Pasal
19
DI
SUMUR YAKUB
DALAM
perjalanan ke Galilea Yesus berjalan melalui Samaria. Kira‑kira tengah hari
tibalah Ia di lembah Sikhem yang permai. Pada permulaan lembah ini terdapat
sumur Yakub. Karena sudah letih dari perjalanan‑Nya, duduklah Ia di sini untuk
beristirahat sementara murid‑murid‑Nya pergi membeli makanan.
Bangsa
Yahudi dan bangsa Samaria bermusuhan keras dan sedapat‑dapatnya menghindarkan
segala hubungan satu dengan yang lain. Berjual beli dengan orang Samaria dalam
keadaan perlu dianggap sah oleh rabbi‑rabbi; tetapi semua urusan sosial dengan
mereka dilarang. Seorang Yahudi tidak mau meminjam dari orang Samaria, atau pun
menerima sesuatu kebaikan bahkan sesuap roti atau secangkir air sekali pun.
Dalam membeli makanan itu, murid‑murid bertindak sesuai dengan adat bangsa
mereka. Tetapi mereka tidak berbuat lebih dari itu. Meminta pertolongan dari
orang Samaria, atau dengan cara apa pun berusaha menolong mereka, tidak masuk
akal bagi murid‑murid Kristus sekali pun.
--------------
Pasal
ini didasarkan atas Yohanes 4:1-42.
Sedang
Yesus duduk di pinggir sumur itu, Ia merasa lemas karena lapar dan haus. Sudah
jauh sekali perjalanan yang ditempuh sejak paginya, dan sekarang teriknya panas
matahari lohor sedang menimpa Dia. Dahaga‑Nya semakin terasa mengingat air
sejuk dan menyegarkan yang begitu dekat, namun yang tidak dapat diperoleh‑Nya;
sebab Ia tidak punya tali atau pun timba, sedangkan sumur itu dalam. Ia
menderita nasib manusia, maka dinantikan‑Nyalah orang datang menimba air.
Seorang
wanita Samaria datang, dan seolah‑olah tidak sadar akan hadirat‑Nya, ia mengisi
kendinya dengan air. Waktu ia berpaling hendak pergi, Yesus meminta air minum
daripadanya. Permintaan yang begitu tidak akan ditolak oleh orang Timur
manapun. Di Timur, air disebut pemberian Allah." Menawarkan air minum
kepada seorang pengembara yang haus dianggap sebagai suatu kewajiban yang
begitu suci sehingga orang Arab di padang belantara mau menyimpang daripada
perjalanannya agar dapat melakukannya. Kebencian antara orang Yahudi dan orang
Samaria menegahkan wanita itu daripada menawarkan sesuatu kebajikan kepada
Yesus; tetapi Juruselamat sedang berusaha hendak mendapatkan kunci hati wanita
itu, dan dengan kecerdikan yang lahir dari kasih Ilahi, Ia meminta pertolongan,
bukan menawarkannya. Tawaran kebajikan mungkin akan ditolak; tetapi percaya
menggugah percaya. Raja surga datang kepada jiwa terbuang ini, memohonkan
layanan daripadanya. Dia yang menjadikan laut, yang mengendalikan samudera luas
lepas, yang membuka segala mata air dan saluran di bumi ini, mengasuh
kepenatan-Nya di sumur Yakub, dan bergantung pada keridlaan seorang yang tidak
dikenal untuk pemberian secangkir air minum saja.
Wanita
itu melihat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi. Dalam keheranannya ia lupa
mengabulkan permintaan‑Nya itu, tetapi berusaha mempelajari sebab‑sebab
permintaan itu. "Bagaimana ini," sahutnya, "maka Tuan, orang
Yahudi, minta minum kepada sahaya, seorang perempuan Samaria?"
Yesus
menjawab, "Jikalau kiranya engkau mengetahui akan anugerah Allah dan lagi
siapa Dia, yang berkata kepadamu, Berilah Aku minum; niscaya engkau kelak
meminta kepada‑Nya, lalu diberikan‑Nya kepadamu air hidup." Engkau heran
mengapa Aku meminta daripadamu pertolongan yang begitu kecil yaitu seteguk air
dari sumur yang di kaki kita ini. Sekiranya engkau meminta daripada‑Ku, maka
Aku tentu mernberi kepadamu air hidup yang kekal.
Wanita
itu belum mengerti akan ucapan Kristus itu, akan tetapi ia merasakan maknanya
yang dalam. Caranya yang sepele dan menantang itupun mulailah berubah. Karena
menyangka bahwa Yesus berbicara tentang sumur yang di depan mereka, ia pun
berkata, "Ya Tuan, satu pun tiada pada Tuan, yang boleh dibuat timba; lagi
perigi ini dalam, dari mana gerangan Tuan
beroleh air hidup itu? Lebih besarkah Tuan daripada Yakub, moyang kami,
yang memberikan kepada kami perigi ini, dan daripadanya juga ia minum sendiri?"
