Ads Google

Tuesday, March 31, 2020

Pasal 2 Umat Pilihan (Kerinduan Segala Zaman)


Pasal 2

UMAT PILIHAN

LEBIH seribu tahun lamanya bangsa Yahudi telah menantikan kedatangan Juruselamat. Atas peristiwa ini mereka telah meletakkan harapan‑harapan mereka yang paling gemilang. Dalam nyanyian dan nubuatan, dalam upacara bait suci dan perbaktian di rumah tangga, mereka telah memuja‑muja nama‑Nya. Namun pada kedatangan‑Nya, mereka tidak mengenal Dia. Buah Hati surga itu bagi mereka adalah "seperti suatu akar daripada tanah yang kering;" pada‑Nya tidak ada "barang keelokan atau kemuliaan;" dan mereka itu tidak melihat dalam diri‑Nya kecantikan rupa sehingga mereka harus merindukan Dia. "Telah la datang kepada milik‑Nya, tetapi orang milik‑Nya tidak menerima Dia."
Namun demikian Allah telah memilih Israel, la telah memanggil mereka untuk memelihara di antara manusia pengetahuan tentang hukum‑Nya, dan tentang lambang‑lambang dan nubuatan‑nubuatan yang menunjuk kepada Juruselamat. Ia menghendaki agar mereka menjadi mata air keselamatan bagi dunia. Sebagaimana Abraham di negeri pengembaraannya, sebagaimana Yusuf di Mesir, dan Daniel di istana Babel, demikian juga seharusnya orang Ibrani di antara segala bangsa. Mereka harus menyatakan Allah kepada umat manusia.
Dalam panggilan kepada Abraham Tuhan telah berfirman, "Aku akan memberkati engkau . . . maka hendaklah engkau menjadi suatu berkat, . . . maka dari dalammu juga segala bangsa yang di atas bumi akan beroleh berkat." Ajaran yang sama telah diulang‑ulangi dengan perantaraan nabi‑nabi. Sekalipun sesudah Israel dilemahkan oleh peperangan dan perhambaan, masih juga janji itu milik mereka, "Maka sisa-sisa Yakub akan ada di tengah-tengah  banyak bangsa seperti embun dari pada Tuhan seperti dirus hujan ke atas tumbuh-tumbuhan yang tidak menanti-nantikan orang dan tidak mengharap-harapkan anak manusia." Mikha 5:6. Mengenai bait suci yang di Yerusalem, Tuhan menegaskan dengan perantaraan Yesaya, "Rumah‑Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yes. 56:7.
Tetapi bangsa Israel menetapkan harapan mereka pada kebesaran duniawi. Sejak mereka masuk ke negeri Kanaan, mereka telah menyimpang dari hukum‑hukum Allah, lalu mengikut jalan‑jalan bangsa‑bangsa kafir. Sia‑sialah Allah mengirim amaran kepada mereka dengan perantaraan nabi‑nabi‑Nya. Sia‑sialah mereka menderita kesengsaraan dari penindasan bangsa‑bangsa kafir. Setiap reformasi disusul oleh kemurtadan yang lebih besar.
Sekiranya Israel sudah setia kepada Allah, la niscaya sudah akan dapat melaksanakan maksud‑Nya oleh kehormatan dan kemuliaan mereka. Sekiranya mereka sudah berjalan pada jalan-jalan penurutan, la niscaya sudah akan mengangkat mereka "di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya" dalam pujian, dalam nama, dan dalam kehormatan. "Segala bangsa yang di dalam dunia," kata Musa, "akan melihat bahwa nama Tuhan telah disebut atasmu, dan mereka akan takut kepadamu." "Waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi." Ul. 26:19; 28: 10; 4:6. Tetapi karena mereka tidak setia, maka maksud Allah dapat dilaksanakan hanya dengan kesusahan dan kehinaan yang tiada habis‑habisnya.


