Deskripsi Kecerdasan Majemuk / Multiple Intelligences by Howard Gardner
Teori Kecerdasan Majemuk Dan Aplikasinya
Teori Kecerdasan Majemuk adalah sebuah fenomena dalam dunia
pendidikan di akhir abad ke-20 dan menjadi sebuah tren dalam dunia pendidikan
Indonesia akhir-akhir ini. Adalah Howard Earl Gardner (1943- ), seorang
peneliti di Project Zero milik Universitas Harvard, yang mencetuskan ide
mengenai kecerdasan yang menentang aliran kecerdasan utama dan tradisional yang
ada saat itu. Ide itu dituangkannya dalam buku Frames Of Mind (1983) yang
kemudian diikuti oleh belasan buku lain yang mengulas mengenai kecerdasan
majemuk ini.
Pemahaman tradisional mengenai kecerdasan berawal dari
kejadian ketika para pemimpin kota Paris
berkumpul di La Belle Epoque pada tahun 1900 dan berbicara dengan
seorang ahli psikologi bernama Alfred Binet dengan permintaan yang tidak biasa:
Apakah dia mampu merancang sebuah ukuran yang dapat memperkirakan anak muda
mana yang akan sukses dan mana yang akan gagal dari sekolah dasar Paris?
Dan kenyataan sejarah yang terjadi, Binet memenuhi
permintaan tak biasa ini. Dalam waktu singkat, penemuannya menjadi terkenal
dengan sebutan ”tes kecerdasan”; ukurannya, ”IQ”. Seperti model baju hasil
perancang terkenal Paris, tes ini kemudian tersebar ke negara-negara lain,
terutama Amerika Serikat. Pasca Perang Dunia I, tes IQ dipakai untuk menguji
satu juta orang Amerika yang mendaftar menjadi tentara, dan benar-benar
mencapai kesuksesan. Sejak saat itu, tes IQ menjadi salah satu sukses terbesar
ilmu psikologi–sebuah alat ukur yang ilmiah dan berdaya besar (powerful).
Namun hegemoni IQ lama kelamaan membuat banyak orang ragu
mengenai konsep kecerdasan yang dibawanya mulai dari Leo Vygotsky, Robert J.
Stenberg sampai Daniel Goleman. Dengan berawal dari keraguan atas pemahaman
tentang kecerdasan yang selama ini ada, Gardner kemudian menyusun sebuah konsep
yang akhirnya kita kenal sebagai Teori Kecerdasan Majemuk (KM).
Konsep Yang Melandasi Dan Teori Kecerdasan Majemuk
Howard Gardner melihat kecerdasan sebagai ’kapasitas
seseorang untuk memecahkan masalah atau untuk menciptakan sesuatu yang berharga
untuk sebuah atau beberapa latar budaya’. Gardner menyusun kriteria-kriteria
yang disebut sebagai ’tanda’ kecerdasan sebagai berikut:
Isolasi kemampuan akibat kerusakan otak.
Setiap kecerdasan dilaksanakan oleh salah satu bagian
otak. Bila bagian dari otak tadi
diisolasi atau lumpuh seperti dalam kasus pasien yang menderita luka otak,
harus terbukti bahwa kecerdasan tersebut lenyap. Contoh yang jelas ialah bagaimana suatu
kemampuan berbahasa lenyap bila bagian tertentu dari otak seorang pasien
mengalami luka. Jadi, kecerdasan harus
dibuktikan dengan adanya kemungkinan melakukan isolasi terhadap bagian otak
tertentu.
Keberadaan idiot savant (orang yang sangat cerdas pada hal
tertentu tetapi tidak memahami hal yag lain), anak-anak autis dan orang-orang
yang memiliki kelebihan.
Seperangkat kinerja atau kinerja inti (core operation) yang
dapat dikenali.
Setiap kecerdasan memiliki inti dari rangkaian
operasinya. Jadi, misalnya kecerdasan
verbal/linguistik memiliki inti berupa kemampuan untuk mengolah kata dan
berbahasa.
Sejarah perkembangan yang jelas, diikuti dengan seperangkat
unjuk kerja ‘end-state’ yang dapat dijelaskan.
Suatu kecerdasan harus memperlihatkan adanya suatu sejarah
perkembangan yang dapat dikenali dengan jelas dengan hasil akhir tingkat
tinggi. Tingkat perkembangan dari kecerdasan tadi yang sangat tinggi nyata
bedanya dengan tingkat perkembangan yang biasa atau yang tertinggal.