Ia melihat di depannya hanya seorang pengembara yang kehausan, letih dari
perjalanan dan penuh debu. Dalam pikirannya dibandingkannya Dia dengan Yakub,
nenek moyang yang terhormat itu. Ia merasa bangga dengan sewajarnya bahwa tidak
ada sumur lain lagi yang dapat disamakan dengan sumur yang disediakan oleh
nenek moyang itu. Ia sedang menoleh ke belakang kepada para nenek moyang, dan
ke depan ke hari kedatangan Mesias itu, sementara Harapan segala nenek moyang
itu, yakni Mesias Sendiri, sudah berada di sampingnya, tetapi ia tidak mengenal
Dia. Betapa banyaknya jiwa yang haus sekarang ini ada di dekat pancaran air
hidup, namun mereka memandang jauh untuk mendapat mata air hidup! "Jangan
katakan di dalam hatimu: Siapakah akan naik ke surga?, yaitu: untuk membawa
Yesus turun, atau: 'Siapakah akan turun ke jurang maut?', yaitu: untuk membawa
Kristus naik dari antara orang mati.... Firman itu dekat kepadamu, yakni di
dalam mulutmu dan di dalam hatimu.... Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa
Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan
Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." Roma 10:6‑9.
Yesus
tidak segera menjawab pertanyaan yang mengenai diri‑Nya itu, tetapi dengan
kesungguhan yang tekun Ia berkata, "Barang siapa yang minum air ini, ia
kelak akan berdahaga pula; tetapi barang siapa yang minum air, yang Kuberikan
kepadanya, sekali‑kali tidak ia akan berdahaga lagi, karena ada pun air yang
Kuberikan kepadanya itu akan menjadi di dalamnya suatu mata air, yang berpencar‑pencar
sampai kepada hidup yang kekal."
Orang
yang berusaha memuaskan dahaganya pada mata air dunia ini, akan minum hanya
untuk kemudian haus lagi. Di mana‑mana manusia tidak merasa puas. Mereka itu
senantiasa mengingini sesuatu untuk memenuhi kebutuhan jiwa. Hanya seorang yang
dapat memenuhi kebutuhan itu. Kebutuhan dunia ini, "kegemaran segala
bangsa," ialah Kristus. Rahmat Ilahi yang dapat dikaruniakan hanya oleh‑Nya
sendiri, adalah seperti air hidup yang menyucikan, menyegarkan, serta menguatkan
jiwa.
Yesus
tidak mengemukakan pendapat bahwa hanya seteguk air hidup saja akan memuaskan
dahaga sipenerima itu. Orang yang mengecap kasih Kristus pasti akan selalu
merindukan lebih banyak lagi; tetapi ia tidak mencari apa‑apa lagi selain itu.
Kekayaan, kehormatan, dan kesenangan dunia ini tidak menarik hatinya lagi.
Seruan yang tetap dari hatinya ialah,"Lebih banyak daripada‑Mu." Maka
Dia yang menyatakan kepada jiwa tentang kebutuhannya, menanti untuk memuaskan
lapar dan dahaganya. Setiap sumber dan persandaran manusia akan gagal. Segala
tempat cadangan air akan menjadi kosong, dan segala kolam akan menjadi kering;
akan tetapi Juruselamat kita adalah suatu mata air yang tak kering‑keringnya.
Kita boleh minum, dan minum lagi, dan selamanya mendapat persediaan yang segar.
Ia yang di dalamnya Kristus bersemayam, memiliki di dalam dirinya sendiri mata
air berkat,‑‑"suatu mata air, yang berpencar‑pencar sampai kepada hidup
yang kekal." Dari sumber ini ia dapat menimba tenaga dan rahmat yang cukup
untuk segala keperluannya.
Ketika
Yesus berbicara tentang air hidup itu, wanita itu memandang kepada‑Nya dengan
perhatian yang penuh kekaguman. Ia telah membangkitkan perhatian wanita itu,
serta membangunkan suatu kerinduan untuk memperoleh karunia yang dikatakan‑Nya
itu. Wanita itu mengerti bahwa bukannya air sumur Yakub itu yang dibicarakan‑Nya;
sebab air sumur ini selalu dipakainya, diminumnya, dan haus kembali. "Ya
Tuhan," katanya, "berikanlah kiranya air itu kepada sahaya, supaya
jangan lagi sahaya berdahaga dan tak usah lagi sahaya datang kemari
menimba."
Kini
Yesus dengan mendadak mengalihkan pembicaraan itu. Sebelum jiwa ini dapat
menerima karunia yang hendak dianugerahkan‑Nya itu, ia harus diajar dulu untuk
mengenal dosanya dan Juruselamatnya. "Sahut Yesus kepada perempuan itu:
Pergilah engkau, panggillah lakimu, lalu datang kemari." Sahutnya,
"Tidak sahaya berlaki." Demikianlah ia mengharap akan mencegah segala
pertanyaan ke arah itu. Tetapi Juruselamat melanjutkan "Benarlah katamu
ini, bahwa tidak engkau berlaki. Karena lima orang sudah lakimu dan yang
sekarang ini padamu itu bukan lakimu. Benarlah katamu itu."
