KUNCI KEPADA HARTA YANG TAK TERBATAS
Melalui alam dan wahyu, melalui pimpinan-Nya, dan dengan pengaruh Roh Kudus, Allah berbicara kepada kita. Tetapi tidak cukup hanya dengan ini saja, kita juga perlu membuka hati kita kepada-Nya. Untuk memperoleh kekuatan kehidupan rohani, kita harus mempunyai hubungan yang betul dengan Bapa kita yang di surga. Pikiran kita mungkin dapat ditarik pada-Nya, kita dapat merenungkan segala pekerjaan-Nya, kemurahan-Nya, berkat-berkat-Nya; tetapi ini bukanlah berarti sudah berhubungan betul dengan Dia. Supaya berhubungan dengan Allah kita harus mempunyai sesuatu yang hendak kita katakan pada-Nya mengenai hidup kita yang sebenarnya.
Doa adalah membuka hati kepada Allah seperti kepada seorang sahabat. Doa itu perlu bukan karena supaya Allah mengetahui keadaan kita sebenarnya, melainkan untuk menyanggupkan kita menerima Dia. Doa bukanlah membawa Allah turun kepada kita, melainkan membawa kita kepada-Nya.
Ketika Yesus masih berada di atas dunia ini, diajar-Nya murid-Nya bagaimana cara berdoa. Disuruh-Nya murid-murid itu mengajukan keperluan mereka sehari-hari ke hadapan Allah dan menyerahkan segala keluh kesah mereka kepada-Nya. Diberikan-Nya jaminan kepada mereka bahwa permohonan-permohonan mereka akan didengar, demikian pula jaminan yang diberikan kepada kita.
Yesus sendiri, ketika Dia berada di antara manusia, sering berdoa. Juruselamat kita menyamakan diri-Nya sendiri dengan keperluan dan kelemahan-kelemahan kita, dengan demikian Dia menjadi seorang pemohon, mencari kekuatan dari Bapa-Nya, supaya Dia dapat muncul dengan kekuatan menghadapi tugas dan pencobaan. Dialah teladan kita di dalam segala kelemahan kita, “Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 4:15), tetapi sebagai yang tidak berdosa, sifat-Nya mual terhadap kejahatan; Dia menahan pergumulan-pergumulan dan siksaan jiwa di dalam satu dunia yang penuh dosa. Sebab Dia dalam keadaan manusia maka doa merupakan keperluan yang penting. Dia memperoleh penghiburan dan kegembiraan dalam perhubungan dengan Bapa-Nya. Dan jika Juruselamat manusia, Anak Allah, merasakan perlunya doa itu, betapa lagi kita orang yang lemah, fana dan berdosa amat memerlukan doa yang tekun dan tetap!
Bapa kita yang di surga menanti untuk mencurahkan kepada kita segala berkat-Nya. Hak kitalah mereguk sebanyak-banyaknya dari pancaran kasih yang tiada batasnya itu. Herannya ialah kita berdoa terlalu sedikit! Allah bersedia dan mau mendengar doa yang tulus dari anak-anak Allah yang rendah hati, namun masih juga banyak yang enggan dari antara kita menyatakan keperluan kita kepada Allah. Bagaimanakah anggapan-anggapan malaikat surga terhadap makhluk manusia yang lemah dan tidak berdaya, yang selalu dalam pencobaan, bila Allah yang mempunyai kasih yang tiada batasnya rindu kepada mereka, siap memberikan lebih banyak daripada yang dapat mereka minat atau pikirkan, namun demikian mereka itu amat sedikit berdoa dan imannya begitu kerdil? Malaikat-malaikat di hadapan Allah, mereka gemar dekat hadirat-Nya. Mereka menganggap hubungan dengan Allah sebagai kegembiraan yang paling tinggi, sedangkan anak-anak dunia, yang sangat memerlukan pertolongan yang hanya Allah sendiri dapat berikan, kelihatannya puas berjalan tanpa terang Roh Kudus, yaitu persekutuan dengan hadirat-Nya.