Mereka terpaksa tunduk ke bawah kekuasaan Babel, dan tercerai‑berai di seluruh negeri bangsa‑bangsa kafir. Dalam kesengsaraan banyak yang memperbarui kesetiaan mereka kepada perjanjian‑Nya. Sementara menggantungkan kecapi mereka pada pokok‑pokok gandarusa, serta meratapi bait suci kudus yang telah rusak binasa, cahaya kebenaran pun bersinarlah melalui mereka, dan pengetahuan tentang Allah tersebar di kalangan bangsa‑bangsa. Cara‑cara bangsa kafir mempersembahkan korban merupakan pemutarbalikan cara yang telah ditentukan Allah; maka banyak pengikut upacara‑upacara kafir yang bersungguh‑sungguh, mempelajari dari bangsa Ibrani arti upacara yang telah ditentukan Ilahi itu, lalu ingin percaya memegang teguh janji tentang seorang Penebus.
Banyak orang buangan itu menderita aniaya. Tidak sedikit yang kehilangan nyawanya sebab mereka tidak mau melanggar Sabat dan mengikuti pesta‑pesta kekafiran. Sementara penyembah‑penyembah berhala bangkit untuk menghancurkan kebenaran, Tuhan membawa hamba‑hamba‑Nya berhadapan muka dengan muka dengan raja‑raja dan penghulu‑penghulu supaya mereka itu dan bangsanya dapat menerima terang. Berkali‑kali raja‑raja yang paling besar dipimpin untuk mengakui kebesaran Allah yang disembah oleh orang‑orang tawanan bangsa Ibrani itu. 
Oleh tawanan Babel orang‑orang Israel sudah betul‑betul bertobat dari penyembahan patung‑patung ukiran. Sepanjang abad‑abad yang berikut, mereka menderita akibat penindasan musuh‑musuh kafir, hingga mereka menyadari benar‑benar bahwa kesejahteraan mereka bergantung kepada penurutan mereka pada hukum Allah. Tetapi di pihak sebagian besar dari bangsa itu, penurutan itu tidak didorong oleh kasih. Pendorong hatinya bersifat mementingkan diri. Mereka beramal secara lahir kepada Allah sebagai alat untuk mencapai kebesaran nasional. Mereka bukannya menjadi terang dunia, melainkan mengasingkan diri dari dunia supaya terlepas dari pencobaan kepada penyembahan berhala. Dalam petunjuk yang diberikan melalui Musa, Allah telah mengadakan larangan‑larangan dalam pergaulan mereka dengan para penyembah berhala; tetapi ajaran ini telah ditafsirkan salah. Petunjuk‑petunjuk itu sebetulnya dimaksudkan untuk mencegah mereka daripada meniru segala kebiasaan orang‑orang kafir. Tetapi hal itu telah dipakai untuk membangun sebuah tembok pemisah antara Israel dan segala bangsa lain. Bangsa Yahudi memandang Yerusalem sebagai surga mereka, dan mereka itu sebenarnya merasa cemburu kalau‑kalau Tuhan menunjukkan kemurahan kepada bangsa‑bangsa kafir.
Setelah pulang dari Babel, besarlah perhatian yang dicurahkan pada pendidikan agama. Di seluruh negeri, banyak rumah sembahyang dibangun di mana Taurat ditafsirkan oleh imam‑imam dan ahli‑ahli Taurat. Dan sekolah‑sekolah didirikan, yang di samping mengajarkan bermacam‑macam seni dan ilmu pengetahuan, mengaku mengajarkan asas‑asas kebenaran. Tetapi semua alat ini menjadi korup. Selama dalam tawanan, banyak dari antara bangsa itu sudah menerima pendapat‑pendapat serta adat‑adat kekafiran, dan semuanya ini dimasukkan ke dalam upacara keagamaan mereka. Dalam banyak hal mereka meniru kebiasaan‑kebiasaan para penyembah berhala.