Pendengar
itu gemetar. Suatu tangan ajaib sedang membuka lembaran riwayat hidupnya, serta
mempertunjukkan apa yang telah diharapkannya akan tersembunyi selama‑lamanya.
Siapakah gerangan Dia yang dapat membaca segala rahasia hidupnya ini?
Teringatlah ia akan perkara‑perkara yang kekal, tentang Hari Pehukuman yang
akan datang, apabila segala perkara yang tersembunyi sekarang ini akan
dinyatakan kelak. Mengingat hal itu, tergugahlah angan‑angan hatinya.
Suatu
pun tidak dapat disangkalnya; tetapi ia berusaha mengelakkan semua sebutan
tentang sesuatu pokok pembicaraan yang tidak terlalu disukai. Dengan rasa
hormat yang sungguh, berkatalah ia,"Ya Tuan, nyatalah kepada sahaya bahwa
Tuan ini seorang nabi." Lalu, dengan berharap hendak mendiamkan keyakinan
itu. beralihlah ia kepada pokok‑pokok pertentangan agama. Jika ia seorang nabi,
sudah tentu Ia dapat memberikan kepadanya petunjuk tentang persoalan yang sudah
sekian lamanya diperdebatkan .
Dengan
sabarnya Yesus membiarkan dia menuntun percakapan itu sekehendak hatinya.
Sementara itu dinantikan‑Nya kesempatan untuk menjelaskan kebenaran itu dalam
hatinya "Ada pun nenek moyang kami memang sembahyang di atas bukit ini,
maka kata kamu bahwa Yerusalem itulah tempat yang patut orang sembahyang."
Gunung Gerizim nampak dari tempat itu. Kaabahnya sudah dimusnahkan, dan hanya
mezbahnya yang masih ada. Tempat sembahyang itu telah menjadi pokok perbantahan
antara orang Yahudi dan orang Samaria. Beberapa dari nenek moyang bangsa yang
belakangan ini dahulu pernah termasuk bangsa Israel; tetapi karena dosa‑dosanya,
Tuhan membiarkan mereka dikalahkan oleh sesuatu bangsa penyembah berhala. Turun
temurun mereka bercampur gaul dengan para penyembah berhala, yang agamanya
berangsur‑angsur menajiskan agama mereka sendiri. Memang mereka percaya bahwa
berhala‑berhala mereka hanyalah untuk mengingatkan mereka tentang Allah yang
hidup, Pemerintah alam semesta; namun orang terpengaruh untuk menghormati
patung‑patung ukiran mereka itu.
Ketika
kaabah di Yerusalem dibangun kembali pada zaman Ezra, bangsa Samaria itu ingin
menggabungkan diri dengan bangsa Yahudi dalam pembangunan itu. Kesempatan mulia
ini tidak diberikan kepada mereka, dan timbullah perseteruan yang pahit antara
kedua bangsa itu. Bangsa Samaria membangun kaabah saingan di Bukit Gerizim. Di
sini mereka berbakti sesuai dengan upacara keagamaan Musa, sungguh pun mereka
tidak meninggalkan penyembahan berhala seluruhnya. Tetapi malapetaka menimpa
mereka, kaabah itu dibinasakan oleh musuh‑musuh mereka, dan nampaknya mereka
itu seolah‑olah terkutuk; namun mereka masih berpaut pada tradisitradisi dan
upacara‑upacara perbaktian mereka. Mereka tidak mau mengakui kaabah di
Yerusalem itu sebagai rumah Allah, ataupun mengakui bahwa agama bangsa Yahudi
itu lebih unggul daripada agama mereka.
Untuk
menjawab pertanyaan wanita itu, Yesus berkata, "Percayalah akan Daku,
bahwa waktunya akan datang kelak, apabila kamu akan menyembah Bapa bukan di
atas bukit ini dan bukan pula di Yerusalem. Bahwa kamu menyembah barang yang
tidak karnu ketahui, tetapi kami menyembah Dia yang kami ketahui, karena
selamat itu datang daripada orang Yahudi." Yesus telah menunjukkan bahwa
Ia bebas dari prasangka bangsa Yahudi terhadap bangsa Samaria. Sekarang Ia
berusaha hendak merubuhkan prasangka wanita Samaria itu terhadap orang Yahudi.
Sementara menunjuk kepada kenyataan bahwa iman bangsa Samaria sudah dinajiskan
oleh penyembahan berhala Ia mengatakan bahwa kebenaran‑kebenaran utama tentang
penebusan telah diamanatkan kepada bangsa Yahudi, dan bahwa dari antara mereka
itulah Mesias akan datang. Dalam tulisan‑tulisan Suci mereka mendapat
keterangan yang jelas tentang tabiat Allah dan azas‑azas pemerintahan‑Nya.
