Ads Google

Sunday, January 23, 2011

Bintang Laut

Ketika fajar menyingsing, seorang lelaki tua berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati angin laut yang segar menerpa bibir pantai. Di kejauhan dilihatnya seorang anak sedang memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke dalam air. Setelah mendekati anak itu, lelaki tua itu bertanya heran;

'Mengapa engkau mengumpulkan dan melemparkan kembali bintang laut itu ke dalam air?'. Tanyanya.

'Karena bila dibiarkan hingga matahari pagi datang menyengat, bintang laut yang terdampar itu akan segera mati kekeringan.' Jawab si kecil itu.

'Tapi pantai ini luas dan bermil-mil panjangnya.' Kata lelaki tua itu sambil menunjukkan jarinya yang mulai keriput ke arah pantai pasir yang luas itu. 'Lagi pula ada jutaan bintang laut yang terdampar. Aku ragu apakah usahamu itu sungguh mempunyai arti yang besar.' Lanjutnya penuh ragu.

Anak itu lama memandang bintang laut yang ada di tangannya tanpa berkata sepatahpun. Lalu dengan perlahan ia melemparkannya ke dalam laut agar selamat dan hidup.

'Saya yakin usahaku sungguh memiliki arti yang besar sekurang-kurangnya bagi yang satu ini.' Kata si kecil itu.

-------------
Kita sering mendambakan untuk melakukan sesuatu yang besar, namun sering kali kita lupa bahwa yang besar itu sering dimulai dengan sesuatu yang kecil.


Belaian nan lembut

BELAIAN NAN LEMBUT
Oleh: Daphna Renan

Michael dan aku tidak tahu kapan pelayan meletakkan piring-piring di meja kami. Waktu itu kami duduk-duduk di sebuah restoran kecil, terlindung dari kesibukan
Third Street, New York City
. Aroma blintze yang baru saja disajikan tidak mengusik keasyikan kami mengobrol. Malahan, blintze itu lama kami biarkan terendam dalam krim asam. Kami terlalu asyik mengobrol sampai lupa makan.

Obrolan kami seru sekali, meskipun yang diobrolkan tidak penting. Kami
tertawa-tawa membicarakan film yang kami tonton malam sebelumnya dan
berdebat tentang makna di balik teks yang baru saja kami pelajari untuk
seminar sastra. Dia bercerita waktu dia mengambil langkah penting menuju kedewasaan, yaitu hanya mau dipanggil Michael dan pura-pura tidak mendengar bila dipanggil "Mikey". Waktu umur dua belas atau empat belas? Dia lupa, tetapi dia ingat ibunya menangis dan berkata bahwa dia terlalu cepat menjadi dewasa. Ketika kami mencicipi blueberry blintzes, aku bercerita dulu aku dan kakakku suka memetik blueberry liar kalau mengunjungi sepupu-sepupu kami yang tinggal di desa. Aku ingat, aku selalu memakan habis bagianku sebelum pulang ke rumah dan bibiku selalu memperingatkan bahwa perutku pasti akan sakit sekali. Tentu saja, itu tak pernah terjadi.
Sementara obrolan kami yang menyenangkan terus berlanjut, pandanganku
melayang ke seberang ruangan dan berhenti di sudut. Sepasang orang tua
duduk berduaan di pojok itu. Si wanita mengenakan rok bermotif bunga yang sudah pudar, sama pudarnya dengan bantal tempat dia meletakkan tas tangannya yang kusam. Puncak kepala si lelaki mengkilat seperti telur rebus yang sedang dia nikmati pelan-pelan. Wanita itu mengunyah oatmeal-nya pelan-pelan juga, nyaris dengan susah payah.
Tetapi yang membuat pikiranku teralih kepada mereka adalah keheningan yang melingkupi mereka. Aku seakan melihat kekosongan melankolis melingkupi pojok tempat mereka duduk. Ketika obrolanku dengan Michael mereda dari gelak tawa menjadi bisikan, dari pengakuan ke penilaian, keheningan pasangan itu mengusik pikiranku. 'Alangkah menyedihkan,' pikirku, 'kalau tak ada lagi yang bisa diobrolkan. Tidak adakah halaman yang belum mereka baca dalan kisah hidup masing-masing? Bagaimana kalau itu terjadi pada kami?'
Michael dan aku membayar makanan lalu kami beranjak hendak meninggalkan
restoran. Ketika kami melewati pojok tempat pasangan tua itu duduk,
dompetku terjatuh. Aku membungkuk untuk mengambilnya, aku melihat, di bawah meja tangan mereka saling berpegangan lembut. Mereka makan dengan hening sambil bergandengan tangan!
Aku menegakkan tubuhku. Aku sangat tersentuh melihat tindak sederhana namun penuh makna yang mencerminkan kedekatan hubungan pasangan itu. Aku merasa istimewa karena boleh menyaksikannya. Belaian lembut tangan lelaki tua itu pada jari-jari istrinya yang letih dan keriput mengisi tidak hanya apa yang sebelumnya kuanggap sudut yang secara emosional kosong, tetapi juga mengisi hatiku. Keheningan mereka bukanlah keheningan yang tidak nyaman, seperti ketidaknyamanan yang selalu kita rasakan setelah mendengar sebaris lelucon atau canda-tawa waktu kencan pertama. Bukan itu. Keheningan mereka adalah keheningan yang nyaman dan rileks, itu adalah ungkapan cinta yang lembut dan tidak selalu membutuhkan kata-kata untuk mengekspresikannya. Mungkin telah
bertahun-tahun mereka bersama-sama menghabiskan jam-jam seperti ini di pagi hari. Mungkin hari ini tak ada bedanya dari kemarin, tetapi mereka
menikmatinya dengan hati yang damai. Mereka saling menerima pasangannya, apa adanya.  Mungkin, pikirku ketika aku dan Michael keluar dari restoran, bukan sesuatu yang buruk bila kelak yang seperti itu kami alami. Mungkin, itu akan menjadi ungkapan cinta yang lembut dan penuh kasih.
"Apa yang berasal dari hati, selalu menyentuh hati."
Don Sibert
"Mempunyai sahabat baik adalah salah satu kebahagiaan paling besar dalam hidup; menjadi sahabat yang baik adalah salah satu perbuatan paling mulia dan paling sulit."
(Proverb 3:3-4)
" Kalau Tuhan mitra Anda, maka buatlah rencana besar Anda."
(D.L. Moody)

