Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :
• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
• Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
• Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi :
Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :
sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
• Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
• Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
• Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
• Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
• Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
• Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
• Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :
• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
• Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
• Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi :
Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :
sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
• Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
• Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
• Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
• Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
• Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
• Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
• Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada
tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu
pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik,
psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
(Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien
dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada
riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan
kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi
inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
f)Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola
sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi
penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat
anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya
jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan fisik
a)Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya
clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada
kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris
yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher :
kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara
nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus
akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia,
anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio
urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut
reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a)Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b Analisa data
Analisa data
merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik
kesimpulan.
c Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah
pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna
D. Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
(Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi
pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)
2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan
perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi
keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa
keperawatan diatas adalah :
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed
rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda
vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi
15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari
batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang
terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi
kontraktur sendi
- Bertabahnya
kekuatan otot
- Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
3. Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori
penurunan penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya
persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya
perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi
disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai
penetapan rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
1) Tujuan
Proses
komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
5. Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi
sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat
kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk
tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk
klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif
untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan
semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat
ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak
mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri
dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap
untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus
6. Resiko gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan
dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin
dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi
pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu
jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut
yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan
peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan
meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk
berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot
menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan
cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut
7. Gangguan eliminasi alvi
(konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan
dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan
maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2
liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
(range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal
yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua
daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda
kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
9. Resiko terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan
menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas
tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan
- Tidak retraksi
otot bantu pernafasan
- Pernafasan
teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000
cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
10. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat
berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu
mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensia
- Tidak ada
distensi bladder
3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan untuk
membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung
kemih yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih
dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.
3 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan
keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang
diberikan pada klien.
4 Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra (1999). Petunjuk
Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB
Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Doenges,
M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku Ajar
Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah
Mada University
Press, Yogyakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta
Neurologi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan
Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical
Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B.
Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L.,
Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach. 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang
sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa
pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat,
demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan.Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks. Beberapa gangguan persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya.
Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1. Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3. Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat spesifik maupun bersifat umum.
RIWAYAT KESEHATAN
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan saat ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang diderita saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pemeriksaan sistem tubuh.
Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau orang terdekat/significant other).
Keluhan utama :
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang utama dialami klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.
Riwayat kesehatan masa lalu :
Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup. Penyakit saraf sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan dan postur tubuh.
Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :
Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang menahun akan mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi mental.
Perawat juga akan memperoleh informasi mengapa klien dirawat di rumah sakit, kecelakaan atau pembedahan sehubungan dengan sistem persarafan seperti trauma kepala, kejang, stroke atau luka akibat kecelakaan.
Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi dapat mengakibatkan klien mengantuk.
Perawat harus mengkaji obat yang digunakan, jenis obat, efek terapinya, efek samping yang ditimbulkan dan lamanya digunakan.
Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan psikiatri.
Riwayat psikososial dan pola hidup :
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga, hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap kebutuhan seksual.
PENGKAJIAN NEUROLOGIK BERDASARKAN 11 POLA FUNGSI :
HEALTH PERCEPTION – HEALTH MANAGEMENT
Apakah klien pernah mengalami ganguan neurologik, terjatuh/trauma, atau pembedahan; termasuk kejang, stroke, trauma kepala, trauma spinal; infeksi, tumor, meningitis atau enchepalitis
Apakah klien pernah mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan pergerakan bagian-bagian tubuhnya. Uraikan
Apakah klien dapat berpikir dengan jelas. Uraikan
Apakah klien memiliki masalah yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan, atau pembauan
Jika klien menjawab ya dari pertanyaan ini, bagaimana klien melakukan/mengatasi permasalahan tersebut
Apakah klien pernah melakukan tes diagnostik terkait dengan masalah neurologik, kapan dan untuk apa?
Apakah klien menjalani pengobatan kejang, sakit kepala, atau gangguan neurologik lainnya, jenis apa dan dosisnya.
Apakah klien menggunakan tembakau atau minum alkohol, jenisnya apa, seberapa banyak, sudah berapa lama?
NUTRITIONAL – METABOLIC
Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam. Apaka klien makan makanan dari semua golongan makanan atau tidak adakag makanan pantang bagi klien
Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan
ELIMINATION
Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau b a b
Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis apa dan seberapa sering.
Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa dibantu. Uraikan kebiasaan rutin klien
ACTIVITY – EXERCISE
Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor pencetusnya. Bagaimana perasaannya setelah kejang
Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian mana?
SLEEP-REST
Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan tidur dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?
Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari, Jelaskan
Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan kekuatan dan energi
COGNITIVE-PERCEPTUAL
Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis, lokasi dan faktor pencetusnya
Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien merasakan berada di ruangan pemintalan
Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan geli. Dimana areanya dan kapan
Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda, penglihatan seperti dibatasi embun
Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan pembauan
Apakah klien mneglami kesulitan mengingat
SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT
Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang dirimu
Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang hidupmu
Bagaimanaperasaannmu tentang kelemahan yang mungkin disebabkan dari masalah neurologik
ROLE-RELATIONSHIP
Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease, tumor otak, epilepsi
Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.
Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam keluarganya. Bagaimana
Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan anggota keluarga yang lain, dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan aktifitas sosialnya
Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya
SEXUALITY-REPRODUCTIVE
Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah neurologik
Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan neurologik
Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya laki–laki atau wanita
COPING-STRESS
Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress
Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah neurologik
Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan masalah neurologik
VALUE-BELIEF
Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu mengatasi stres dengan gangguan neurologik
Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar saat ini
Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan gangguan neurologik ini
PHYSICAL ASSESMENT:
Abbreviated Neurological Assesment
Asses LOC (auditory and/tactile stimulus)
Obtain vital sign (BP, P, R)
Check pupillary response to light
Asses strength of hand grip and movement of extremities
Determine ability to sense touch/pain in ekstremities
PENGKAJIAN FISIK DAN TEST DIAGNOSTIK
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks hammer.
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan pemeriksaan :
Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang perawat mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS).
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban yang benar
Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban benar
Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja. Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1 unuk masing-masing jawaban benar
Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar
Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda tersebut (2 point)
Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali dimeja. (skor tiga)
Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.
§ Gangguan berbahasa (afasia) :
1. Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2. Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-apa.
3. Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat.
§ Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
§ Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
§ Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
§ Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
§ Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan§ respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4. Stuporus
§ Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
§ Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
§ Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.
§ Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
§ Spontan membuka mata
§ Terhadap suara membuka mata
§ Terhadap nyeri membuka mata
§ Tidak ada respon
4
3
2
1
2. Motorik = Motoric response (M)
§ Menurut perintah
§ Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
§ Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
§ Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
§ Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
§ Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
3. Verbal = Verbal response (V)
§ Berorientasi baik
§ Bingung
§ Kata-kata respon tidak tepat
§ Respon suara tidak bermakna
§ Tidak ada respon
5
4
3
2
1
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
§ Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang§ baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
§ Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
§ Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
§ Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien§ memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
§ Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam§ tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm§ sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
§ Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
§ Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
§ Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap§ asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
§ Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk§ : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
§ Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa§ berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
§ Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi§ bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
§ N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
§ Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
§ Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah§ Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
§ Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
§ Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
§ Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
§ Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
§ Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
§ Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
§ Pen / pensil, untuk graphesthesia.
Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada —- kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus§ corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
§ Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
No comments:
Post a Comment