Yesus menggolongkan diri‑Nya sendiri dengan bangsa Yahudi sebagai bangsa yang
telah dikaruniai Allah suatu pengetahuan tentang diri‑Nya.
Ia
ingin mengangkat pikiran para pendengar‑Nya di atas soal‑soal yang menyangkut
tatacara dan upacara belaka, serta soal‑soal pertentangan. 'Waktunya datang
kelak," kata‑Nya, "Sekarang pun ada, apabila orang sembahyang dengan
sebenarnya itu akan menyembah Bapa dengan roh dan kebenaran, karena orang yang
sembahyang demikian yaitu yang dikehendaki oleh Bapa. Bahwa Allah itu Roh
adanya; maka orang yang menyembah Dia, haruslah mereka itu menyembah Dia dengan
Roh dan kebenaran."
Di
sini dimaklumkan kebenaran itu juga yang telah dinyatakan oleh Yesus kepada
Nikodemus ketika Ia berkata, "Jikalau orang tidak jadi semula, maka tak
dapat ia melihat kerajaan Allah." Yohanes 3:3. Bukannya oleh mencari
sesuatu gunung yang suci atau sesuatu kaabah yang suci maka manusia dibawa ke
dalam persekutuan dengan surga. Agama tidak boleh dibatasi di dalam upacara
secara lahir saja. Agama yang berasal daripada Allah ialah satu‑satunya agama
yang akan menuntun kepada Allah. Untuk dapat berbakti kepada‑Nya dengan benar,
kita harus dilahirkan dari Roh Ilahi. Ini akan menyucikan hati serta nembaharui
pikiran, memberikan kepada kita suatu kesanggupan yang baru untuk mengenal
serta mengasihi Allah. Akan diberikannya kepada kita sesuatu penurutan sukarela
kepada segala tuntutan‑Nya. Inilah perbaktian yang benar. Itulah hasil kerja
Roh Suci. Oleh Roh setiap doa yang sungguh‑sungguh disusun, dan doa semacam itu
berkenan kepada Allah. Di mana saja sesuatu jiwa mencari Allah. di sana
nyatalah bekerjanya Roh itu, dan Allah akan menyatakan diri‑Nya kepada jiwa
itu. Orang‑orang berbakti yang demikianlah dicahari Allah. Ia menanti hendak
menerima mereka dan untuk menjadikan anak‑anak‑Nya.
Sementara
berbicara dengan Yesus, wanita itu merasa terharu oleh perkataan‑Nya. Belum
pernah ia mendengar perasaan serupa itu dari imam‑imam sebangsanya atau pun
dari orang Yahudi. Setelah masa hidupnya yang lampau dipaparkan di hadapannya,
ia sangat merasakan keperluannya yang besar. Ia sadar akan kehausan jiwanya,
yang tidak dapat dipuaskan oleh air sumur di Sikhar itu. Tiada suatu apa pun
yang berhubungan dengan dia hingga kini yang begitu mempekakan dia kepada
sesuatu kebutuhan yang lebih tinggi. Yesus telah meyakinkan dia bahwa la dapat
membaca segala rahasia hidupnya; namun ia merasa bahwa Ialah sahabatnya, yang
berbelas kasihan serta mengasihi dia. Meski pun kesucian hadirat‑Nya mencela
dosanya, namun Ia tidak mengeluarkan ucapan tuduhan, melainkan telah
memberitahukan kepadanya tentang rahmat‑Nya, yang dapat membaharui jiwa.
Mulailah ia mendapat sesuatu keyakinan tentang tabiat‑Nya. Timbullah pertanyaan
dalam pikirannya, "Mungkinkah inilah Mesias yang telah lama dinantikan
itu?" Katanya kepada Yesus, "Sahaya tahu Mesias akan datang kelak,
yaitu yang bergelar Kristus, maka apabila datang, Ia juga akan memberi tahu
kepada kami segala perkara itu." Yesus menyahut, "Akulah Dia, yang
berkata‑kata dengan dikau."
Ketika
wanita itu mendengar ucapan ini, timbullah kepercayaan dalam hatinya.
Diterimanya pengumuman yang ajaib itu dari bibir Guru Ilahi itu.
Wanita
itu berada dalam keadaan pikiran yang mau menghargai. Ia bersedia menerima
pernyataan yang paling mulia; sebab ia menaruh perhatian pada Alkitab, dan Roh
Suci telah menyediakan pikirannya untuk menerima lebih banyak terang. Ia telah
mempelajari janji Wasiat Lama, "Seorang Nabi dari tengah-tengahmu, dari
antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh
Tuhan, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan." Ulangan 18:15. Ia rindu
hendak mengerti akan nubuatan ini. Terang telah memancar ke dalam pikirannya.