Kegelapan yang berasal dari si jahat akan menudungi orang-orang yang lalai berdoa. Bisik-bisik penggodaan musuh itu akan membujuk mereka berbuat dosa, dan semuanya ini karena mereka tidak menggunakan kesempatan yang telah diberikan Allah kepada mereka dalam doa yang telah ditentukan Ilahi itu. Mengapa anak-anak lelaki dan perempuan Allah merasa enggan berdoa, sedangkan doa itu adalah kunci iman untuk membuka perbendaharaan surga, di mana terdapat segala harta Allah yang Mahakuasa itu? Tanpa doa yang tekun dan waspada kita berada di dalam bahaya, semakin kurang berhati-hati dan menyimpang dari jalan kebenaran. Setan selalu berusaha terus menghalang-halangi jalan menuju takhta kemurahan itu, supaya kita tidak dapat dengan permohonan yang sungguh-sungguh dan iman memperoleh anugerah dan kuasa melawan pencobaan.
Ada beberapa syarat-syarat tertentu atas mana kita dapat mengharapkan bahwa Allah akan mendengar dan menjawab doa-doa kita. Salah satunya ialah merasa bahwa kita memerlukan pertolongan dari pada-Nya. Dia berjanji: “Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering” (Yesaya 44:3). Barang siapa yang lapar dan dahaga akan kebenaran, yang rindu kepada Tuhan, dapatlah merasa pasti bahwa mereka akan dikenyangkan. Hati haruslah dibuka terhadap pengaruh Roh Kudus, kalau tidak, berkat Tuhan tidak akan dapat diterima.
Keperluan kita yang besar saja merupakan alasan dan memohon dengan amat sangat demi kepentingan kita. Tetapi kita harus mencari Tuhan untuk melakukan perkara-perkara ini bagi kita. Kata-Nya, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu,” dan “Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Matius 7:7; Roma 8:32.
Jika kita berpaling kepada kejahatan, jika kita bergantung kepada sesuatu dosa yang kita tahu, maka Tuhan tidak akan mendengar kita; tetapi doa orang yang menyesal dan bertobat dan hancur hati selalu diterima. Jika semua yang diketahui salah telah diluruskan, barulah kita boleh percaya bahwa Allah akan menjawab segala permohonan kita. Jasa kita tidak akan pernah memujikan kita supaya berkenan di hadapan Allah; hanya kebajikan Yesus yang menyelamatkan kita, darah-Nya yang akan menyucikan kita; namun memenuhi syarat-syarat penerimaan.
Unsur lain lagi supaya doa kita diterima ialah iman. “Sebab barang siapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Ibrani 11:6. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Markus 11:24. Percayakah kita kepada firman-Nya?
Jaminan itu luas dan tiada batasnya, dan Dia yang berjanji itu setiawan adanya. Apabila kita belum menerima pada waktunya perkara-perkara yang kita mohonkan, baiklah kita senantiasa yakin bahwa Tuhan mendengar dan akan menjawab doa-doa kita. Pandangan kita pendek dan kita pun amat banyak salah sehingga kadang-kadang kita memohon hal-hal yang tidak menjadi satu berkat bagi kita, dan Bapa kita yang di surga dengan kasih menjawab doa-doa kita dengan memberikan kepada kita yang terbaik yang pasti kita sendiri akan merindukannya apabila dengan pandangan yang diterangi terang Ilahi, kita dapat melihat segala perkara sebagaimana adanya. Apabila doa-doa kita rupanya tidak dijawab, baiklah kita berpaut pada janji itu; karena akan tiba waktunya untuk dijawab, dan kita akan menerima berkat yang amat kita perlukan. Tetapi menuntut supaya doa dijawab dengan cara tertentu dan sebagaimana yang kita inginkan, adalah merupakan iman tanpa alasan benar. Allah amat bijaksana sehingga tidak mungkin berbuat salah, dan terlalu berkemurahan untuk menahankan sesuatu perkara yang baik dari mereka yang berjalan dalam kebenaran. Oleh karena itu janganlah takut berharap pada-Nya walaupun engkau tidak segera mendapat jawab atas doa-doamu. Bergantunglah pada janji-Nya: “Mintalah maka akan diberikan kepadamu.”
