AKUILAH KESALAHANMU
Bagaimanakah seorang manusia dapat benar di hadapan Allah? Bagaimanakah orang berdosa itu dapat dibenarkan? Hanya melalui Kristuslah kita dapat rukun dengan Allah, dengan kesucian, tetapi bagaimanakah kita datang kepada Kristus? Banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang serupa itu, sebagaimana yang juga ditanyakan orang banyak pada Hari Pentakosta, ketika dosanya ditunjukkan, mereka berseru: “apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?” Jawab Petrus kepada mereka: “Hendaklah kamu bertobat,” Kisah 2:37,38. Pada saat yang lain dengan singkat dikatakannya: “Karena itu sadarlah dan bertobatlah supaya dosamu dihapuskan” (Kisah 3:19).
Di dalam pertobatan termasuk penyesalan akan dosa dan berpaling dari padanya. Kita tidak akan meninggalkan dosa itu kecuali kita melihat betapa jahatnya dosa-dosa itu; sebelum kita mengenyahkannya dari dalam hati kita, tidak akan ada perubahan yang sesungguhnya di dalam kehidupan.
Banyak orang yang gagal mengerti keadaan yang sesungguhnya daripada pertobatan itu. Orang banyak merasa sedih karena mereka telah berbuat dosa dan mengadakan pembaruan secara lahiriah karena mereka takut terhadap perbuatan yang salah yang dilakukan mereka akan membawa bencana kepada diri mereka sendiri. Tetapi bukan pertobatan yang semacam ini yang dikatakan di dalam Alkitab. Mereka meratapi kesengsaraan melebihi dosa itu sendiri. Demikianlah duka yang dialami oleh Esau ketika hak sulungnya hilang untuk selama-lamanya. Balhum, takut karena Malaikat berdiri di tengah jalannya dengan pedang yang terhunus, mengaku kesalahannya supaya nyawanya jangan hilang tetapi bukan itulah pertobatan sejati terhadap dosanya, tiada perubahan maksud, tiada kemuakan akan kejahatan. Yudas Iskariot, setelah mengkhianati Tuhannya berseru: “Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah”(Matius 27:4).
Pengakuan terdorong dari jiwanya yang merasa bersalah dengan perasaan akan hukuman yang dahsyat dan satu pandangan yang menakutkan atas pehukumannya. Akibat-akibat yang ditanggungnya memenuhi dirinya dengan perasaan dahsyat, namun tiada berakar dalam, dengan hati yang hancur di dalam jiwanya, karena dia telah mengkhianati Anak Allah yang tiada bersalah sama sekali serta menyangkal Yang Maha Suci orang Israel. Firaun, yang mengakui salahnya untuk menghindarkan hukuman yang berikutnya, bahkan kembali melawan Allah begitu kutuk itu dihentikan. Semua ratapan semacam ini hanyalah akibat-akibat dosa itu, tetapi bukan karena berduka cita atas dosa itu sendiri.
Tetapi apabila hati menyerahkan kepada pengaruh Roh Allah, maka hati nurani akan dihidupkan, dan orang yang berdosa akan melihat hal-hal yang dalam dan kekudusan hukum Allah yang suci, dasar pemerintahan Allah di surga dan dunia. Karena “Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia,” menerangi segenap sudut yang gelap dalam jiwa itu, dan hal-hal yang tersembunyi di dalam kegelapan dinyatakan (Yohanes 1:9). Keyakinan mencekam hati dan pikiran. Orang yang berdosa beroleh satu perasaan gentar untuk menghadap, di dalam kesalahan dan ketidaksuciannya sendiri, di hadapan Allah yang menyelidik hati manusia. Dia memandang kasih Allah, keindahan kesucian, kegembiraan kesucian, dia ingin disucikan dan dipulihkan dalam hubungan dengan Surga.
