Ads Google

Wednesday, April 4, 2018

Bab 15. Kesehatan Kerja

Pernahkah anda membaca berita tentang seseorang yang menderita luka berat atau bahkan mengalami kematian karena kecelakaan kerja? Kesehatan kerja berupaya mencegah kecelakaan akibat kerja. Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah.
Pada bab ini akan dipelajari tentang:
* Batasan Kesehatan Kerja
* Diterminan Kesehatan Kerja
* Kemampuan Kerja
* Faktor Fisik Dalam Kesehatan Kerja
* Faktor Manusia Dalam Kerja
* Ergonomi
* Psikologi Kerja
* Kecelakaan Kerja
* Tujuan Pengawasan
* Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja
* Upaya Pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK)

15. Batasan Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan dan prakteknya; bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial; dilakukan dengan usaha-usaha preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan), dan promotif (peningkatan kesehatan).

Tujuan kesehatan kerja yang dirumuskan oleh organisasi buruh internasional (ILO), badan organisasi kesehatan sedunia (WHO) pada tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Promosi dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan sosial dari pekerja.
2. Pencegahan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja.
3. Perlindungan pekerja dari risiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan.
4. Penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai kemampuan fisik dan psikologis pekerja.
5. Penyesuaian setiap orang kepada pekerjaannya.

Dalam uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa yang menjadi objek kajian ilmu kesehatan masyarakat terutama dari aspek kesehatannya, atau yang manjadi pasien kesehatan masyarakat adalah masyarakat. Kesehatan kerja merupakan aplikasi dari ilmu kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya preventif dan promotif, maka dalam kesehatan kerja kedua hal tersebut juga menjadi ciri pokok.

Seperti halnya pada kesehatan masyarakat, meskipun fokus kegiatannya pada preventif dan promotif, tetapi tidak berarti meninggalkan sama sekali upaya-upaya kuratif. Dalam kesehatan kerja juga tidak meninggalkan sama sekali upaya-upaya kuratif, dalam batas-batas pelayanan dasar (primary care). Hal ini berarti kesehatan kerja di dalam suatu perusahaan, meskipun upaya pokoknya pencegahan penyakit dan kecelakaan akibat kerja, serta promosi kesehatan pekerja, namun perlu dilengkapi dengan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan penyakit atau kecelakaan yang terjadi pada pekerja atau keluarganya. Keluarga pekerja memang bukan secara langsung menjadi anggota masyarakat pekerja, namun peranan keluarga (istri atau suami) sangat penting dalam mencegah penyakit dan kecelakaan kerja serta peningkatan kesehatan kerja.

Dari aspek ekonomi penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah sangat menguntungkan, karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah untuk meningkatkan produktivitas seoptimal mungkin. Dengan tidak terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, maka berarti tidak adanya absentisme para pekerja. Selain itu, dengan meningkatnya status kesehatan yang seoptimal mungkin bagi setiap pekerja sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas. Tidak adanya absentisme (atau rendahnya angka absentisme) dan meningkatnya status kesehatan pekerja ini jelas akan meningkatkan efisiensi, yang bermuara terhadap meningkatnya keuntungan perusahaan. Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakitpenyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari “Occupational Helath” yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usahausaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, higiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya, dan sebagainya. Secara implisit rumusan atau batasan ini, bahwa hakikat kesehatan kerja mencakup dua hal, yakni: Pertama, sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Tanaga kerja di sini mencakup antara lain: buruh atau karyawan, petani, nelayan, pekerja-pekerja sektor nonformal, pegawai negeri, dan sebagainya. Kedua, sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas. Apabila kedua prinsip tersebut dijabarkan ke dalam bentuk operasional, maka tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagi berikut:
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
3. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja.
5. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar ddari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
6. Perlindungan masyarakat luas dari bahya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.

Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain: suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh anggotanya (ergonomic), dan sebagainya.