Jika kita mengikuti kebimbangan dan ketakutan-ketakutan kita, atau mencoba menyelesaikan segala sesuatu yang tidak dapat kita lihat dengan jelas, sebelum kita mempunyai iman, maka kekacauan sajalah yang akan bertambah dan mendalam. Tetapi jika kita datang kepada Tuhan, merasa tiada daya dan bergantung kepada-Nya, sebagaimana adanya kita, dan di dalam rendah hati, iman yang tulus dan berharap menyatakan segala keperluan kiat kepada Dia yang mempunyai pengetahuan tiada batasnya, yang melihat segala sesuatu di dalam penciptaan, dan yang memerintah segala sesuatu menurut kehendak-Nya, Dia dapat dan mendengar seruan kita, dan memperkenankan terang itu menyinari hati kita. Melalui doa yang sungguh kita dibawa berhubungan dengan pikiran yang tiada batasnya itu. Mungkin kita tidak mempunyai bukti yang luar biasa pada ketika wajah Kristus memandang kepada kita dalam kasih dan kelemahlembutan, tetapi demikianlah adanya. Mungkin kita tidak merasakan pegangan tangan-Nya, tetapi tangan-Nya ada di atas kita dalam kasih dan belas kasihan.
Apabila kita datang memohon kemurahan dan berkat dari Allah kita harus mempunyai satu roh kasih dan keampunan di dalam hati kita sendiri. Bagaimanakah kita dapat berdoa: “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami sudah mengampuni orang yang bersalah kepada kami,” namun masih tetap tidak mau mengampuni? (Matius 6:12). Jika kita mengharapkan doa kita didengar maka kita harus mengampuni orang-orang lain dalam cara yang sama dan dalam ukuran yang sama sebagaimana kita harapkan diampuni.
Ketekunan dalam doa telah ditetapkan menjadi satu syarat penerimaan. Kita harus senantiasa berdoa jika ingin bertumbuh dalam iman dan pengalaman. Kita harus “bertekun dalam doa” dan “berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.” Roma 12:12, Kolose 4:2. Rasul Petrus mengingatkan orang-orang percaya supaya, “tenang, supaya kamu dapat berdoa” (1 Ptr.4:7). Paulus langsung berkata: “Nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapkan syukur” (Filipi 4:6). Tetapi kamu ini, hai kekasihku,” tulis Yudas, “Bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (Yudas 20). Doa yang tiada berkeputusan adalah perhubungan jiwa yang tetap dengan Allah, demikianlah hidup itu mengalir dari Allah masuk ke dalam kehidupan kita dan dari dalam kehidupan kita, kesucian dan kemurnian mengalir kembali kepada Allah.
Berdoa dengan rajin amat perlu; janganlah biarkan ada sesuatu yang merintangi engkau. Usahakanlah supaya tetap terpelihara hubungan yang terbuka antara Yesus dengan jiwamu pergi ke tempat yang biasanya doa dilayangkan: Semua orang yang sungguh-sungguh mencari hubungan dengan Allah akan hadir di dalam perbaktian doa, setia mengerjakan pekerjaan mereka, serta sungguh-sungguh rindu memetik segala keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh-Nya. Mereka akan menggunakan setiap kesempatan sebaik-baiknya dengan menempatkan diri di tempat di mana mereka dapat memperoleh berkas sinar dari surga.
Kita harus berdoa dalam lingkungan keluarga; dan di atas semuanya itu seharusnya kita jangan lupa berdoa sendirian; karena inilah kehidupan jiwa. Jiwa mustahil dapat tumbuh kalau doa dilalaikan. Doa dalam keluarga dan doa di hadapan orang banyak tidaklah cukup. Di tempat yang sepi biarlah jiwa itu ditaruh terbuka di hadapan pemeriksaan pemandangan Allah. Doa tersembunyi itu hendaklah hanya di dengar Allah yang mendengar doa. Janganlah telinga lain mendengar beban permohonan serupa itu. Di dalam doa sendirian jiwa bebas dari segala pengaruh-pengaruh sekelilingnya, bebas dari keributan. Dengan tenang, tekun, doa itu sampai kepada Allah. Kematian dan kekekalanlah pengaruh yang terbit dari Dia yang memandang dalam tempat yang tersembunyi dan yang telinga-Nya terbuka mendengarkan doa yang terbit dari hati. Dengan tenang dan dengan iman yang tulus ikhlas jiwa berhubungan dengan Allah serta mengumpulkan kepadanya sinar terang Ilahi untuk menguatkan serta menegakkannya di dalam pergumulan melawan Setan. Tuhanlah benteng kekuatan kita.