Doa Daud setelah kejatuhannya menggambarkan keadaan duka sejati atas dosa itu. Pertobatan yang jujur dan dengan hati tulus dan dalam. Padanya tidak ada usaha meringankan kesalahannya; tiada keinginan melarikan diri dari pehukuman yang mengancam, membuat dia tekun dalam doa. Daud melihat betapa besarnya pelanggaran yang mengancam, membuat dia tekun dalam doa. Daud melihat betapa besarnya pelanggaran yang diperbuatnya, diketahuinya jiwanya yang kotor, ia benci terhadap dosanya. Bukan saja keampunan yang dimintanya, tetapi juga hati yang sejati. Dia merindukan kegembiraan yang kudus supaya dipulihkan selaras dengan hubungan kepada Allah. Inilah ungkapan jiwanya. “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak berjiwa penipu!” (Mazmur 32:1,2). “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!
Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.
Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu. Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin, dan dengan diam-diam Engkau memberitahukan hikmat kepadaku.
Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju.... Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!
Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus daripadaku!
Bangkitkanlah kembali kepadaku kegirangan karena selamat yang daripada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!
Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu. Lepaskanlah aku dari utang darah, ya Allah, Allah keselamatanku, maka lidahku akan bersorak-sorai memberitakan keadilan-Mu! Ya Tuhan, bukalah bibirku, supaya mulutku memberitakan puji-pujian kepada-Mu” (Mazmur 51:2-17).
Satu pertobatan semacam ini di luar kemampuan kita untuk melengkapkannya; itu dapat diperoleh hanyalah dengan Kristus, yang telah terangkat ke atas dan telah memberikan segala karunia kepada manusia.
Justru di sinilah banyak orang yang sesat dan karena itu mereka gagal menerima bantuan yang ingin diberikan Kristus kepada mereka. Mereka kira bahwa mereka tidak dapat datang kepada Kristus kecuali pertama-tama mereka bertobat, dan pertobatan yang demikian menyediakan jalan keampunan atas dosa-dosa mereka. Memang benar bahwa pertobatanlah yang pertama mendahului keampunan dosa-dosa; karena hanya orang yang telah hancur hatinya yang akan dapat merasakan perlunya seorang Juruselamat. Tetapi haruskah orang berdosa menunggu sampai dia telah bertobat sebelum dia menerima Kristus? Apakah pertobatan itu merupakan satu penghalang di antara orang yang berdosa dengan Juruselamat?
Alkitab tidak mengajarkan bahwa orang berdosa harus bertobat sebelum dia dapat mengindahkan undangan Kristus, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Kebajikan yang datang dari Kristus itulah yang menuntun orang menuju pertobatan yang sejati. Rasul Petrus membuatnya dengan jelas di dalam ucapannya kepada orang-orang Israel manakala dia berkata: “Dialah yang telah ditinggalkan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa” (Kisah 5:31). Terlebih lagi kita tidak dapat bertobat tanpa Roh Kristus yang membangunkan hati nurani dan kita tidak dapat diampuni tanpa Kristus.
Kristuslah sumber tiap-tiap penggerak yang benar. Dialah satu-satunya yang dapat menanamkan di dalam hati itu sifat melawan dosa. Tiap-tiap keinginan akan kebenaran dan kesucian, setiap keyakinan kesadaran akan dosa-dosa kita sendiri, adalah merupakan bukti bahwa Roh Kristus bergerak di dalam hati kita.
Yesus berkata: “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik orang datang kepada-Ku” (Yohanes 12:32). Kristus haruslah dinyatakan kepada orang berdosa sebagai Juruselamat yang mati untuk dosa-dosa dunia; dan kalau kita menatap pada Domba Allah yang tergantung di kayu salib Golgota, rahasia penebusan mulai dibuka ke dalam pikiran kita dan kebaikan Tuhan akan menuntun kita menuju pertobatan. Di dalam kematian bagi orang-orang berdosa, Kristus menunjukkan satu kasih yang tiada terduga dalamnya, dan kalau orang yang berdosa memandang pada kasih ini, maka hatinya akan dilembutkan, hatinya hancur, dan penyesalan pun timbul di dalam jiwanya.