15.2. Diterminan Kesehatan Kerja
Seperti telah diuraikan terdahulu bahwa tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah untuk mencapai kesehatan masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuantujuan ini diperlukan suatu prakondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut. Prakondisi inilah yang penulis sebut sebagai diterminan kesehatan kerja, yang mencakup tiga faktor utama, yakni: beban kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan kemampuan kerja.
1. Beban Kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran merupakan beban bagi yang melakukan. Dengan sendirinya beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Seorang kuli angkat junjung di pelabuhan sudah barang tentu akan memikul beban fisik lebih besar daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang petugas bea dan cukai pelabuhan akan menanggung beban mental dan sosial lebih banyak daripada beban fisiknya. Masingmasing orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam hubungannya dengan beban kerja ini. Ada orang yang lebih cocok untuk menanggung beban fisik, tetapi orang lain akan lebih cocok melakukan pekerjaan yang lebih banyak pada beban mental atau sosial. Namun demikian secara umum atau rata-rata mereka ini sebenarnya dapat memikul beban dalam batas tertentu, atau suatu beban yang optimal bagi seseorang. Oleh sebab itu, penempatan seorang pekerja atau karyawan seharusnya setepat sesuai dengan beban optimum yang sanggup dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan seseorang pada suatu pekerjaan, di samping didasarkan pada beban optimum, juga dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, motivasi dan sebagainya. Kesehatan kerja berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para karyawan atau pekerja dengan cara merencanakan atau mendesain suatu alat yang dapat mengurangi beban kerja. Misalnya alat untuk mengangkat barang yang berat diciptakan gerobak, untuk mempercepat pekerjaan tulis menulis diciptakan mesin ketik, untuk membantu beban hitung-menghitung diciptakan kalkulator atau komputer, dan sebagainya.
2. Beban Tambahan
Di samping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja atau karyawan, pekerja sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan. Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor yakni:
1. Faktor fisik, misalnya: penerangan/pencahayaan yang tidak cukup, suhu udara yang panas, kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising, dan sebagainya.
2. Faktor kimia, yaitu bahan-bahan kimia yang menimbukan gangguan kerja, misalnya: bau gas, uap atau asap, debu, dan sebagainya.
3. Faktor biologi, yaitu binatang atau hewan dan tumbuhtumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya: nyamuk,lalat, kecoa, lumut, aman yang tak teratur, dan sebagainya.
4. Faktor fisiologis, yakni peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota badan (ergonomic), misalnya: meja atau kursi yang terlalu tinggi atau pendek.
5. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya: adanya klik, gosip, cemburu, dan sebagainya.

Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, atau setidak-tidaknya mengurangi beban tambahan tersebut, maka lingkungan kerja harus ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang sehat. Lingkungan kerja yang tidak sehatakan menjadi beban tambahan bagi kerja atau karyawan misalnya:
1. Penerangan atau pencahayaan ruangan kerja yang tidak cukup dapat menyebabkan kelelahan mata.
2. Kegaduhan dan bising dapat mengganggu konsentrasi, mengganggu daya ingat, dan menyebabkan kelelahan psikologis.
3. Gas, uap, asap dan debu yang terhisap lewat pernapasan dapat mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan tubuh, yang akhirnya menurunkan daya kerja.
4. Binatang, khususnya serangga (nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya) di samping mengganggu konsentrasi kerja, juga merupakan pemindahan (vektor) dan penyebab penyakit.
5. Alat-alat bantu kerja yang tidak ergonomis (tidak sesuai dengan ukuran tubuh) akan menyebabkan kelelahan kerja yang cepat.
6. Hubungan atau iklim kerja yang tidak harmonis dapat menimbulkan kebosanan, tidak betah kerja dan sebagainya, yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja.

Agar faktor-faktor tersebut tidak manjadi beban tambahan kerja, faktor lingkungan tersebut dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan gairah keja, misalnya:
1. Penerangan atau pencahayaan yang cukup, standar penerangan tempat kerja setara dengan 100 sampai dengan 200 kali lilin. Penggunaan lampu neon (fluorescent) dianjurkan karena: kesilauan rendah, tidak banyak bayangan, dan suhu rendah.
2. Dekorasi warna di tempat kerja. Warna atau cat tembok mempunyai arti penting dalam kesehatan kerja. Warna merah misalnya, dapat merangsang seseorang bekerja lebih cepat daripada warna biru.
3. Ruangan yang diberi pendingin (AC) akan meningkatkan efisiensi kerja, namun suhu yang terlalu dingin juga akan mengurangi efisiensi.
4. Bebas serangga (lalat, nyamuk, kecoa), dan bebas dari baubauan yang tidak sedap.
5. Penggunaan musik di tempat kerja, dan sebagainya.

