujuan untuk memperoleh pelepasan obat secara
berkesinambungan dalam jangka waktu lama.
j. Infusa
Adalah sediaan
cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90O
selama 15 menit.
k. Inhalasi
Adalah sediaan
obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang
diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal
atau sistemik.
l. Injeksi
Adalah sediaan
steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit atau
selaput lendir.
m. Irigasi
Adalah larutan
steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau
rongga-rongga tubuh, penggunaan adalah secara topikal.
n. Lozenges atau tablet hisap
Adalah sediaan
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan
dalam mulut.
o. Sediaan obat mata :
1. Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
2. Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel
asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata.
p. Pasta
Adalah sediaan
semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk
pemakaian topikal.
q. Plester
Adalah bahan yang
digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit
dan menempel pada pembalut.
r. Serbuk
Adalah campuran
kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan. Serbuk dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu :
1. Pulveres, Pulveres biasa diberikan dalam suatu resep
racikan. Pulveres
merupakan sediaan padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas
dalam beberapa bungkus kertas perkamen, sesuai dengan jumlah yang tertulis pada
resep, biasa digunakan untuk pemakaian oral. Dokter dapat lebih leluasa
menentukan jenis dan dosis obat yang dicampurkan. Apoteker bertanggungjawab
untuk memastikan bahwa campuran tersebut tidak menunjukkan inkompatibilitas
(ke-tak tercampur-an) yang merugikan. Apoteker dapat menambahkan bahan inaktif
sebagai pengisi atau penyamar rasa pahit, seperti misalnya amylum, saccharum
lactis/lactose, atau saccharum album (gula halus). Namun, yang perlu
diperhatikan adalah sifat higroskopisitas dari saccharum album, mengingat
syarat / kriteria sediaan pulveres adalah : aman, kering, homogen, halus dan
mudah mengalir (free flowing).
2. Pulvis (serbuk tidak terbagi), merupakan sediaan serbuk
tidak terbagi, yang biasanya dimaksudkan untuk pemakaian luar dengan cara
ditaburkan (pulvis adspersorius = serbuk tabur).
Kriteria dari serbuk tabur (pemberian topikal) ini antara
lain:
1. Aman yaitu tidak iritatif, tidak alergenik, tidak
komedogenik/acnegenik
2. Homogen
3. Kering
4. Halus (diayak dengan ayakan nomor 100)
5. Kering (tidak lembab/basah)
6. Melekat pada kulit dengan baik
Dalam dunia
kefarmasian dikenal pula serbuk yang bersifat higroskopis, deliquescent dan
serbuk efflorescent. Serbuk higroskopis merupakan serbuk yang mampu menangkap
uap air di lingkungan, sehingga serbuk menjadi basah. Serbuk yang bersifat
deliquescent adalah seperti serbuk higroskopis namun kemampuan menyerap airnya
sangat tinggi, sehingga sejumlah air yang ditangkap justru melarutkan serbuk
tersebut. Serbuk efflorescent merupakan serbuk dari senyawa yang memiliki air
kristal, yang pada kondisi kelembaban lingkungan yang rendah justru dapat
melepaskan air kristal dari strukturnya, sehingga serbuk menjadi basah.
Arti penting
memahami sifat-sifat serbuk ini adalah pada saat meracik suatu sediaan serbuk,
harus dipastikan sifat-sifat bahan yang diracik, karena jika bahanbahan
tersebut memiliki sifat seperti di atas, maka dapat dipastikan kualitas sediaan
kurang dapat terjaga dalam penyimpanan.
s. Solutio atau larutan,
Adalah sediaan
cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Terbagi atas :
1. Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk
pemberian oral. Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah :
* Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
kadar tinggi
* Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai
pelarut.
2. Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan
untuk penggunaan topikal pada kulit atau mukosa.
3. Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk
penggunaan dalam telinga.
4. Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada
mata.
5. Spirit, adalah larutan mengandung etanol atau hidro
alkohol dari zat yang mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau
campuran bahan.
6. Tingtur, adalah larutan mengandung etanol atau hidro
alkohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia
t. Supositoria
Adalah sediaan
padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina
atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Suppositoria didesain untuk:
1. Terapi dengan efek lokal pada bagian anal (contoh:
hemorrhoid) atau vaginal (contoh: candidiasis).
2. Terapi dengan efek sistemik (suppositoria anal) sebagai
alternatif pengobatan melalui anal bagi pasien yang tidak kooperatif terhadap
pengobatan oral (keadaan pingsan atau mengalami emesis)
Mekanisme
pelepasan zat aktif dari suppositoria adalah dengan pelelehan suppositoria pada
suhu tubuh (jenis basis: oleum cacao, Witepsol) atau penglarutan suppositoria
pada cairan anal/vaginal (jenis basis: Polietilen glikol, gliserogelatin).
5. Rute-rute Pemberian Obat
Di samping faktor
formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat atau lambatnya dan
lengkap atau tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat),
keadaan pasien dan sifat-sifat fisika-kimia obat.
a. Efek Sistemis 1. Oral,
Pemberiannya melalui mulut, mudah dan aman pemakaiannya,
lazim dan praktis tidak semua obat dapat diberikan per-oral, misalnya : Obat
yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah
lambung (benzilpenisilin, insulin dan oksitoksin), dapat terjadi inaktifasi
oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya, dapat juga untuk mencapai efek
lokal misalnya : obat cacing, obat diagnostik untuk pemotretan lambung – usus,
baik sekali untuk mengobati infeksi usus, bentuk sediaan oral : Tablet, Kapsul,
Obat hisap, Sirup dan Tetesan.