Beautiful Story

Beautiful Story

Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3tahun) dan baru saja
menyelesaikan kuliah saya.Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah
Sosiologi. Sang dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya
harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum".
Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Segera setelah kami menerima tugas tsb., suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering.Ini adalah salah satu cara kami membagi waktu bermain yang khusus dengan anak kami.
Kami berdiri dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir. Saya tidak bergerak sama sekali ....
suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir.
Ketika saya berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma.
Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya,  ia sedang "tersenyum".  Matanya yang biru langit indah
penuh dengan cahaya  Tuhan ketika ia minta untuk dapat diterima.

Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan.  Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya.  Saya menyadari bahwa lelaki kedua
itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah penolongnya.

Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka.  Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan.  Ia berkata, "Kopi saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli.
(jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli sesuatu.  Ia hanya ingin menghangatkan badan).

Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu.  Hal itu terjadi bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya.  saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan pada  saya dua  paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah.

Kemudian saya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya.  Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bemata biru itu.  Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih."

Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu.  Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan."  Saya mulai menangis ketika saya berjalan
meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya.  Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang.  Untuk memberiku harapan."

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena Rahmat Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain.  Kami bukanlah orang-orang yang rajin ke gereja, tetapi kami adalah orang-orang Yang percaya kepada Tuhan.  Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah.
saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini di tangan saya.  Saya menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya.
Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata,
"Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?"
Saya mengangguk perlahan dan ia  kemudian meminta perhatian dari kelas.  Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa  kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan
untuk disembuhkan.

Dengan caraku sendiri saya telah menyentuh orang-orangyang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.  Saya lulus dengan
satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari:
PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT. Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN SESAMA.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh anda dengan cara apapun, tolong kirimkan cerita ini kepada setiap orang yang anda kenal.

Di sini ada seorang malaikat yang dikirimkan untuk mengawasi anda.
Supaya malaikat itu bisa bekerja, anda harus menyampaikan cerita ini pada orang-orang  yang ingin anda awasi.

Seorang malaikat menulis :
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu,
tetapi hanya sahabat2 sejati yang akan meninggalkan
jejak di dalam hatimu.
Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu, Tetapi
untuk menangani orang lain, gunakan hatimu.

Kemarahan hanyalah satu kata yang dekat dengan bahaya.
Pikiran yang besar membicarakan ide-ide;
Pikiran yang rata-rata membicarakan
kejadian-kejadian; Dan pikiran yang kerdil
membicarakan orang-orang.

Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka,
tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam
sarang mereka.

Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak;
Ia yang kehilangan seorang teman, kehilangan lebih
banyak;Tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan
semuanya.
orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam,
tetapi orang-orang tua yang cantik adalah hasil karya
seni.
Belajarlah dari kesalahan orang lain.
Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk mendapatkan
semua itu dari dirimu sendiri.

Lidah praktis tidak berat sama sekali, tetapi hanya
sedikit orang yang dapat memegangnya.

Kisah Pohon Apel

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang
senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang
memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di
keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai
pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil
itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan
tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu
hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi."jawab anak
lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya
uang untuk membelinya.

"Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi
kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa
mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang
ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu
anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu."Aku harus bekerja untuk
keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau
menolongku?"