Memang benar bahwa manusia itu kadang-kadang malu terhadap jalan-jalannya yang penuh dosa serta meninggalkan kebiasaan-kebiasaan mereka yang buruk, sebelum mereka sadar bahwa mereka sedang tertarik kepada Kristus. Tetapi bila mereka mengadakan satu usaha untuk memperbarui, dari satu kerinduan untuk melakukan yang benar, kuasa Kristus itulah yang menarik mereka. Satu pengaruh yang tidak mereka sadari bekerja di dalam jiwa mereka, sehingga hati nurani dibangunkan, dan kehidupan tabiat pun diperbaiki. Manakala Kristus menarik mereka supaya menatap pada salib-Nya, menatap Dia yang telah tertikam oleh karena dosa-dosa mereka itu, maka mulailah hukum Tuhan bermukim di dalam hati nurani. Jahatnya kehidupan mereka, dalamnya dosa-dosa mereka berakar di dalam jiwa, diperlihatkan kepada mereka itu. Mereka mulai memahami sesuatu mengenai kebenaran Kristus serta berseru-seru: “Apakah dosa itu sehingga mengharuskan satu korban penebusan bagi orang-orang yang menjadi korbannya? Apakah semua kasih, segala derita, segala kehinaan ini dituntut, supaya kami jangan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal?”
Orang berdosa mungkin menolak kasih ini, dapat menolak ditarik pada Kristus; tetapi jika dia tidak menolaknya maka dia akan ditarik pada Kristus, satu pengetahuan tentang rencana keselamatan akan menuntun dia ke kaki salib di dalam pertobatan dari dosa-dosanya, yang telah mendatangkan kesengsaraan yang begitu besar terhadap Anak Allah yang kekasih.
Pikiran Ilahi yang demikian yang juga bekerja di atas alam kejadian berbicara ke dalam hati manusia dan menciptakan satu kerinduan yang tak terlukiskan terhadap sesuatu yang tiada dimiliki mereka. Perkara-perkara dunia ini tidak memuaskan kerinduan mereka. Roh Tuhan memohon bersama mereka untuk mencari perkara-perkara yang satu-satunya dapat memberikan damai sejahtera karunia Kristus, yaitu kegembiraan akan kesucian. Melalui pengaruh-pengaruh yang tidak kelihatan dan yang kelihatan, Juruselamat kita senantiasa bekerja menarik pikiran manusia dari kesenangan-kesenangan dosa yang tidak memuaskan itu kepada berkat-berkat yang tiada batasnya yang dapat mereka peroleh di dalam Dia. Bagi semua jiwa-jiwa seperti ini, yang dengan sia-sia mencari minuman dari cawan dunia yang pecah ini, pekabaran Ilahi disampaikan. “Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil kehidupan dengan cuma-cuma!”( Wahyu 22:17).
Engkau yang merindukan sesuatu yang lebih baik daripada yang dapat diberikan dunia ini, mengenal kerinduan ini sebagai suara Allah bagi jiwamu. Pintalah pada-Nya supaya memberikan pertobatan, untuk menyatakan Kristus padamu di dalam kasih-Nya yang tiada batasnya, di dalam kekudusan-Nya yang sempurna. Di dalam kehidupan Kristus prinsip-prinsip hukum Allah--kasih kepada Allah dan manusia--diterangkan dengan jelas. Kemurahan, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, adalah kehidupan jiwa-Nya. Sementara kita memandang pada-Nya, sementara terang yang datang dari Juruselamat kita menerangi kita, maka kita melihat hati kita sendiri yang penuh dengan dosa.
Mungkin kita memuji-muji diri kita sendiri seperti yang dilakukan Nikodemus, bahwa kehidupan kita telah benar, tabiat kita mulai dan mengira bahwa kita tidak perlu lagi merendahkan hati di hadapan Tuhan, seperti orang berdosa pada umumnya; tetapi apabila kita melihat terang Kristus yang bersinar menerangi jiwa-jiwa kita, maka akan tampak kepada kita betapa tidak sucinya kita; kita akan melihat motif-motif yang mementingkan diri kita sendiri, bertentangan dengan Tuhan Allah, yang telah mencemarkan tiap-tiap tingkah laku kehidupan kita. Barulah kita mengetahui bahwa kebenaran kita sesungguhnya bagaikan kain yang buruk dan kotor, sehingga hanya darah Kristus sendirilah yang dapat membasuhkan hati kita dalam teladan-Nya sendiri.