Selanjutnya suatu kecerdasan juga memperlihatkan kapan umumnya hal ini mulai,
berkembang dan menurun
Sejarah evolusi dan kemungkinan-kemungkinan evolusi.
Adanya bekas-bekas dari dalam sejarah umat manusia dan
evolusinya mengenai awal kehadiran kecerdasan. Sejarah manusia meninggalkan
jejak-jejak kecerdasan-kecerdasan tadi seperti lukisan gua di Altamira yang
menunjukkan kemampuan manusia untuk menggunakan kecerdasan tertentu untuk
mengungkapkan makna hidupnya pada masa purbakala sekalipun
Adanya dukungan dari uji eksperimen psikologis.
Adanya dukungan dari penemuan psikometri.
Keterjemahan sebuah sistem simbol.
Kemampuan untuk dikodekan dalam suatu sistem simbol artinya
setiap kecerdasan cenderung dapat diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu.
Setiap cara untuk memahami sesuatu selalu ada pada setiap budaya, tidak perduli
kondisi sosio-ekonomi dan pendidikannya. Walupun telah berkembang jenis
keterampilan pada budaya yang berbeda, namun hadirnya kecerdasan adalah
bersifat universal. Dengan kata lain, kecerdasan berakar pada keberadaan
spesies manusia itu sendiri
Para kandidat yang dapat disebut sebagai ‘kecerdasan’ harus
memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Pengelompokan yang dilakukan Gardner lebih
condong kepada pengelompokan secara intuitif dibandingkan pengelompokan
menggunakan penilaian ilmiah.
Pada awalnya Howard Gardner merumuskan tujuh kecerdasan.
Daftar awal ini bersifat sementara. Dua kecerdasan yang pertama telah biasa
dipakai di sekolah-sekolah. Tiga kecerdasan berikutnya banyak diidentifikasi
orang di bidang seni. Dan dua yang terakhir oleh Howard Gardner disebut
‘kecerdasan personal’. Ketujuh kecerdasan itu adalah:
Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence):
merupakan kemampuan seorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan
maupun tulisan, untuk mengekspresikan
ide-ide atau gagasan-gagasan yang dimilikinya. Kemampuan ini berkaitan dengan
pengembangan bahasa secara umum. Orang yang mempunyai kecerdasan bahasa tinggi
akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah untuk mengetahui dan
mengembangkan bahasa dengan mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam
belajar bahasa, menjelaskan, me-ngajarkan,dan menceritakan pemikirannya pada
orang lain. Misalnya: bahasa, puisi, humor, berpikir simbolik,dan sebagainya.
Kecerdasan logika/matematik (logical/mathematical
intelligence): merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan
bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki matematikawan,
saintis, dan programmer. Termasuk dalam kecerdasan ini adalah kepekaan pada
pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan.orang yang mempunyai
kecerdasan ini sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam
pemikiran serta cara kerja, berpikir ilmiah, termasuk berpikir deduktif dan induktif
akan muncul bila ada masalah baru dan berusaha menyelesaikannya.
Kecerdasan visual/ruang
(visual/spatial intelligence): adalah kemampuan untuk menangkap dunia
ruang visual secara tepat atau
berhubungan dengan kemampuan
indera pandang dan berimajinasi, seperti
yang dimiki oleh para navigator, pemburu, dan arsitek. Yang termasuk dalam
kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat,
melakukan perubahan bentuk benda dalam pikiran dan mengenali perubahan
tersebut, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam
bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik.
Kecerdasan tubuh/gerak (body/ kinesthetic intelligence):
merupakan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau
seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Orang yang
mempunyai kecerdasan ini dengan mudah mengekspresikan dengan gerak tubuh
misalnya menari, permainan olah raga, pantomim, mengetik, dan sebagainya.
Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhythmic intelligence):
merupakan kemampuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati
bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi, serta
kemapuan memainkan alat musik, menyanyi, menciptakan lagu, menikmati lagu, dan
nyayian. Musik dapat menenangkan
pikiran, mamacu kembali aktivitas, memperkuat semangat nasional, meningkatkan
iman, dan sebagainya.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence):
berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi baik verbal maupun
non verbal. Mampu mengenali perbedaan perasaan, temperamen, maupun motivasi
orang lain. Pada tingkat lebih tinggi kecerdasan ini dapat membaca konteks
kehidupan orang lain. Tampak pada guru, konselor, teraphis, politisi, pemuka
agama.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence):
kemampuan pemahaman terhadap aspek internal, seperti perasaan, proses berpikir,
refleksi diri, intuisi, dan spiritual. Identitas diri dan kemampuan transeden
manusia. Kecerdasan ini sifatnya paling individual, dan untuk menggunakan
diperlukan semua kecerdasan yang lain.
Dalam buku Frames of Mind Howard Gardner memperlakukan
kecerdasan personal sebagai “sebuah pasangan”. Karena hubungannya sangat erat
pada budaya tertentu, kedua jenis kecerdasan itu kerap dijadikan satu. Namun,
Gardner tetap berpendapat bahwa cukup logis untuk memisahkan keduanya. Gardner
mengatakan bahwa ketujuh kecerdasan itu jarang beroperasi sendiri-sendiri.
Mereka dapat digunakan secara bersamaan dan saling melengkapi ketika seseorang
membangun ketrampilan atau memecahkan masalah.
Pada dasarnya, Howard Gardner mengatakan bahwa dia membuat
dua pokok pikiran yang paling penting tentang kecerdasan majemuk. Yaitu:
Teori ini mempertimbangkan kemampuan kognitif manusia secara
keseluruhan. Teori ini membuat ‘definisi baru’ mengenai kecerdasan. Dan manusia
adalah organisme yang memiliki seperangkat kecerdasan dasar.
Orang-orang memiliki kombinasi kecerdasan yang unik. Howard
Gardner mengatakan bahwa tantangan terbesar dalam managemen sumber daya manusia
adalah ‘bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari keunikan
setiap orang yang memperlihatkan kecerdasan yang berbeda-beda’.
Sejak daftar kecerdasan yang dipublikasikan Gardner dalam
buku Frames of Mind (1983) terdapat banyak diskusi mengenai kemungkinan adanya
kandidat-kandidat lain yang dapat disebut sebagai kecerdasan.
Penelitian lanjutan dan refleksi yang dilakukan Gardner
bersama koleganya menghasilkan empat kemungkinan: kecerdasan naturalis
(naturalist intelligence), kecerdasan spiritual, kecerdasan eksistensial dan
kecerdasan moral. Pada tahun 1999 melalui bukunya, Intelligence Reframed;
Multiple intelligences for the 21st century, Gardner menambahkan kecerdasan
naturalis pada daftar kecerdasan majemuknya. Dimana,
Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence) adalah
kecerdasan yang terkait dengan kemampuan mengerti flora dan fauna dengan baik,
dapat memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam
bertani, berburu, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Banyak dimiliki
oleh pakar lingkungan, misalnya
mengenali perubahan lingkungan dengan cara melihat gejala lain seperti adanya daun patah dapat digunakan untuk memastikan siapa yang baru
saja melintas.
Jika kecerdasan naturalis dimasukkan ke dalam daftar secara
langsung sebagai kecerdasan yang kedelapan, kecerdasan spiritual masih
dipertimbangkan karena memiliki aspek-aspek yang lebih kompleks. Menurut Howard
Gardner ada banyak masalah menyangkut hal tersebut, contohnya, sekitar ‘isi’
dari kecerdasan spiritual, bagaimana orang memandang kebenaran spiritual satu
dengan yang lainnya.
Kecerdasan eksistensial, adalah kandidat yang berikutnya.
Gardner menganggap kecerdasan ini memenuhi kriteria. Namun, bukti empiriknya
masih terlalu lemah –meskipun akan sangat menarik bila terdapat kecerdasan
kesembilan. Oleh karena itu Howard Gardner masih menunda untuk memasukkan
kecerdasan ini ke dalam daftar. Bila kecerdasan eksistensial ini masuk dalam
daftar, maka kecerdasan spiritual yang disebut lebih awal akan masuk dalam
lingkup kecerdasan eksistensial.