Berdoalah di dalam kamarmu: demikianlah pula ketika engkau berangkat menuju pekerjaanmu sehari-hari biarlah hatimu sering diangkat kepada Allah. Dengan demikianlah Henokh berjalan bersama Allah. Doa sendirian ini bangkit bagaikan bau-bauan yang harum di hadapan takhta kemurahan. Setan tidak dapat menaklukkan orang yang hatinya selalu berharap pada Allah.
Tiada tempat dan waktu yang tidak cocok untuk menghadapkan satu permohonan kepada Allah. Tiada sesuatu yang dapat mencegah kita daripada mengangkat hati kita di dalam doa yang sungguh-sungguh. Di jalan-jalan yang ramai, di tengah-tengah segala kesibukan dagang, kita dapat melayangkan sebuah permohonan kepada Allah, memohon bimbingan Ilahi, seperti yang telah dilakukan Nehemia ketika dia mengadakan permohonan di hadapan Raja Artahsasta. Satu hubungan yang intim dapat diperoleh di mana pun kita berada. Kita harus mempunyai hati yang senantiasa terbuka dengan doa yang selalu dilayangkan supaya Yesus dapat datang dan tinggal sebagai tamu surga di dalam jiwa.
Meskipun ada suasana kotor dan korup di sekeliling kita, kita tidak usah menapaskan suasana udara buruk semacam itu, melainkan kita boleh hidup di dalam suasana udara surga yang bersih. Kita dapat mengatupkan pintu bagi angan-angan hati yang kotor serta pikiran yang kotor dengan jalan mengangkat jiwa kehadirat Allah melalui doa yang sungguh. Orang-orang yang hatinya terbuka menerima bantuan berkat Allah akan berjalan dalam suasana yang lebih kudus dari pada suasana dunia ini, serta akan mempunyai hubungan yang tetap dengan surga.
Kita memerlukan pandangan-pandangan yang lebih jelas lagi mengenai Yesus dan pengertian yang lebih dalam dari hal nilai perkara-perkara yang benar dan kekal. Keindahan kesucian memenuhi hati anak-anak Allah; supaya ini dapat terlaksana, kita harus berusaha supaya perkara-perkara surga dinyatakan kepada kita.
Biarlah jiwa diulurkan dan ditinggikan supaya Allah memberi kepada kita napas suasana surgawi. Kita dapat jadi begitu dekat kepada Tuhan sehingga dalam tiap-tiap godaan yang sekonyong-konyong pikiran kita akan berpaling pada-Nya dengan sendirinya seperti bunga berpaling kepada matahari.
Bawalah segala kekurangan-kekuranganmu, kegembiraan-kegembiraanmu, dukacitamu, segala keluh kesahmu, dan ketakutanmu ke hadapan Allah. Engkau tidak dapat memberkati Dia, engkau tidak dapat memenatkan Dia. Dia yang menghitung jumlah rambut di kepalamu tidaklah bersikap masa bodoh kepada keperluan-keperluan anak-anak-Nya.” .... karena Tuhan Maha Penyayang dan penuh belas kasihan.” (Yakobus 5:11). Hati-Nya yang penuh kasih terjamah oleh dukacita kita, bahkan kepada ucapan kita mengenai hal itu. Bawalah kepada-Nya segala sesuatu yang membingungkan pikiran. Tiada yang terlalu besar untuk ditanggungnya, karena Dia yang memerintah semesta alam. Tiada sesuatupun yang menyangkut kedamaian kita yang terlalu gelap untuk dibaca-Nya; tiada kesukaran yang terlalu kecil untuk diperhatikan-Nya; tiada kesukaran yang terlalu sulit di selesaikan-Nya, tiada kebimbangan yang menyusahkan jiwa, tiada kegembiraan yang menyenangkan, tiada doa yang sungguh-sungguh diucapkan bibir, yang tidak diperhatikan Bapa yang di surga, atau yang tidak segera diperhatikan-Nya. “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” (Mazmur 147:3). Hubungan antara Allah dengan tiap-tiap jiwa adalah jelas dan sempurna seperti tiada lagi jiwa yang lain di dunia ini untuk menikmati penjagaan-Nya, tiada jiwa yang lain untuk mana Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal itu.