Seberkas sinar kemuliaan Allah, sepercik sinar kesucian Kristus, menembusi jiwa, membuat setiap noda kecemaran itu nyata sekali, dan membentangkan kekurangan dan keburukan tabiat manusia, diperlihatkan keinginan-keinginan yang cemar, hati yang kurang percaya, bibir yang najis. Perbuatan-perbuatan manusia yang tidak senonoh di dalam melanggar hukum Allah, dibentangkan di hadapannya, dan jiwanya di lukai serta diusahakan di bawah pengaruh Roh Allah yang tajam. Dia muak akan dirinya sendiri apabila dipandangnya kesuciannya, tabiat Kristus yang tiada nodanya.
Manakala Nabi Daniel memandang kemuliaan yang mengitari juru kabar surga yang dikirim padanya, dia ditudungi satu perasaan kelemahan-kelemahan dan ketidaksempurnaan dirinya. Dalam melukiskan efek pemandangan yang menakjubkan itu dia berkata: “hilanglah kekuatanku; aku menjadi pucat sama sekali, dan tidak ada lagi kekuatan padaku” (Daniel 10:8). Jiwa yang telah disentuh-Nya akan membenci rasa mementingkan diri sendiri, benci terhadap sifat cinta diri sendiri, lalu akan mencari, melalui kebenaran Kristus, kesucian hati yang seirama dengan hukum Taurat dan sifat Kristus.
Paulus mengatakan bahwa di dalam “mengajarkan kebenaran hukum Taurat aku tidak bercacat.” (Filipi 3:6); tetapi apabila sifat rohani hukum itu yang dipandang maka dia melihat dirinya sebagai seorang yang berdosa. Menurut huruf hukum itu sebagaimana manusia menggunakannya dalam kehidupan secara lahiriah, maka dia lepas dari dosa; tetapi apabila dia memandang ke dalam kedalaman peraturan-peraturan yang suci itu serta membandingkan dirinya sendiri sebagaimana Tuhan memandang dia, dia tunduk di dalam kerendahan hati lalu mengakui kesalahannya. Katanya: “Dulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup”(Roma 7:9). Apabila dia memandang keadaan rohani hukum itu, dosa tampak dalam kekejiannya yang sebenarnya, dan pemegahan dirinya sendiri pun lenyaplah.
Allah bukannya memandang semua dosa itu sama besarnya; ada ukuran kesalahan di dalam timbangan-Nya, sebagaimana pada manusia itu sendiri; tetapi betapa kecil pun kesalahan ini dan itu menurut pandangan manusia, tiada dosa kecil di hadapan Allah. Pertimbangan manusia berat sebelah, mementingkan diri sendiri, tidak sempurna, tetapi ukuran Allah atas segala sesuatu adalah sebagaimana adanya yang sesungguhnya. Seorang pemabuk dihinakan dan telah dikatakan bahwa dosanya akan mengasingkan dia dari surga; sementara keangkuhan Roh mementingkan diri sendiri, dan ketamakan terlalu sering dibiarkan. Tetapi dosa-dosa inilah yang terutama dibenci Allah karena bertentangan dengan kemurahan tabiat-Nya, terhadap kasih yang tiada mementingkan diri sendiri yang merupakan suasana alam semesta yang tidak jatuh ke dalam dosa. Orang yang jatuh ke dalam sejumlah dosa-dosa dapat merasakan satu perasaan malu dan kemiskinan serta merasakan keperluannya akan anugerah Kristus, tetapi perasaan angkuh tidak merasa perlunya, sehingga menutup hati melawan Kristus serta berkat-berkat yang tiada batasnya yang mana Dia telah datang untuk mengaruniakannya.
Pemungut cukai yang berdoa kepada Tuhan “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18:13) menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang jahat, serta orang lain menatap padanya demikian, namun dia merasakan keperluannya, dan dengan beban kesalahannya serta yang memalukannya dia menghadap Tuhan, memohon kemurahan-Nya hatinya telah terbuka terhadap Roh Allah untuk melakukan pekerjaan kemurahan itu serta membebaskan dia dari kuasa dosa. Kesombongan orang-orang Farisi, doa pembenaran diri sendiri yang ditunjukkannya membuat hatinya tertutup dan melawan pengaruh Roh Suci. Karena jaraknya jauh dari pada Tuhan Allah, dia tidak mempunyai perasaan diri yang cemar, berlawanan dengan kesempurnaan kesucian Ilahi. Dia tidak merasa kekurangan apa-apa, sehingga dia pun tidak menerima apa-apa.