15.3. Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan seseorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, dan bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda. Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan ataua pengalaman tetapi sampai pada batas tertentu saja. Jadi, dapat diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang dipunyai oleh masing-masing orang.
Kapasitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: gizi dan kesehatan ibu, genetik, dan lingkungan. Selanjutnya kapasitas ini mempengaruhi atau menentukan kemampuan seseorang. Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan di samping kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin, dan ukuran-ukuran tubuh. Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya) dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan yang tinggi angka absentisme karena sakit lebih rendah daripada mereka yang keterampilannya rendah. Pekerja yang keterampilannya rendah akan menambah beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat keterampilan pekerja, maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus ditingkatkan, melalui program-program pelatihan, kebugaran, dan promosi kesehatan. Peningkatan kemampuan tenaga kerja ini akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan produktivitas kerja. Program perbaikan gizi melalui pemberian makanan tambahan bagi tenaga kerja, terutama bagi pekerja kasar misalnya, adalah merupakan faktor yang sangat penting untukmeningkatkan produktivitas kerja.

Kiat agar tetap sehat saat bekerja
Kaum wanita selalu tidak lepas dari pekerjaam mulai pekerjaan mengurus rumah tangga hingga kegiatan di luar rumah tangga mencari nafkah. Bekerja memakan waktu yang cukup banyak, memerlukan pikiran dan perasaan, juga adanya ancaman penyakit akibat lingkungan kerja yang buruk dan juga mengandung bahaya kecelakaan dan keracunan kimiawi, terlebih-lebih yang bergerak pada sektor industri baik besar maupun kecil. Di lingkungan rumah tanggapun banyak timbul gangguan kesehatan kerja, akibat kondisi lingkungan yang buruk. Oleh karena itu, para wanita perlu memahami betapa pentingnya memelihara kesehatan pada saat bekerja, agar supaya tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

Kiat agar wanita tetap sehat dan bugar saat bekerja adalah sebagai berikut:
1. Jangan lupa makan pagi sebelum bekerja dan makanan kecil atau buah diantara waktu beristirahat. Jagalah jangan terlambat makan siang atau makan malam. Makanlah makanan yang bergizi tinggi dan seimbang karena gizi yang cukup merupakan sumber tenaga.
2. Sikap dan posisi tubuh dalam bekerja sangatlah mempengaruhi kemampuan kita untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jangan duduk, berdiri, membungkuk, jongkok terus menerus. Kurang baik bagi kesehatan. Saat duduk usahakan agar tulang punggung tidak melengkung, sehingga dada tidak berlipat. Gunakan kursi yang paling tepat tinnginya dengan meja kerja. Bila bekerja lama, pergunakan kursi dengan sandaran punggung dan lengan. Usahakan berdiri dengan santai jangan kaku, sekali-kali gerakkkan kaki, jalan-jalan sebentar. Juga saat membungkuk , jangan terlalu jauh dengan barang yang dikerjakan.
Bagi wanita yang melakukan pekerjaan di rumah, perlu diperhatikan penyerasian alat, cara dan kemampuannya bekerja. Untuk itu dapat diterapkan teknologi tepat guna atau cangggih yang dapat menghemat waktu dan tenaga serta meningkatkan efisiensi kerja dan dapat menimbulkan kenyamanan dalam bekerja. Jika mengangkat barang jangan melebihi kemampuan, seimbangkan antara tangan kanan dan kiri untuk membawanya.
3. Jagalah kebersihan pribadi dan lingkungan kerja anda serta usahakan pula untuk tidak menyebarkan penyakit.
4. Pakailah alat pelindung seperti masker, sarung tangan, tutup kepala apabila anda bekerja pada sektor industri, untuk mencegah kecelakaan dan keracunan kimiawi.
5. Apabila tida enak badan pada ssaat bekerja hubungi segera klinik atau dokter terdekat.agar penyakit tidak tambah parah.
6 Bekerja terus menerus tanpa istirahat selain melelahkan juga menimbulkan ganggguan stres. Untuk itu upayakan istirahat sejenak saat bekerja. Anda bisa relaksasi, mengobrol santaim, jalan-jalan keluar menghirup udara segar, menikmati musik, nonton TV dan sebagainya.
6. Usahakan suasana damai dan tentram di tempat kerja, agar bisa berkonsentrasi dan tenang dalam bekerja.
7. Hindarkan hal-hal yang dapat mengundang terjadinya tidak kekerasan terhadap perempuan misalnya pelecehan seksual, perkosaan dan sebagainya.
8. Lakukan olahraga ringan agar tubuh tetap bugar.
9. Gunakan hak cuti sakit,cuti haid ,cuti ham,il,hak menyusui dan hak-hak lain bagi pekerja wanita,misalnya tidak boleh bekerja malam hari atau bekerja pada tempat berbahaya dan sebagainya.