Kandidat terakhir dalam daftar Howard Gardner adalah
kecerdasan moral. Dalam eksplorasinya, Gardner mulai bertanya-tanya apakah
mungkin untuk menghubungkan antara kawasan kecerdasan dengan kawasan moral. Isu
sentral kawasan moral adalah kemampuan seseorang untuk membentuk perilaku,
mengerti dan menaati aturan dan membangun sikap-sikap hidup yang menjadi batu
bata kehidupan seseorang. Lebih jauh, Gardner berpendapat para penulis dan
peneliti belum pernah mempertimbangkan bahwa kawasan-kawasan moral adalah
produk dari kecerdasan manusia.
Sehingga sampai saat ini, Gardner membuat teori kecerdasan
majemuk yang tersusun atas delapan jenis kecerdasan. Namun, Gardner tidak
menutup kemungkinan bahwa terdapat jenis-jenis kecerdasan yang lain, seperti
kecerdasan eksistensial –yang masih dipertimbangkan.
B. Pembahasan
Belajar Dari Sudut Pandang Teori Kecerdasan Majemuk
Belajar adalah usaha untuk menghidupkan secara utuh dan
alamiah seluruh kecerdasan yang dimiliki individu. Dari sudut pandang teori
humanistik, dasar-dasar teori kecerdasan majemuk memang sangat humanis, yang
memberi tekanan pada positive regards
(pandangan positif), acceptance (dukungan), awareness (kesadaran), self-worth
(nilai diri) yang kesemuanya itu bermuara pada aktualisasi diri yang optimal.
Psikologi humanistik menekankan pada personal growth (perkembangan individu),
sesuai dengan arah dari teori kecerdasan majemuk.
Pembelajaran adalah suatu proses membangun/memicu,
memperkuat, mencerdaskan, dan mentransfer kecerdasan. Pada hakikatnya seorang
pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam aspek kognitif,
afektif, psikomotorik, maupun konatif (Riyanto Theo, 2002). Seorang pendidik hendaknya mampu membangun
suasana belajar yang kondusif untuk belajar-mandiri (self-directed learning).
Ia juga hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan
eksplorasi diri. Galileo menegaskan bahwa sebenarnya kita tidak dapat
mengajarkan apapun, kita hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan
dirinya dan mengaktualisasikan dirinya. Setiap pribadi manusia memiliki
“self-hidden potential excellence” (mutiara talenta yang tersembunyi di dalam
diri), tugas pendidikan yang sejati adalah membantu peserta didik untuk
menemukan dan mengembangkannya seoptimal mungkin.
Persoalannya adalah bagaimana menciptakan kondisi kelas bagi
tumbuh kembangnya kecerdasan majemuk pada diri para siswa, mengingat banyak
orang mempersepsi bahwa kelas yang baik adalah kelas yang diam, teratur,
tertib, dan taat pada guru. Kelas yang ramai selalu diterima sebagai kelas yang
negatif, tidak teratur, walaupun mungkin ramainya kelas tersebut disebabkan
karena siswa berdebat, berdiskusi, bereksplorasi, atau kegiatan-kegiatan
positif lainnya. Guru-guru yang ada pun seringkali lebih menyukai pada kelas
yang tertib, teratur, siswa-siswanya patuh dan tidak kritis.
Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik,
artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun
kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi
kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga
lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara
sempit harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian peserta didik secara utuh. Seperti misalnya kemampuan bernalar,
berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi
pribadi yang utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar
dikembalikan sebagai subjek (dan juga objek) pendidikan dan bukannya objek
semata-mata.
Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan
majemuk membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak
patuh karena siswa menemukan kebenaran-kebenaran lain dari kebenaran yang
dipegang oleh gurunya. Masalahnya, sejauh mana kesiapan para guru dan pengelola
pendidikan lainnya dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia
Indonesia? Dapatkah sekolah atau
lembaga-lembaga pendidikan lain memenuhi semua fasilitas untuk kepentingan
mengasah kecerdasan yang sesuai dengan gaya belajar secara proporsional? Apakah
guru atau tenaga-tenaga kependidikan lain siap mengadakan pembaharuan terhadap
dirinya? Semua jawaban terpulang pada mereka yang terlibat dalam proses
pendidikan dan pembelajaran.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Kecerdasan Majemuk
Sebagai sebuah teori, apa yang dikemukakan oleh Howard
Gardner ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan teori
kecerdasan majemuk antara lain sebagai berikut ini.
Pembelajaran dapat lebih fokus terhadap suatu kecenderungan
kecerdasan dan punya hasil yang optimal.