Jika engkau melihat dosa-dosamu dan merasakannya, janganlah lalai memperbaiki dirimu sendiri. Betapa banyak orang yang menganggap dirinya tidak layak datang kepada Kristus. Apakah engkau berharap supaya menjadi lebih baik dengan usaha-usahamu sendiri? “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?” Yeremia 13:23. Hanya di dalam Allah saja kita dapat memperoleh pertolongan. Kita seharusnya janganlah menunggu bujukan-bujukan yang lebih kuat, untuk kesempatan-kesempatan yang lebih baik, atau perangai yang lebih suci. Kita tidak dapat berbuat sesuatu dengan diri kita sendiri. Kita harus datang kepada Kristus sebagaimana adanya.
Tetapi janganlah ada seorang pun yang menipu dirinya sendiri dengan anggapan bahwa Allah, di dalam kasih-Nya yang agung dan berkemurahan, akan menyelamatkan orang-orang yang menolak karunia-Nya. Dosa-dosa yang terbesar dapat ditimbang hanyalah di dalam terang salib itu. Bila orang mengatakan bahwa Allah terlalu baik untuk mencampakkan orang yang berdosa, biarlah dia memandang pada salib Golgota. Karena tiada jalan lain lagi di mana manusia dapat melepaskan diri dari kuasa dosa yang menajiskan dan dapat dipulihkan untuk berhubungan dengan makhluk-makhluk yang suci--mustahil bagi mereka menjadi orang yang turut ambil bagian dalam kehidupan rohani itu--oleh karena inilah Kristus telah menanggung atas Diri-Nya sendiri kesalahan orang yang tidak menurut dan menderita di dalam sengsara orang berdosa. Kasih, penderitaan, dan kematian anak Allah semuanya menyaksikan betapa dahsyatnya dosa, serta menyatakan bahwa tiada kelepasan dari kuasa itu, tiada pengharapan hidup yang lebih tinggi, kecuali melalui penyerahan jiwa kepada Kristus.
Orang-orang berdosa sering memaafkan diri mereka sendiri dengan mengatakan celaan kepada orang yang mengaku dirinya orang Kristen. “Saya juga sama baik dengan mereka itu. Mereka tidak mempunyai penyangkalan diri sendiri, sabar atau berhati-hati di dalam alam tingkah laku mereka sama seperti saya. Mereka senang kepelesiran dan memanjakan nafsu diri sendiri, sama juga dengan saya.” Dengan demikian mereka membuat kesalahan-kesalahan orang lain sebagai maaf atas kelalaian mereka terhadap kewajiban mereka. Tetapi dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan orang lain tidak memaafkan siapa pun, karena Tuhan Allah tidak pernah menunjukkan teladan yang salah kepada umat manusia. Anak Allah yang tiada bercela telah di karuniakan sebagai teladan kita, dan barangsiapa yang bersungut atas kesalahan orang yang mengaku dirinya Kristen adalah seorang yang harus menunjukkan hidup yang lebih baik dan teladan yang lebih mulia. Jika mereka mempunyai sebuah konsep yang amat tinggi dari hal bagaimana seharusnya orang Kristen itu, bukankah dosa mereka yang terlebih besar? Mereka mengetahui apa yang benar, tetapi tidak mau melakukannya.
Waspadalah terhadap penundaan-penundaan. Jangan lengah membuangkan dosa-dosamu serta mencari kesucian hati melalui Kristus. Di dalam hal seperti inilah ribuan orang yang telah tersesat dan menemui kebinasaannya untuk selama-lamanya. Saya tidak akan tunjukkan di sini singkat dan tiadanya ketentuan hidup itu; tetapi ada satu bahaya yang mengerikan--satu bahaya yang tidak begitu dipahami--menunda-nunda menyerah pada bisikan suara Roh Allah, memilih hidup di dalam dosa; beginilah penundaan yang sebenarnya itu. Dosa, betapa kecil pun anggapan atasnya, jikalau selalu dilakukan akhirnya akan membinasakan jiwa. Apa yang kita taklukkan, akan menaklukkan kita dan mendatangkan kebinasaan atas diri kita sendiri.