Yesus berkata: “Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku. Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa, sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah” (Yohanes 16:26,27). “Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu” (Yohanes 15:16). Tetapi berdoa di dalam nama Yesus adalah sesuatu yang lebih daripada hanya menyebutkan Nama itu pada permulaan dan akhir sebuah doa. Berdoa dalam nama Yesus artinya berdoa dalam roh dan pikiran Yesus, sementara itu kita percaya atas janji-janji-Nya, bergantung kepada rahmat-Nya serta mengerjakan pekerjaan-Nya.
Tuhan tidak bermaksud supaya ada di antara kita menjadi petapa atau menjadi rahib dan mengasingkan diri dari dunia dalam usaha membaktikan diri kita sendiri untuk mengerjakan ibadah. Kehidupan itu haruslah seperti hidup Kristus-- antara gunung dan khalayak ramai. Orang yang pekerjaannya tiada selain berdoa saja akan segera berhenti berdoa, atau doa-doanya akan menjadi sekadar rutin saja. Bila orang menjauhkan diri mereka sendiri dari kehidupan sosial, menjauh dari lingkungan kewajiban orang Kristen dan tidak suka mengangkat salib itu; apabila mereka berhenti bekerja dengan sungguh-sungguh untuk Tuhan, yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh bagi mereka, mereka kehilangan unsur doa dan tidak mempunyai pendorong kepada perbaktian. Doa-doa mereka akan menjadi bersifat pribadi dan hanya mementingkan diri sendiri saja. Mereka tidak dapat berdoa untuk keperluan umat manusia atau membangun kekuatan yang membuat mereka dapat bekerja.
Kita rugi apabila kita melalaikan kesempatan berkumpul bersama-sama untuk menguatkan dan saling memberanikan di dalam bekerja bagi Allah. Kebenaran-kebenaran Firman-Nya kehilangan terang dan kepentingannya di dalam pikiran kita. Hati kita berhenti diterangi dan dibangkitkan oleh pengaruhnya yang menyucikan, dan di dalam kerohanian kita menjadi mundur. Di dalam pergaulan kita selaku orang-orang Kristen kita kekurangan sekali akan simpati satu dengan yang lain. Orang yang tidak suka bergaul dengan orang lain tidak menggenapi kedudukan yang telah direncanakan Tuhan baginya. Pertumbuhan yang betul dari hal unsur-unsur sosial di dalam tabiat kita akan membawa kita ke dalam simpati terhadap orang lain, dan itu berarti satu jalan pertumbuhan dan kekuatan bagi kita di dalam melayani Allah.
Jika orang-orang Kristen bergaul bersama-sama, saling membicarakan dari hal kasih Allah dari hal kebenaran-kebenaran penebusan yang berharga, hati mereka sendiri akan disegarkan dan mereka akan saling menyegarkan hati. Tiap-tiap hari kita dapat belajar lebih banyak lagi dari hal Bapa kita yang di surga, memperoleh satu pengalaman yang segar dari rahmat-Nya; maka kita pun akan rindu berbicara tentang kasih-Nya; dan apabila kita memikir-mikirkan serta berbicara lebih banyak dari hal Yesus dan kurang mengenai diri sendiri, maka kita akan memperoleh lebih banyak lagi hadirat Tuhan itu.