15.4. Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja
Telah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan yang higienis di samping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja. Lingkungan kerja ini dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial, dan kedua-duanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan kerja.
Lingkungan fisik mencakup: pencahayaan, kebisingan, dan kegaduhan, kondisi bangunan, dan sebagianya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang sering menjadi tambahan kerja.

15.4.1. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik/komputer, mesin cetak, dan sebagianya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebhi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan. Kulaitas bunyi ditentukan oleh dua hal yakni: frekusensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut “Hertz (Hz)”, yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampaidi telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB).Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat dilasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima/dikehendaki atau tidak dikehendaki/bising. Kebisingan mempengaruhi kesehatan, antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian.

Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin di atas 60 dB, maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga, guna mencegah gangguan pendengaran. Di samping itu, kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja untuk berteriak di dalam berkomunikasi dengan pekerja yang lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja yang bising ini, maka kadang-kadang di tengahtengah kalangan keluarga, karena dipersepsikan sebagai marah. Lebih jauh, kebisingan yag terus menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja, yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Kebisingan, terutama yang berasal dari alatalat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja, karena terasa risi adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau memakainya.

15.4.2. Penerangan dan Pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja, tetapi juga menimbulkan kesan yang kotor. Oleh karena itu, penerangan di lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Di samping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas, dan menghindarkan dari kesalahan kerja.

Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya degan penglihatan orang di dalam suatu lingkungan kerja, maka faktor besar kecilnya objek dan umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya, objek yang dikerjakan sangat kecil, maka intensitas penerangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja, di mana makin tua umur seseorang daya penglihatannya makin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain: sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Di samping itu, kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipkasa, dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau lebih kabur. Umtuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Perbaikan kontras, di mana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya: cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2. Meningkatkan penerangan, sebaiknya dua kali dari penerangan di luar tempat kerja. Di samping itu di bagianbagian tempat kerja perlu ditambah dengan lampu-lampu tersendiri.
3. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur di atas 50 tahun tidak diberikan tugas pada malam hari.
Di samping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti yang diuraikan di atas, penerangan/pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah, apabila pengaturannya kurang baik, yakni “silau”. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja, maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah. Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain: 1. Pemilihan jenis lampu yang tepat, misalnya neon. Lampu
neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2. Menempatkan sumber-sumber cahaya untuk penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun yang silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2. Kelemahan mental.
3. Kerusakan alat penglihatan.
4. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
5. Meningkatnya kecelakaan kerja.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan antara lain sebagai berikut :
1. Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2. Jendela-jendela dan lobang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
3. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
4. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32oC).
5. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja.
6. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar dan tidak berkedip-kedip.
15.4.3. Bau-bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara, yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi hygiene pada umumnya.

Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada, sehingga penentuannya masih bersifat subjektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut, maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkngan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut, tetapi lama kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut, meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman apabila indra penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus menerus, seperti contoh pekerja tersebut di atas. Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal, setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan fisiologis atau stres, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium, oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang. Di samping itu, penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70% tidak mempengaruhi penciuman, tetapi di bawah atau di atas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman.

Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain:
1. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan, misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2. Proses menutupi, yang didasarkan atas kerja antagonistis di antara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya: bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan parafin.
3. Absorbsi (penyerapan), misalnya : penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya: menggunakan pengharum ruangan.
5. Alat pendingin ruangan (air conditioning), di samping untuk menyejukkan ruangan, juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.