Memberikan sudut pandang baru terhadap pengembangan potensi
manusia.
Memberi harapan dan semangat baru, terutama terhadap si
belajar/pemelajar.
Membuka kesempatan pada si belajar untuk kritis dan
berpikiran terbuka.
Menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut
pandang kecerdasan/inteligensi.
Dan kelemahan-kelemahannya sebagai berikut:
Memiliki kontroversi terutama dalam pandangan ahli psikologi
tradisional, antara lain mencampuradukkan pengertian kecerdasan, ketrampilan
dan bakat.
Bersifat personal/individual sehingga teori ini lebih efektif
digunakan untuk mengembangkan
pembelajaran orang per orang daripada mengembangkan pembelajaran
massa/klasikal.
Membutuhkan fasilitas yang lengkap sehingga membutuhkan
biaya besar untuk operasional klasikal atau massal.
Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya siap
melaksanakan teori ini dalam praktek di dalam kelas K-12 ataupun juga
pembelajaran yang melibatkan pemelajar dewasa, karena sudut pandang kebanyakan
orang masih sudut pandang tradisional.
Bertolak dari permasalahan tersebut, maka untuk menerapkan
konsep kecerdasan majemuk diperlukan suatu reformasi pendidikan.
Untuk dapat mengadakan reformasi pendidikan, hal-hal berikut
perlu mendapatkan pertimbangannya: a) si belajar dijadikan subjek pendidikan
dan pusat proses pembelajaran; b) teori aktivitas diri dan aktif-positif
merupakan dasar dari proses pembelajaran; c) tujuan pendidikan dirumuskan
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan si belajar daripada tekanan pada
penguasaan materi pembelajaran; d) kurikulum sekolah disusun dalam kerangka
kegiatan bersama atau kegiatan yang bersifat “proyek”; e) perlunya secara rutin
kontrol informal di kelas dan sosialisasi mengajar dan belajar atau kegiatan
bersama di tengah-tengah arus deras individualisme; g) hendaknya banyak
diterapkan keaktifan berpikir dan berargumentasi daripada sekedar menghafal
atau mengingat-ingat saja; h) pendidikan hendaknya mengembangkan kreativitas
siswa.
Teori Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk memang masih
memerlukan kajian dan banyak pengalaman lapangan. Namun, setidaknya teori ini
telah banyak mengingatkan kepada kita bahwa manusia memang diciptakan unik
(disusun oleh Arka, Rini dkk).
DAFTAR PUSTAKA
Sumber info dari halaman web : http://idarianawaty.blogspot.com/2011/02/teori-kecerdasan-majemuk-dan.html
Deskripsi Kecerdasan Majemuk Howard Gardner
Gardner's Multiple Intelligences - descriptions, preferences,
personal potential, related tasks and tests |
||||
Tipe Kecerdasan |
Deskripsi kecerdasan |
Peran khas, preferensi, potensi |
Tugas, aktivitas, atau tes terkait |
Gaya belajar yang disukai |
1. Linguistic |
kata-kata dan bahasa, tertulis dan lisan; retensi, interpretasi dan penjelasan ide dan informasi melalui bahasa, memahami hubungan antara komunikasi dan makna |
penulis, pengacara, jurnalis, pembicara, pelatih, copywriter, guru bahasa Inggris, penyair, editor, ahli bahasa, penerjemah, konsultan PR, konsultan media, presenter TV dan radio, artis pengisi suara |
menulis satu set instruksi; berbicara tentang suatu topik; mengedit karya atau karya tertulis; menulis pidato; mengomentari suatu peristiwa; terapkan 'putaran' positif atau negatif pada sebuah cerita |
kata dan bahasa |
2. Logical - mathmatical |
berpikir logis, mendeteksi pola, penalaran ilmiah dan deduksi; menganalisis masalah, melakukan perhitungan matematis, memahami hubungan antara sebab dan akibat menuju hasil atau hasil yang nyata |
ilmuwan, insinyur, pakar komputer, akuntan, ahli statistik, peneliti, analis, pedagang, bankir taruhan, pialang asuransi, negosiator, pembuat kesepakatan, pemecah masalah, direktur |