Adam dan Hawa meyakin-yakinkan diri mereka sendiri bahwa di dalam perkara kecil seperti memakan buah pohon larangan itu tidak akan mendatangkan akibat yang mengerikan seperti yang pernah dikatakan oleh Tuhan Allah. Tetapi perkara kecil ini adalah pelanggaran atas hukum Allah yang suci dan tak dapat diubah, itulah yang memisahkan manusia dari Allah lalu membuka pintu banjir kematian serta malapetaka atas dunia kita ini. Abad demi abad telah bangkit dari dunia ini teriak ratapan yang tidak kunjung putus-putusnya, dan semua ciptaan menanggung akibat pendurhakaan manusia. Surga sendiri telah merasakan akibat pemberontakan melawan Allah. Bukit Golgota merupakan tugu peringatan pengorbanan yang menakjubkan yang diharuskan grafirat atas pelanggaran terhadap hukum Ilahi. Janganlah kita anggap dosa sebagai perkara kecil.
Tiap-tiap pelanggaran, tiap-tiap kelalaian atau penolakan atas anugerah Kristus, mendatangkan reaksi atas dirimu sendiri; yaitu mengeraskan hati, merusak kemauan, mematikan pengertian, bukan saja membuat engkau kurang ingin berserah tetapi juga kurang mampu berserah terhadap bujukan Roh Suci Allah yang lemah lembut.
Banyak orang yang mendiamkan hati nurani dengan anggapan bahwa mereka dapat mengubah jalan yang jahat kapan saja mereka kehendaki; bahwa mereka meremehkan undangan-undangan karunia itu, namun pun demikian berulang-ulang hati mereka digerakkan. Mereka kira bahwa sesudah melakukan hal-hal yang merendahkan karunia Roh itu, setelah melontarkan diri mereka ke dalam pengaruh pihak Setan, nanti pada saat keadaan yang dahsyat mereka dapat mengubah jalannya. Tetapi ini tidak mudah dilakukan. Pengalaman, pendidikan, sepanjang hidup, telah membentuk tabiat sedemikian rupa sehingga hanya sedikit saja yang kemudian ingin menerima gambar Kristus.
Meski satu sifat tabiat yang salah, satu keinginan yang penuh dosa, jika terus menerus dilakukan dan ditimang-timang akan merusakkan semua kuasa Injil. Tiap-tiap perbuatan jahat yang dimanjakan mengukuhkan jiwa tidak senang terhadap Allah. Orang yang menunjukkan kekuatan yang tak beriman, atau pendirian yang sama sekali tidak peduli akan kebenaran Ilahi, akan menuai tuaian yang ditanaminya sendiri. Di dalam Alkitab tiada satu amaran yang lebih menakutkan bagi orang yang membuang-buang waktu untuk melawan kejahatan daripada ucapan raja Salomo yang bijaksana, bahwa orang fasik “tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri” (Amsal 5:22).
Kristus telah bersedia melepaskan kita dari dosa, tetapi kehendak kita tidaklah dipaksa-Nya; tetapi jika pelanggaran-pelanggaran masih terus saja dilakukan maka kemauan itu sendiri dikeraskan kepada kejahatan, sehingga kita tidak ingin lagi bebas, dan jika kemauan tidak menerima karunia-Nya, apa lagi yang dapat Dia perbuat? Kita telah membinasakan diri kita sendiri dengan menentukan penolakan kita atas kasih-Nya. “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya hari ini adalah hari penyelamatan itu.” Pada hari ini jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu.”(1 Kor. 6:2; Ibr. 3:7,8.)
“Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi... tetapi Tuhan melihat hati.” Hati manusia, dengan pergulatan-pergulatan perasaan gembira dan duka; hati yang mengembara dan sesat, tempat tinggalnya sekian banyak kecemaran dan tipu daya. (I Samuel 16:7). Tuhan mengetahui segala motif dan maksud tujuan. Pergilah pada-Nya dengan segala beban jiwamu yang cemar. Seperti pemazmur, bukalah bilik-bilik hatimu di hadapan Tuhan yang melihat segala sesuatu, seraya berkata: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”(Mazmur 139:23,24).
Banyak orang yang beragama secara pikiran saja, seolah-olah dalam bentuk satu kepribadian, sedang hatinya tidak dibersihkan. Biarlah doamu seperti berikut: “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaruilah batinku dengan roh yang teguh!”(Mazmur 51:12). Jujurlah terhadap dirimu sendiri! Jujur dan tuluslah serta teguh, seolah-olah hidupmu yang fana ini diancam bahaya maut. Inilah masalah yang harus diselesaikan untuk selama-lamanya. Pengharapan yang direka-reka tidak lebih daripada akan mendatangkan kebinasaan jiwamu saja.
Pelajarilah Firman Allah dengan penuh doa. Firman itu menampilkan ke hadapanmu hukum Allah dan kehidupan Kristus, prinsip-prinsip besar mengenai kesucian tanpa kesucian itu, “tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14). Ia meyakinkan kita dari hal dosa; dinyatakannya dengan jelas keselamatan itu. Dengarkanlah baik-baik padanya seperti suara Allah yang berbicara kepada jiwamu.
Jikalau engkau melihat jahatnya dosa itu dan jika engkau melihat dirimu sebagaimana adanya, janganlah putus asa. Kristus telah datang untuk menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Kita tidak mendamaikan Allah kepada kita, tetapi - - O kasih yang maha ajaib!-- Sebab “Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus.” (2 Korintus 5:19). Dengan kasih dibujuk-Nya hati anak-anak-Nya yang telah tersesat. Tiada orangtua di dunia ini yang begitu sabar terhadap kesalahan-kesalahan dan dosa anak-anaknya seperti kesabaran Allah terhadap orang-orang yang diusahakan untuk menyelamatkannya. Tiada bujukan manusia yang lebih lembut daripada bujukan terhadap orang yang melanggar. Tiada bibir manusia yang pernah mencurahkan kelembutan yang melebihinya, kepada orang yang tersesat, daripada yang dilakukan-Nya, semua janji-janji-Nya, peringatan-peringatan yang diberikan-Nya; semata-mata pernyataan kasih yang tidak terucapkan.
Apabila Setan datang mengatakan padamu bahwa engkau adalah seorang yang besar dosanya, pandanglah kepada Juruselamatmu dan bicaralah mengenai pengorbanan-Nya. Itulah yang dapat membantu engkau memandang kepada terang-Nya. Akuilah dosamu, bahkan katakan kepada musuh itu bahwa “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa” dan engkau pun dapat diselamatkan oleh kasih-Nya yang tiada taranya.(1Tim.1:15). Yesus pernah menanyakan kepada Simon sebuah pertanyaan tentang dua orang yang berutang. Salah seorang di antaranya berutang pada tuannya dengan jumlah yang besar dan yang lain sangat sedikit, tetapi majikannya menghapuskan utang kedua-duanya, dan Kristus menanyakan siapakah dari antara keduanya yang lebih mengasihi majikannya. Lalu jawab Simon: “Aku kira dia yang paling banyak dihapus utangnya” (Lukas 7::43). Kita adalah orang-orang yang berdosa besar, tetapi Kristus telah mati supaya kita diampuni. Jasa pengorbanan-Nya cukup lengkap di hadapkan kepada Allah Bapa demi kepentingan kita. Orang yang paling banyak mendapat keampunan daripada-Nya akan lebih mengasihi Dia pula, dan akan berdiri dekat sekali ke takhta-Nya yang tiada taranya. Kalau kita betul-betul memahami kasih Allah maka kita pun akan menyadari jahatnya dosa itu. Apabila kita melihat panjangnya rantai yang memahami sesuatu dari hal pengorbanan yang tiada batasnya yang telah dilakukan Kristus demi kita, maka hati pun akan diluluhkan dalam kelembutan dan penyesalan.