15.5. Faktor Manusia dalam Kerja
Sejak zaman purbakala manusia telah menggunakan alat dalam bekerja. Pada zaman batu misalnya, manusia telah membuat alatalat dari batu antara lain: kapak, cangkul, palu, dan sebagainya untuk membantu dalam melakukan pekerjaan mereka. Dengan perkembangan zaman alat-alat tersebut berkembang ke arah yang lebih sempurna seperti seperti cangkul atau alat bercocok tanam dibuat dari besi baja. Bahkan sampai dewasa ini petani dari beberapa daerah telah menggunakan traktor untuk bercocok tanam. Demikian pula di bidang lain manusia secara berangsur-angsur telah mengganti peralatan kerja dari yang paling sederhana sampai dengan yan paling canggih. Peralatan-peralatan kerja tersebut dibuat dan digunakan karena manusia menyadari bahwa dengan hanya menggunakan tenaga manusia saja kurang efektif dalam menyelesaikan pekerjaannya. Bisa kita bayangkan bagaimana seandainya pengolahan tanah pertanian hanya dengan tangan manusia saja, tanpa menggunakan cangkul, bajak, ataupun traktor. Akhirnya disadari bahwa tenaga manusia merupakan alat produksi yang paling tidak efisien ditinjau dari aspek tenaga dan keluaran atau hasilnya. Dari penelitian para ahli kesehatan kerja, ternyata tenaga yang dapat dikeluarkan oleh rata-rata pekerja pria normal berumur antara 25-40 tahun hanya sebesar 0,2 PK. Seorang pekerja tidak mampu dibebani lebih dari 30% dari tenaga maksimumnya selama 8 jam sehari (Silalahi, 1985). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai konsekuensinya tuntutan mansia semakin tinggi. Selanjutnya dalam memenuhi tuntutan hidup ini, manusia semakin memerlukan peralatan dan perlengkapan yang lebih canggih untuk mencapai hasil yang efisien. Akan tetapi, semakin canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin besar pula bahaya yang ditimbulkan. Bahaya kecelakaan akibat menggunakan mesin tenun modern, jelas akan lebih besar daripada bahaya kecelakaan akibat dari alat tenun tradisional. Namun, bagaimanapun tidak efisiensinya tenaga ,manusia dalam bekerja, tenaga manusia tetap diperlukan dalam proses produksi. Peralatan kerja sebenarnya hanya sebagai alat bantu manusia sebagai tenaga kerja tersebut. Masalahnya sekarang adalah bagaimana sebagai tenaga kerja (manusia) tetap aman dan sehat atau tercegah dari bahaya-bahaya akibat kerja tersebut. Hal ini semua adalah sangat tergantung kepada tenaga kerja itu sendiri yang memegang kendali alat dan lingkungan kerjanya. Dengan kata lain aspek manusia adalah meupakan faktor penting dalam mencapai keselamatan dan ksehatan kerja. Dua faktor penting dari aspek manusia dalam hubungannya dengan hal ini adalah: ergonomi dan psikologi kerja.

15.6. Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja, dan nomos artinya peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiah ergonomi diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk menggunakan peralatan kerja. Selanjutnya seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini, maka hal-hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri. Sehingga dewasa ini, batasan ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan pelengkapan kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia, sehingga mencapai kesehatan kerja dan produktivitas kerja yang optimal. Dari batasan ini terlihat bahwa ergonomi tersebut terdiri dari dua sub sistem, yakni: sub sistem peralatan kerja,, dan sub sistem manusia. Sub sistem manusia ini terdiri dari bagian-bagian yang lain di antaranya: psikologi, latar belakang sosial, dan sebagainya. Oleh sebab itu, tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Di berbagai negara tidak menggunakan istilah ergonomi, misalnya di negara-negara Skandinavia menggunakan istilah “Bioteknologi”. Sedangkan di negara-negara lain seperi Amerika Utara menggunakan istilah “Human Factors Engineering”. Meskipun istilah ergonomi di berbagai negara berbeda-beda namun mempunyai misi tujuan yang sama. Dua misi pokok ergonomi adalah:
1. Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang menggunakan. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya saja (ukuran anggota tubuh: tangan kaki, tinggi badan), tetapi juga kemampuan intelektual atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatis dan komputerisasi di suatu pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin tersebut, baik dari segi tinggi badan dan kemampuannya. Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat-alat tersebut.
2. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok, maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proes kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama ergonomi ialah: mencegah kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisienan kerja (meningkatkan produksi kerja). Di samping itu, ergonomi juga dapat mengurangi beban kerja, karena apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja. Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan peralatan, bukan berarti ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat berlaku, yakni bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun hanya dengan meggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan. Misalnya bagaimana cara mengangkat beban berat secara ergonomis, dapat dilakukan menurut prosedur sebagai berikut:
1. Beban yang akan diangkat harus dipegang tepat dengan semua jari-jari.
2. Punggung harus diluruskan, beban harus diambil otot tungkai keseluruhan.
3. Kaki diletakkan pada jarak yang enak, sebelah kaki di belakang beban sekitar 60 derajat ke sebelah, dan kaki yang satunya diletakkan di samping beban menuju ke arah beban yang akan diangkat.
4. Dagu ditarik ke belakang agar punggung dapat tegak lurus.
5. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat badan.
6. Lengan harus dekat dengan badan.