Jika saja kita mau memikirkan Allah seperti seringnya kita lihat bukti pemeliharaan-Nya atas kita, maka kita harus selalu ingat Dia di dalam pikiran-pikiran kita, dan kita harus bergembira bercakap-cakap dengan Dia serta memuji Dia. Kita berbicara mengenai perkara-perkara yang bersifat sementara karena kita menaruh perhatian di dalamnya. Kita bercakap-cakap mengenai sahabat-sahabat kita sebab kita mengasihinya; suka-duka kita selalu terikat dengan mereka. Namun demikian, ada alasan yang lebih besar dan tiada batasnya untuk mengasihi Allah
daripada sahabat-sahabat kita di dunia ini; maka adalah hal yang sewajarnya di dalam dunia ini mendahulukan Dia di dalam segala sesuatu yang kita pikirkan, membicarakan dari hal kebaikan-Nya serta menceritakan dari hal kuasa-Nya. Pemberian yang diberikan Tuhan dengan limpahnya kepada kita bukanlah dimaksudkan menyerap pikiran-pikiran dan kasih kita begitu banyak sehingga kita tidak lagi mempunyai sesuatu untuk diberikan lagi kepada Allah; semuanya itu patut selalu mengingatkan kita pada-Nya dan mengikat kita di dalam tali kasih dan syukur kepada pemberi anugerah kita yang di surga itu. Kita terlalu dekat tinggal di dalam dataran rendah di dunia ini. Marilah kita mengangkat mata kita kepada pintu bait suci surga di atas yang terbuka, di mana terang kemuliaan Allah bersinar di wajah Kristus, yang “karena itu ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah.”(Ibrani 7:25). Kita perlu memuji Allah karena “mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.” (Mazmur 107:8). Praktik peribadatan kita janganlah hendaknya hanya terdiri dari meminta dan menerima. Janganlah kita hanya memikirkan dari hal keperluan-keperluan kita saja pada hal tidak pernah memikirkan keuntungan yang telah kita terima; berdoa pun kita kurang sekali, bahkan sangat kurang mengucapkan syukur. Kita adalah penerima rahmat Allah yang tetap, namun masih terlalu sedikit rasa syukur yang kita tunjukkan, betapa sedikitnya pujian kita pada-Nya atas segala sesuatu yang telah dilakukan-Nya kepada kita.
Pada zaman dahulukala Tuhan memberi perintah kepada orang Israel ketika mereka berhimpun berbakti pada-Nya: “Di sanalah kamu makan di hadapan Tuhan, Allahmu, karena dalam segala usahamu engkau diberkati oleh Tuhan, Allahmu.” (Ulangan 12:7). Segala yang dilakukan demi kemuliaan Tuhan hendaklah dilakukan dengan penuh kegembiraan, dengan lagu pujian dan syukur, bukannya dengan murung dan hati yang sedih.
Allah kita lemah lembut, Bapa yang penuh kemurahan. Bakti kita kepada-Nya janganlah dipandang sebagai sesuatu yang menyedihkan dan menyusahkan hati. Berbakti kepada-Nya haruslah menjadi satu kegembiraan, demikian pula di dalam mengambil bagian di dalam pekerjaan-Nya. Allah tidak mau anak-anak-Nya, kepada siapa telah disediakan keselamatan yang begitu besar, bertindak seolah-seolah Dia seorang kepala kerja yang keras dan bengis. Dia adalah sahabat mereka yang terbaik, dan apabila mereka menyembah Dia, Dia berharap bersama-sama dengan mereka, untuk memberkati dan menghibur mereka, mengisi hati mereka dengan kegembiraan dan kasih. Allah menginginkan anak-anak-Nya mendapat penghiburan di dalam baktinya kepada Tuhan serta mencari di dalam pekerjaan-Nya lebih banyak kesukaan daripada kesengsaraan. Dia ingin supaya orang-orang yang datang berbakti pada-Nya kelak membawa pulang pikiran-pikiran yang mulia tentang penjagaan dan kasih-Nya, supaya mereka dapat kegembiraan di dalam pekerjaan hidup mereka sehari-hari, agar mereka dapat memperoleh anugerah bertindak jujur dan setiawan di dalam segala perkara.
Kita pun harus berkumpul di sekeliling salib itu. Kristus dan Dia yang sudah disalibkan itu haruslah menjadi pokok renungan, pokok percakapan, dan gelora hati yang paling penuh kesukaan. Kita harus ingat di dalam pikiran kita tiap-tiap berkat yang kita terima dari Tuhan, dan apabila kita seharusnya mau mempercayakan segala sesuatu ke dalam tangan yang telah terpaku di kayu palang karena kita.
Jiwa dapat naik lebih dekat ke surga dengan sayap-sayap pujian. Allah dipuja dengan lagu dan musik di surga, dan jika kita menyatakan rasa terima kasih kita. Kita mendekati kebaktian balatentara surga. “Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku,” (Mazmur 50:23). Marilah dengan gembira memuji, datang kepada Khalik kita disertai “kegirangan dan sukacita.” (Yesaya 51:3).