Air hidup, yakni kehidupan rohani yang dikaruniakan Kristus kepada tiap‑tiap
jiwa yang haus telah mulai memancar dalam hatinya. Roh Tuhan sudah bekerja
dalam dirinya.
Ucapan
tegas yang diberikan oleh Kristus kepada wanita ini tidak akan dapat diucapkan
kepada orang Yahudi yang membenarkan diri sendiri. Kristus lebih menahan diri
apabila Ia berbicara kepada mereka itu. Apa yang tidak diberikan kepada orang
Yahudi, dan yang kemudian hari dianjurkan supaya dirahasiakan oleh murid‑murid,
dinyatakan kepada wanita itu. Yesus melihat bahwa ia akan menggunakan
pengetahuannya itu untuk membawa orang lain pula guna mengambil bagian dari
rahmat‑Nya.
Ketika
murid‑murid kembali, mereka terkejut melihat Guru mereka berbicara dengan
wanita itu. Ia belum meminum air menyegarkan yang diingini‑Nya itu, dan Ia
tidak berhenti untuk memakan makanan yang telah dibawa oleh murid‑murid‑Nya
itu. Setelah wanita itu pergi, murid‑murid‑Nya membujuk Dia supaya makan.
Mereka lihat Dia diam, asyik berpikir, seperti dalam renungan yang tekun.
Wajahnya berseri‑seri dengan cahaya, dan mereka takut mengganggu hubungan‑Nya
dengan surga itu. Tetapi mereka tahu bahwa Ia lemas sekali dan penat, dan
mereka merasa wajib mengingatkan Dia akan kebutuhan badani‑Nya. Yesus tahu akan
perhatian mereka yang didorong oleh kasih, lalu Ia berkata, "Pada‑Ku
adalah makanan, akan dimakan, yang tidak kamu ketahui."
Murid‑murid
itu heran siapa gerangan telah membawakan Dia makanan; tetapi dijelaskan‑Nya,
"Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan
menyelesaikan pekerjaan-Nya." Yohanes 4:34. Ketika perkataan‑Nya kepada
wanita itu telah membangkitkan kesadaran hatinya, Yesus bersukaria. Ia melihat
dia meminum air hidup, lalu perasaan lapar dan haus‑Nya sendiri pun dipuaskan.
Terwujudnya tugas yang untuk dilaksanakannya Ia telah meninggalkan surga,
menguatkan Juruselamat untuk pekerjaan‑Nya, serta mengangkat Dia melebihi
segala kebutuhan kemanusiaan. Melayani seseorang yang sedang lapar dan haus
akan kebenaran lebih menyenangkan bagi‑Nya daripada makan atau minum. Itulah
suatu penghiburan, suatu penyegaran bagi‑Nya. Kebajikan adalah nyawa jiwa‑Nya.
Penebus
kita haus akan pengenalan. Ia lapar akan simpati dan kasih orang‑orang yang
telah dibeli‑Nya dengan darah‑Nya sendiri. Ia rindu dengan keinginan yang tak
terperikan supaya kiranya mereka datang kepada‑Nya lalu mendapat kehidupan.
Sebagaimana ibu menantikan senyum pengenalan dari anaknya yang masih kecil,
yang menandakan mulainya kecerdasan, demikian juga Kristus menantikan
pernyataan kasih yang penuh syukur yang menunjukkan bahwa hidup kerohanian
sudah mulai di dalam jiwa.
Wanita itu telah dipenuhi dengan sukacita
sementara ia mendengarkan perkataan Kristus. Pernyataan yang ajaib itu hampir
menaklukkan. Dengan meninggalkan kendinya, pulanglah ia ke kota, untuk
menyampaikan kabar itu kepada orang‑orang lain. Yesus tahu mengapa ia pergi
meninggalkan kendinya sudah tentu menunjukkan pengaruh perkataan‑Nya. Adalah
kerinduan jiwanya yang sungguh‑sungguh hendak memperoleh air hidup itu, maka
lupalah ia akan tugasnya ke sumur itu, serta akan dahaga Juruselamat yang
tadinya hendak dipuaskannya. Dengan hati yang meluap‑luap dengan
kegirangan pergilah ia dengan tergesa‑gesa, hendak
memberitahukan kepada orang‑orang lain terang yang indah yang telah diterimanya
itu.
"Marilah lihat ada seorang, yang mengatakan
kepadaku segala perkara yang kubuat," katanya. "Bukankah Ia ini
Kristus?" Ucapannya itu menjawab hati mereka. Ada sesuatu pernyataan yang
baru di wajahnya, suatu perubahan di dalam seluruh pembawaannya. Mereka itu
ingin hendak melihat Yesus. "Maka keluarlah mereka itu dari dalam negeri
pergi mendapatkan Yesus."