2. Oromukosal, Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada
dua macam cara yaitu :
a.) Sub Lingual
Obat ditaruh dibawah lidah, Tidak melalui hati sehingga
tidak diinaktif, dari selaput di bawah lidah langsung ke dalam aliran darah,
sehingga efek yang dicapai lebih cepat misalnya : Pada pasien serangan Jantung
dan Asma, keberatannya kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan dapat
merangsang selaput lendir mulut, hanya untuk obat yang bersifat lipofil,
bentuknya tablet kecil atau spray, contoh : Isosorbid Tablet.
b.) Bucal
Obat diletakkan diantara pipi dan gusi, obat langsung masuk
ke dalam aliran darah, Misalnya obat untuk mempercepat kelahiran bila tidak ada
kontraksi uterus, contoh : Sandopart Tablet.
3. Injeksi
Adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau
menembus kulit / selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk
memberikan efek dengan cepat.
Macam – macam jenis suntikan :
* Subkutan / hypodermal (s.c) : Penyuntikan di bawah kulit
* Intra muscular (i.m) : Penyuntikan dilakukan kedalam otot
* Intra vena (i.v) : Penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh
darah
* Intra arteri (i.a) : Penyuntikan ke dalam pembuluh nadi
(dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya pada penderita kanker hati)
* Intra cutan (i.c) : Penyuntikan dilakukan di dalam kulit
* Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas tulang
belakang (sumsum tulang belakang)
* Intra peritoneal : Penyuntikan ke dalam ruang selaput
(rongga) perut.
* Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung.
* Intra pleural : Penyuntikan ke dalam rongga pleura
* Intra articuler : Penyuntikan ke dalam celah – celah
sendi.
4. Implantasi
Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit
dengan alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.
5. Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki
efek sistemik
lebih cepat dan
lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali
digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.
6. Transdermal
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat
menyerap secara
perlahan dan kontinyu masuk ke dalam sistim
peredaran darah, langsung ke jantung.
b. Efek Lokal ( pemakaian setempat )
1. Kulit (percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan
kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio
2. Inhalasi
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut
dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan dan pernafasan
3. Mukosa Mata dan telinga
Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga,
bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi ke dalam
darah dan menimbulkan efek.
4. Intra vaginal
Obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina,
biasanya berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan.
5. Intra nasal
Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk
menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.
6. Cara Pemakaian Obat Yang Tepat
Obat digunakan
sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan dalam jangka waktu
terapi sesuai dengan anjuran.
a. Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui
mulut)
* Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis,
mudah dan aman. Yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air.
* Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (saat makan
atau saat perut kosong)
* Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan
seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah
* Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang
telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga.
* Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh
dokter minta pilihan bentuk sediaan lain.
b. Petunjuk Pemakaian obat oral untuk bayi/anak balita :
* Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya,
gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya.
* Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian
obat yang terasa tidak enak/pahit.
c. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata
* Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun
(termasuk mata) dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.
* Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang
tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar.
* Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan,
dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup
selama 1-2 menit, jangan mengedip.
* Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit
* Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin
terpapar pada tangan
d. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata
* Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun
(termasuk mata).
* Cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk
kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva,
tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam kantung konjungtiva dan mata
ditutup selama 1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atasbawah.
* Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan
tissue bersih (jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat.
* Cuci tangan untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar
pada tangan.
e. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung
* Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila
penggunaan obat dilakukan sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup
berbaring saja.
* Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan
selama beberapa menit agar obat dapat tersebar di dalam hidung
* Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan
diantara dua paha
* Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air
panas dan keringkan dengan tissue bersih.
f. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Telinga
* Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk
telinga
* Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga
* Bersihkan bagian luar telinga dengan ”cotton bud”
* Jika sediaan berupa suspensi, sediaan harus dikocok
terlebih dahulu
* Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring dengan
telinga yang akan ditetesi obat menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga
lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa telinga ditarik ke
atas dan ke belakang, sedangkan bagi anak-anak telinga ditarik ke bawah dan ke
belakang. Kemudian obat diteteskan dan biarkan selama 5 menit
* Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih.
* Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan,
suppositoria dibasahi dengan air.
* Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria
dimasukkan ke dalam rektum
* Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria
didorong dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira 1/2
- 1 inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa.
* Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan,
maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30
menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
* Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci
bersih.
h. Petunjuk Pemakaian Obat Krim /Salep rektal
* Bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan
salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal.
* Cara lain adalah dengan menggunakan aplikator. Caranya
adalah aplikator dihubungkan dengan wadah salep/krim yang sudah dibuka,
kemudian Jangan Ditelan dimasukkan ke dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga
salep/krim keluar.
* Buka aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan
sabun.
* Setelah penggunaan, tangan penderita dicuci bersih
i. Petunjuk Pemakaian Obat Vagina
* Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator
sesuai dengan petunjuk penggunaan dari industri penghasil sediaan.
* Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat
sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan.
* Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan
dengan menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin
tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu.
* Setelah penggunaan, aplikator dan tangan penderita dicuci
bersih dengan sabun dan air hangat.
Rute – rute
pemberian obat juga terus berkembang untuk mencapai efek terapeutis yang
terbaik. Rute – rute pemberian obat untuk mencapai efek sistemis antara lain :
Oral, Oromukosal, Injeksi, Implantasi, Rektal dan Transdermal. Sedangkan rute
untuk mendapatkan efek local / setempat adalah : Kulit (percutan), Inhalasi,
Mukosa Mata dan telinga, Intra vaginal dan intra nasal.
.
No comments:
Post a Comment