Karena menyimpang daripada Allah, orang‑orang Yahudi pun lupalah pada umumnya akan ajaran upacara korban‑korban. Upacara itu telah disusun oleh Kristus sendiri. Dalam tiap bagian, upacara itu melambangkan diri‑Nya sendiri; dan hal itu penuh kuasa hidup dan keindahan rohani. Tetapi orang‑orang Yahudi telah kehilangan hidup rohani itu dari upacara-upacara mereka itu, dan telah bergantung pada berhala-berhala yang kaku. Mereka percaya pada segala korban dan upacara itu sendiri gantinya menyandarkan diri pada Dia, yang kepada‑Nya segala korban dan upacara tersebut menunjuk. Untuk memenuhi tempat perkara yang telah mereka kehilangan itu, imam‑imam serta rabi‑rabi memperbanyak tuntutan‑tuntutan ciptaan mereka sendiri; dan semakin tuntutan‑tuntutan itu bertambah keras, semakin berkuranglah kasih Allah dinyatakan. Mereka mengukur kesucian mereka oleh upacara‑upacara mereka yang tidak terkira banyaknya, sedangkan hati mereka penuh kesombongan dan kemunafikan.
Dengan segenap perintah mereka yang rumit dan berat itu, sungguh mustahillah untuk memelihara hukum. Orang‑orang yang ingin berbakti kepada Allah dan yang mencoba menurut ajaran rabi‑rabi, bekerja keras di bawah sebuah beban yang berat. Mereka tidak dapat beroleh perhentian dari tuduhan‑tuduhan angan‑angan hati yang risau. Demikianlah Setan bekerja untuk melemahkan semangat bangsa itu, untuk merendahkan pendapat mereka mengenai tabiat Allah, dan untuk membawa iman orang‑orang Israel ke dalam kehinaan. Ia berharap hendak membuktikan ucapan yang dikeluarkannya waktu ia memberontak di surga dulu,‑bahwa tuntutan‑tuntutan Allah tidak adil, dan tidak dapat diturut. Sekalipun Israel, katanya, tidak memelihara hukum.
Sementara bangsa Yahudi merindukan kedatangan Mesias, mereka tidak mempunyai pengertian yang benar tentang pekerjaan‑Nya. Mereka bukannya mencari penebusan dari dosa, melainkan kebebasan dari bangsa Romawi. Mereka mengharap Mesias datang selaku seorang penguasa perang, untuk menghancurkan kekuasaan penindas, dan mengangkat Israel menjadi pemerintah seluruh dunia. Demikianlah jalan disediakan bagi mereka itu untuk menolak Juruselamat.


Pada waktu Kristus lahir bangsa itu merasa muak di bawah pemerintahan penjajah‑penjajah asing, dan menderita sakit dengan pertikaian‑pertikaian antara mereka sendiri. Orang Yahudi selama ini diizinkan menjalankan satu bentuk pemerintahan tersendiri; tetapi tiadalah barang suatu pun yang dapat menyamarkan kenyataan bahwa mereka itu berada di bawah kuk bangsa Romawi, atau menyenangkan hati mereka kepada batas‑batas kuasa mereka itu. Bangsa Romawi mengaku berhak mengangkat atau membebaskan imam besar, dan kedudukan itu acapkali diperoleh dengan jalan kecurangan, penyogokan, dan bahkan pembunuhan. Demikianlah keimamatan itu makin lama makin bertambah korup. Namun imam‑imam masih senantiasa memiliki kuasa besar, dan mereka menggunakan kuasa tersebut untuk mencari keuntungan dan laba diri sendiri. Orang banyak menderita di bawah tuntutan‑tuntutan mereka yang tidak kenal belas kasihan, dan juga dipaksa membayar pajak yang berat oleh bangsa Romawi. Keadaan ini menimbulkan perasaan tidak puas di segala tempat. Pemberontakan rakyat jelata sering terjadi. Kegelojohan serta kekerasan, curiga dan sikap masa bodoh terhadap kerohanian, merongrong jantung bangsa itu. Kebencian terhadap orang Romawi, kesombongan kebangsaan dan kerohanian, menyebabkan bangsa Yahudi lebih lagi berpegang teguh pada upacara‑upacara perbaktian mereka. Para imam berusaha menjaga nama baik demi kekudusan oleh perhatian yang amat teliti terhadap upacara‑upacara keagamaan. Orang banyak, dalam kegelapan dan penindasan yang menimpa mereka, dan penghulu‑penghulu yang haus akan kekuasaan, merindukan kedatangan Dia yang akan menaklukkan musuh‑musuh mereka, serta mengembalikan kerajaan itu kepada Israel. Mereka telah mempelajari segala nubuatan, tetapi tanpa pengertian rohani. Demikianlah mereka melampaui saja segala nubuatan yang menunjuk kepada kehinaan kedatangan Kristus yang pertama kali, dan salah mengartikan nubuatan‑nubuatan yang berbicara tentang kemuliaan kedatangan‑Nya yang kedua kali. Kecongkakan mengaburkan pandangan mata mereka. Mereka menafsirkan nubuatan sesuai dengan keinginan‑keinginan hati mereka yang mementingkan diri itu.