Selagi Yesus duduk di pinggir sumur itu, Ia
memandang ke ladang gandum yang terhampar di hadapan‑Nya. daunnya yang hijau
dan lembut disinari cahaya matahari keemasan. Dengan mengalihkan perhatian
murid‑murid‑Nya kepada pemandangan itu, la menggunakannya sehagai suatu ibarat:
"Bukankah katamu, empat bulan lagi baru datang musim penyabit? Bahwa
sesungguhnya Aku herkata kepadamu. Angkatlah matamu; lihatlah akan segala
bendang, karena sampai putihnya, dapat disabit." Maka sedang Ia berbicara
itu, dilihat‑Nya rombongan yang sedang datang ke sumur itu. Empat bulan lagi
baru tiba musim menuai gandum, tetapi di sini sudah ada suatu panen yang sudah
sedia akan dituai.
"Orang yang menyabit itu," kata‑Nya,
"mendapat upah dan mengumpulkan buah‑buah bagi hidup yang kekal, supaya
bersuka citalah bersama‑sama, baik orang yang menabur, baik orang yang menyabit
itu: Maka dalam inilah perbahasaan itu benar, bahwa seorang menabur, seorang
lain menyabit." Di sini Kristus menunjukkan tugas suci yang harus
ditunaikan bagi Allah oleh orang‑orang yang menerima Injil itu. Mereka harus
menjadi alat‑alat‑Nya yang hidup. Ia meminta pelayanan mereka masing‑masing.
Baik menabur mau pun menuai, kita bekerja bagi Allah. Seorang menaburkan bibit;
yang lain mengumpulkan pada musim menuai; dan baik penabur mau pun penuai itu
mendapat upah. Mereka bersuka bersama‑sama dalam pahala pekerjaan mereka.
Yesus berkata kepada murid‑murid‑Nya itu,
"Kamu Kusuruhkan menyabit barang yang tidak kamu usahakan. Orang lain
telah mengusahakan dia, maka kamu masuk ke dalam pekerjaannya."
Juruselamat di sini sedang memandang ke muka kepada pengumpulan besar pada hari
Pentakosta. Murid‑murid itu tidak boleh memandang hal ini sebagai hasil usaha
mereka sendiri. Mereka sedang memasuki pekerjaan orang‑orang lain. Semenjak
kejatuhan Adam, Kristus telah selamanya mempercayakan benih sabda‑Nya itu
kepada hamba‑hamba pilihan‑Nya, untuk ditaburkan di dalam hati manusia. Dan
suatu alat yang tidak kelihatan, yaitu suatu kuasa yang maha besar, telah
bekerja diam‑diam tetapi sangat berhasil untuk menghasilkan panen. Embun dan
hujan dan sinar matahari rahmat Allah telah diberikan, untuk menyegarkan serta
menghidupkan benih kebenaran itu. Kristus sudah hampir menyirami benih itu
dengan darah‑Nya sendiri. Murid‑murid‑Nya diberi kesempatan yang mulia untuk
bekerja sama dengan Allah. Mereka adalah teman sekerja dengan Kristus dan
dengan orang‑orang saleh pada zaman purba. Dengan dicurahkan‑Nya Roh Suci pada
hari Pentakosta, beribu‑ribu orang akan ditobatkan dalam sehari. Ini adalah
hasil penaburan Kristus, panen pekerjaan‑Nya.
Dalam perkataan yang diucapkan kepada wanita di
pinggir sumur itu, bibit baik telah ditaburkan, dan betapa lekas panennya
diperoleh. Orang‑orang Samaria itu datang dan mendengarkan Yesus serta percaya
pada‑Nya. Dengan mengerumuni Dia di sumur itu, mereka menghadapkan pertanyaan‑pertanyaan
kepada‑Nya, dan dengan hasrat yang besar menerima segala keterangan‑Nya tentang
banyak perkara yang selama itu tidak jelas bagi mereka. Sementara mereka
mendengar, kebingungan mereka pun lenyaplah. Mereka bagaikan suatu umat yang
berada dalam kegelapan besar yang melihat cahaya yang memancar dengan tiba‑tiba
hingga mereka mendapat siang hari. Akan tetapi mereka belum merasa puas dengan
pertemuan yang singkat ini. Mereka masih ingin hendak mendengar lebih jauh, dan
supaya sahabat‑sahabat mereka juga mendengarkan guru ajaib itu. Mereka
mengundang Dia ke kota mereka serta memohon kepada‑Nya supaya tinggal dengan
mereka. Dua hari lamanya Ia tinggal di Samaria, dan banyak lagi yang percaya
pada‑Nya.
Orang Parisi memandang hina kesederhanaan Yesus.
Mereka mengabaikan segala mukjizat‑Nya, dan meminta suatu tanda bahwa Ia adalah
Anak Allah. Tetapi orang Samaria itu tidak meminta sesuatu tanda apa pun, dan
Yesus tidak mengadakan mukjizat di antara mereka, kecuali dalam menyatakan
rahasia hidupnya kepada wanita di sumur itu. Namun banyak orang yang menerima
Dia. Dalam kegembiraan mereka yang baru itu berkatalah mereka kepada wanita
itu, "Sekarang kami percaya, bukan sebab katamu, karena telah kami sendiri
mendengar perkataan‑Nya dan ketahuilah kami bahwa sesungguhnya inilah Kristus,
yaitu Juruselamat orang isi dunia."