melakukan perhitungan aritmatika mental; membuat proses untuk mengukur sesuatu yang sulit; menganalisis cara kerja mesin; membuat proses; menyusun strategi untuk mencapai suatu tujuan; menilai nilai bisnis atau proposisi |
angka dan logika |
3. Musical |
kemampuan musik, kesadaran, apresiasi dan penggunaan suara; pengenalan pola nada dan ritme, memahami hubungan antara suara dan perasaan |
musisi, penyanyi, komposer, DJ, produser musik, penala piano, insinyur akustik, penghibur, perencana pesta, penasihat lingkungan dan kebisingan, pelatih suara |
melakukan karya musik; menyanyikan sebuah lagu; mengulas sebuah karya musik; melatih seseorang untuk memainkan alat musik; tentukan musik suasana hati untuk sistem telepon dan resepsi |
musik, suara, ritme |
4. Bodily - Kinesthetic |
kontrol gerakan tubuh, ketangkasan manual, kelincahan fisik dan keseimbangan; koordinasi mata dan tubuh |
penari, demonstran, aktor, atlet, penyelam, olahragawan, tentara, pemadam kebakaran, PTI, artis pertunjukan; ergonomis, ahli osteopati, nelayan, pengemudi, pengrajin; tukang kebun, koki, ahli akupunktur, tabib, petualang |
menyulap; mendemonstrasikan teknik olahraga; membalik tikar bir; membuat pantomim untuk menjelaskan sesuatu; melemparkan panekuk; menerbangkan layang-layang; melatih postur tempat kerja, menilai ergonomis stasiun kerja |
pengalaman fisik dan gerakan, sentuhan dan perasaan |
5. Spatial - Visual |
persepsi visual dan spasial; interpretasi dan pembuatan gambar visual; imajinasi dan ekspresi bergambar; memahami hubungan antara gambar dan makna, dan antara ruang dan efek |
seniman, desainer, kartunis, story-boarder, arsitek, fotografer, pematung, perencana kota, visioner, penemu, insinyur, kosmetik dan konsultan kecantikan |
merancang kostum; menafsirkan lukisan; membuat tata ruang; membuat logo perusahaan; merancang sebuah bangunan; mengemas koper atau bagasi mobil |
gambar, bentuk, gambar, ruang 3D |
6. Interpersonal |
persepsi perasaan orang lain; kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain; interpretasi perilaku dan komunikasi; memahami hubungan antara orang dan situasi mereka, termasuk orang lain |
terapis, profesional SDM, mediator, pemimpin, konselor, politisi, pendidik, tenaga penjualan, pendeta, psikolog, guru, dokter, penyembuh, penyelenggara, pengasuh, profesional periklanan, pelatih dan mentor; (ada hubungan yang jelas antara jenis kecerdasan ini dan apa yang sekarang disebut 'Kecerdasan Emosional' atau EQ) |
menafsirkan suasana hati dari ekspresi wajah; menunjukkan perasaan melalui bahasa tubuh; mempengaruhi perasaan orang lain dengan cara yang terencana; melatih atau menasihati orang lain |
kontak manusia, komunikasi, kerja sama, kerja tim |
7. Intrapersonal |
kesadaran diri, kesadaran pribadi, objektivitas pribadi, kemampuan untuk memahami diri sendiri, hubungan seseorang dengan orang lain dan dunia, dan kebutuhannya sendiri, serta reaksi terhadap perubahan. |
bisa dibilang siapa saja yang sadar diri dan terlibat dalam proses perubahan pikiran pribadi, keyakinan dan perilaku dalam kaitannya dengan situasi mereka, orang lain, maksud dan tujuan mereka - dalam hal ini ada kesamaan dengan tingkat Aktualisasi Diri Maslow, dan lagi ada hubungan yang jelas antara jenis kecerdasan ini dan apa yang sekarang disebut 'Kecerdasan Emosional' atau EQ |
mempertimbangkan dan memutuskan tujuan sendiri dan perubahan pribadi yang diperlukan untuk mencapainya (tidak harus mengungkapkan hal ini kepada orang lain); pertimbangkan 'Jendela Johari' sendiri, dan putuskan opsi untuk pengembangan; mempertimbangkan dan memutuskan posisi sendiri dalam kaitannya dengan model Kecerdasan Emosional |
refleksi diri, penemuan diri |
© A Chapman and V Chislett MSc 2005, based on Gardner's Multiple Intelligences Model. From www.businessballs.com. Not to be sold or published. The authors accept no liability. |