"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua
dahan rantingku untuk membangun rumahmu." kata pohon apel. Kemudian
anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan
pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak
lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.
Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi deganku."
kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua
dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah
kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah
berlayar dan bersenang- senanglah. Kemudian, anak lelaki itu memotong
batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu
pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
"Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel
lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk
mengigit buah apelmu." Jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki
batang dan dahan yang bisa kau panjat." Kata pohon apel. "Sekarang,
aku sudah terlalu tua untuk itu." jawab anak lelaki itu. "Aku benar-
benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan  padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini." Kata
pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah
setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah
kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan
beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan
beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan
akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil
meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua
kita.  Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu
kita.  Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya
datang ketika  kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak
peduli apa pun, orang tua  kita akan selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa mereka berikan  untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang
tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang
terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita
sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima  kasih atas seluruh
hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Anak Kecil Penjaja Kue

Anak Kecil Penjaja Kue

         Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan. Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, "Pak, mau beli kue, Pak?"
Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan".
Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab "Tidak dik, saya sudah kenyang".
Setelah pemuda itu membayar kekasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda. Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang dirumah".
Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini. Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan.
"Pak mau beli kue saya?", pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp. 1.500, dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja.
"Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik".
Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta. Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasih kepada orang lain.
"Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?"
Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu dirumah ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang kerumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis".
Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja dihadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang, dan suatu pantangan bagi ibunya, anaknya menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang kerumah ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.
Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan arena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan" ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.
Berdoalah Sampai Sesuatu Terjadi


Seorang laki-laki sedang tidur di pondoknya ketika kamarnya tiba-tiba menjadi terang, dan nampaklah Sang Juru Selamat. Tuhan berkata padanya bahwa ada pekerjaan yang harus dilakukan laki-laki itu, dan menunjukkan padanya sebuah batu besar di depan pondoknya. Tuhan menjelaskan bahwa laki-laki itu harus mendorong batu itu dengan seluruh kekuatannya. Hal ini dikerjakan laki-laki itu setiap hari. Bertahun-tahun ia bekerja sejak matahari terbit sampai terbenam, pundaknya menjadi kaku menahan dingin, ia kelelahan karena mendorong dengan seluruh kemampuannya. Setiap malam laki-laki itu kembali ke kamarnya dengan sedih dan cemas, merasa bahwa sepanjang harinya kosong dan tersia-sia.

Ketika laki-laki itu mulai putus asa, si Iblispun mulai mengambil bagian untuk mengacaukan pikirannya "Sekian lama kau telah mendorong batu itu tetapi batu itu tidak bergeming. Apa kau ingin bunuh diri? Kau tidak akan pernah bisa memindahkannnya."

Lalu, ditunjukkannya pada laki-laki bahwa tugas itu sangat tidak masuk akal dan salah. Pikiran tersebut kemudian membuat laki-laki itu putus asa dan patah semangat.

"Mengapa aku harus bunuh diri seperti ini?" pikirnya. "Aku akan menyisihkan waktuku, dengan sedikit usaha, dan itu akan cukup baik."

Dan itulah yang direncanakan, sampai suatu hari diputuskannya untuk berdoa dan membawa pikiran yang mengganggu itu kepada Tuhan.

"Tuhan," katanya "Aku telah bekerja keras sekian lama dan melayaniMu, dengan segenap kekuatannku melakukan apa yang Kau inginkan. Tetapi sampai sekarang aku tidak dapat menggerakkan batu itu setengah milimeterpun. Mengapa? Mengapa aku gagal?"

Tuhan mendengarnya dengan penuh perhatian,"Sahabatku, ketika aku memintamu untuk melayaniKu dan kau menyanggupi, Aku berkata kepadamu, tugasmu untuk mendorong batu itu dengan seluruh kekuatanmu, seperti yang telah kau lakukan. Tidak sekalipun Aku mengatakan bahwa kau mesti menggesernya. Tugasmu hanyalah mendorong. Dan kini kau datang padaKu dengan tenaga terkuras, berpikir bahwa kau telah gagal. tetapi apakah benar? Lihatlah dirimu. Lenganmu kuat dan berotot, punggungmu tegap dan coklat, tanganmu keras karena tekanan terus-menerus, dan kakimu menjadi gempal dan kuat. Sebaliknya kau telah bertumbuh banyak dan kini kemampuanmu melebihi sebelumnya. Meski kau belum menggeser batu itu. Tetapi panggilanmu adalah menurut dan mendorong dan belajar untuk setia dan percaya akan hikmatKu. Ini yang kau telah selesaikan. Aku, sahabatku, sekarang akan memindahkan batu itu."

Terkadang, ketika kita mendengar suara Tuhan, kita cenderung menggunakan pikiran kita untuk menganalisa keinginanNya, sesungguhnya apa yang Tuhan inginkan adalah hal-hal yang sangat sederhana agar menuruti dan setia kepadaNya.... Dengan kata lain, berlatih menggeser gunung-gunung, tetapi kita tahu bahwa Tuhan selalu ada dan Dialah yang dapat memindahkannya.

Ketika segala sesuatu kelihatan keliru.... lakukan P.U.S.H (push = dorong).

Ketika pekerjaanmu mulai menurun.... lakukan P.U.S.H (push = dorong). Ketika orang-orang tidak berlaku seperti yang semestinya mereka lakukan.. lakukan P.U.S.H (push = dorong)

Ketika uangmu seperti "lenyap" dan tagihan-tagihan mulai harus dibayar.. lakukan P.U.S.H (push = dorong).

P.U.S.H - Pray Until Something Happens!! (Berdoalah sampai sesuatu terjadi).