Orang Samaria percaya bahwa Mesias akan datang
sebagai Penebus, bukan hanya bagi bangsa Yahudi, tetapi juga bagi dunia. Roh
Suci dengan perantaraan Musa telah menubuatkan Dia sebagai seorang nabi yang
datang dari Allah. Dengan perantaraan Yakub telah dikatakan bahwa kepada‑Nya
segala bangsa akan menurut; dan dengan perantaraan Ibrahim, bahwa dalam Dialah
segala bangsa di dunia ini akan diberkati. Di atas ucapan Alkitab inilah bangsa
Samaria itu mengalaskan iman mereka pada Mesias. Bangsa Yahudi telah salah
mentafsirkan nabi‑nabi yang belakangan, dengan menganggap bahwa kemuliaan
kedatangan Kristus yang kedua kalinya akan dialami pada kedatangan‑Nya yang
pertama kalinya. Itulah sebabnya orang Samaria mengabaikan semua tulisan suci
kecuali yang diberikan dengan perantaraan Musa. Tetapi ketika Juruselamat
menyapu bersih semua tafsiran yang salah ini, banyaklah yang menerima nubuatan‑nubuatan
itu kemudian serta perkataan Kristus Sendiri mengenai kerajaan Allah.
Yesus sudah mulai merubuhkan tembok pemisah
antara orang Yahudi dan orang kapir, dan memasyhurkan kabar keselamatan kepada
dunia. Walau pun Ia seorang Yahudi, Ia bergaul bebas dengan orang Samaria,
meniadakan adat istiadat ke Parisian bangsa‑Nya. Di tengah prasangka mereka Ia
menerima sikap ramah‑tamah dari bangsa yang dibenci itu. Ia tidur di rumah
mereka, makan sehidangan dengan mereka, ikut menikmati makanan yang disediakan
dan dihidangkan oleh tangan mereka, mengajar di jalan raya mereka, serta
memperlakukan mereka dengan sangat murah hati dan sopan santun.
Dalam kaabah di Yerusalem sebuah tembok yang
rendah memisahkan halaman sebelah luar dari segala bagian lain dari bangunan
yang suci itu. Pada tembok ini ada tulisan dalam bermacam‑macam bahasa, yang
mengatakan bahwa tidak seorang pun kecuali orang Yahudi diizinkan melalui batas
ini. Sekiranya seorang kapir dengan tekeburnya berani masuk ke dalam ruangan
sebelah dalam itu, ia sudah menajiskan kaabah itu, dan sudah tentu ia akan
membayar hukuman dengan nyawanya sendiri. Tetapi Yesus pencipta kaabah dan
segala upacaranya itu, menarik orang kapir itu kepada‑Nya dengan ikatan simpati
manusia, sementara rahmat Ilahi‑Nya membawakan kepada mereka keselamatan yang
ditolak oleh orang Yahudi.
Yesus tinggal di Samaria dengan maksud untuk
mendatangkan berkat kepada murid‑murid‑Nya, yang masih di bawah pengaruh
kefanatikan Yahudi. Mereka merasa bahwa kesetiaan kepada bangsa mereka sendiri
meminta supaya mereka memelihara permusuhan terhadap orang Samaria. Mereka
heran melihat kelakuan Yesus itu. Mereka itu tidak dapat menolak untuk
mengikuti teladan yang diberikan‑Nya itu, dan selama dua hari di Samaria,
kesetiaan kepada‑Nya menguasai segenap prasangka mereka; namun dalam hati
mereka tidak merasa senang. Sangat lambat bagi mereka untuk memahami bahwa
penghinaan dan kebencian mereka harus memberi tempat bagi belas kasihan dan
simpati. Tetapi setelah Tuhan naik ke surga, pelajaran‑pelajaran yang diberikan‑Nya
itu datang kembali kepada mereka dengan suatu arti yang baru. Setelah kecurahan
Roh Suci, mereka pun terkenanglah akan pandangan Juruselamat, perkataan‑Nya,
penghormatan dan kelembutan pembawaan‑Nya terhadap orang‑orang asing yang
terhina itu. Waktu Petms pergi memasyhurkan Injil di Samaria, ia membawa roh
seperti itu dalam pekerjaannya sendiri. Ketika Yohanes dipanggil ke Efesus dan
Smyrna, terkenanglah ia akan pengalaman di Sikhem itu, lalu ia dipenuhi dengan
perasaan syukur kepada Guru Ilahi, yang oleh melihat lebih dahulu segala
kesukaran yang harus mereka hadapi, telah memberikan kepada mereka pertolongan
dalam teladan‑Nya sendiri.
Juruselamat masih menjalankan pekerjaan yang sama
seperti ketika Ia menawarkan air hidup kepada wanita Samaria itu. Orang‑orang
yang menyebut dirinya pengikut‑pengikut‑Nya, boleh jadi menghinakan serta
menghindarkan orang‑orang terbuang itu; tetapi tiada keadaan kelahiran atau
kebangsaan, tiada keadaan hidup, yang dapat menjauhkan kasih‑Nya dari anak‑anak
manusia. Kepada setiap jiwa, meski pun berdosa, Yesus berkata, Kalau engkau
sudah meminta kepadaku, maka sudahlah Aku memberikan air hidup kepadamu.
Undangan Injil itu tidak boleh dipersempit, dan
disampaikan hanya kepada beberapa orang pilihan saja, yang menurut dugaan kita
akan menghormati kita jika mereka menerimanya. Pekabaran itu wajib disampaikan
kepada semua orang. Di mana saja hati terbuka untuk menerima kebenaran, Kristus
bersedia untuk mengajar mereka. Ia menyatakan kepada mereka Bapa serta
perbaktian yang berkenan kepada‑Nya yang membaca hati. Untuk orang‑orang yang demikian
Ia tidak menggunakan perumpamaan. Kepada mereka, seperti kepada wanita yang di
sumur itu, Ia berkata, "Akulah Dia, yang berkata‑kata dengan dikau."
Ketika Yesus duduk beristirahat di sumur Yakub
itu, Ia telah datang dari Yudea, di mana pekerjaan‑Nya sangat sedikit hasilnya.
Ia telah ditolak oleh imam‑imam dan rabbi‑rabbi, malahan orang‑orang yang
mengaku sebagai murid‑murid‑Nya pun tidak melihat tabiat Ilahi‑Nya. Ia sudah
lemas dan penat namun Ia tidak melalaikan kesempatan untuk berbicara kepada seorang
wanita, meski pun ia seorang dagang, yang berbeda dengan orang Israel, dan
hidup di dalam dosa yang nyata.
Juruselamat tidak menunggu himpunan banyak orang
berkumpul. Acapkali Ia memulai pengajaran‑Nya dengan hanya beberapa orang
berkumpul di sekeliling‑Nya, tetapi seorang demi seorang mereka yang lalu di
tempat itu berhenti untuk mendengar, hingga suatu kumpulan besar mendengarkan
Sabda Allah yang diucapkan oleh guru yang diutus dari surga itu dengan perasaan
heran dan kagum. Pengerja Kristus sekali‑kali jangan merasa bahwa ia tidak
dapat berbicara dengan kesungguhan seperti itu kepada hanya sedikit pendengar
seperti kepada kumpulan yang lebih besar. Mungkin hanya seorang yang mendengar
pekabaran itu; tetapi siapakah yang dapat mengatakan berapa luasnya kelak
pengaruhnya? Perihal Juruselamat menggunakan waktu‑Nya bagi seorang wanita
Samaria tampaknya seolah‑olah suatu perkara yang kecil saja, bahkan bagi murid‑murid‑Nya
sekali pun. Tetapi Ia berbicara dengan lebih sungguh‑sungguh dan lebih fasih
lagi dengan dia daripada dengan raja‑raja, anggota‑anggota majelis, atau imam‑imam
besar. Pelajaran yang diberikan‑Nya kepada wanita itu telah diulang‑ulangi
hingga ke ujung bumi yang terjauh sekali pun.
Segera sesudah ia mendapat Juruselamat, wanita
Samaria itu membawa orang‑orang lain pula kepada‑Nya. Ia membuktikan dirinya
seorang pengabar Injil yang lebih cakap daripada murid‑murid Tuhan sendiri.
Murid‑murid itu tidak melihat suatu apa pun di Samaria yang menandakan bahwa
tempat itu adalah ladang yang mengandung harapan. Pikiran mereka ditujukan
kepada suatu pekerjaan besar yang akan dilaksanakan di kemudian hari. Mereka
tidak melihat bahwa justru di sekeliling mereka ada sebuah panen yang harus
dikumpulkan. Akan tetapi dengan perantaraan wanita Samaria yang mereka benci
itu seluruh penduduk kota dibawa untuk mendengarkan Juruselamat. Ia membawa
terang itu dengan segera kepada orang senegerinya.
Wanita itu menggambarkan bekerjanya iman yang
praktis kepada Kristus. Tiap murid yang sejati dilahirkan ke dalam kerajaan
Allah sebagai seorang pengabar Injil. Orang yang minum air hidup itu menjadi
mata air hidup pula. Penerima itu menjadi pemberi. Rahmat Kristus dalam jiwa
adalah bagaikan mata air di padang belantara yang berbual‑bual untuk
menyegarkan semua orang, serta menjadikan mereka yang sudah hampir binasa ingin
minum air hidup itu.
No comments:
Post a Comment