Ergonomi juga dapat digunakan dalam mengkaji dan menganalisis faktor manusia dan peralatan kerja atau mesin dalam kaitannya dengan sistem produksi. Dari kajian atau analisis tersebut akan dapat ditentukan tugas-tugas apa yang diberikan kepada manusia, dan yang mana yang diberikan kepada mesin. Beberapa prinsip ergonomi di bawah ini antara lain dapat digunakan sebagai pegangan dalam program kesehatan kerja.
1. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah, kekuatan, dan sebagainya).
2. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar, serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil, misalnya: tempat duduk yang dapat dinaikturunkan, dan dimajukan atau diundurkan.

15.7. Psikologi Kerja
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab stres di lingkuingan kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Faktor internal, yakni dari dalam diri pekerja itu sendiri, mislanya: kurangnya percaya diri dalam melakukan pekerjaan, kurangnya kemampuan atau keterampilan dalam melakukan pekerjaan, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni faktor lingkungan kerja. Lingkungan kerja ini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial (masyarakat kerja). Lingkungan fisik yang sering menimbulkan stres kerja antara lain: tempat kerja yang tidak higienis, kebisingan yang tinggi, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan manusia (sosial) yang sering menimbulkan stres adalah pimpinan yang otoriter, persaingan kerja yang tidak sehat, adanya klik-klik di lingkungan kerja, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengelola stres di lingkungan kerja tersebut juga diarahkan kedua faktor tersebut. Untuk para pekerja dilakukan pelatihan-pelatihan yang akhirnya juga dapat meningkatkan pecaya diri dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Sedangkan intervensi stres akibat faktor eksternal dengan meningkatkan higiene dan kondisi lingkungan kerja serta meningkatkan hubungan antar manusia (HAM).

15.8. Kecelakaan Kerja
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama seperti telah diuraikan di atas, yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja. Sumakmur (1989) membuat batasan bahwa kecelakan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan.
Hubungan kerja atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni:
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan–kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya: karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.
2. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau “unsafety condition”, misalnya: lantai licin, pencahyaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

15.8.1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
1. Terjatuh
2. Tertimpa benda
3. Tertumbuk atau terkena benda-benda
4. Terjepit oleh benda
5. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
6. Pengaruh suhu tinggi
7. Terkena arus listrik
8. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi

15.8.2. Klasifikasi menurut penyebab
1. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggerjajian kayu, dan sebagainya.
2. Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air.
3. Peralatan lain, misalnya : dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
4. Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalya : bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya.
5. Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah).
6. Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.

15.8.3. Klasifikasi menurut luka atau kelainan
1. Patah tulang
2. Dislokasi (keseleo)
3. Regang otot (urat)
4. Memar dan luka dalam yang lain
5. Amputasi
6. Luka di permukaan
7. Gegar dan remuk
8. Luka bakar
9. Keracunan-keracunan mendadak
10. Pengaruh radiasi
11. Lain-lain

15.8.4. Klasifikasi menurut letak kelamin atau luka di tubuh
1. Kepala
2. Leher
3. Badan
4. Anggota atas
5. Anggota bawah
6. Banyak tempat
7. Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut. Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak, karena pada kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya satu faktor, tetapi banyak faktor.

15.9. Tujuan Pengawasan Kesehatan Kerja & Lingkungan Kerja: Upaya perlindungan tenaga kerja dan orang lain dari potensi bahaya yang berasal dari: Kondisi mesin, pesawat, alat kerja, bahan, energi, lingkungan kerja, Sifat pekerjaan, Cara kerja, Proses produksi.

15.10. Upaya Pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK)
1. Promotif: Pemeliharaan kesehatan kerja, Pembinaan, Gerakan olahraga, Tidak merokok, Gizi seimbang, Ergonomi, Pengendalian, Lingkungan kerja, Higiene dan sanitasi.
2. Preventif: Pemeriksaan Kesehatan Kerja, Imunisasi, Penggunaan APD, Rotasi Kerja, Pengurangan, waktu kerja.
3. Kuratif: Pengobatan, P3K, Rawat jalan, Rawat Inap, Alat bantu dengar
4. Rehabilitatif: Protese, Mutasi, Kompensasi

Kata-kata Penting
* Kecelakaan kerja
* Kelelahan
* Ergonomi
Rangkuman
* Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial; dilakukan dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
* Tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah untuk mencapai kesehatan masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya.
* Lingkungan kerja ini dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik mencakup: pencahayaan, kebisingan, dan kegaduhan, kondisi bangunan.
* Ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan pelengkapan kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia, sehingga mencapai kesehatan kerja dan produktivitas kerja yang optimal. Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama seperti telah diuraikan di atas, yakni faktor fisik dan faktor manusia.

Latihan Uji Kemampuan
A. Lengkapilah dengan jawaban yang tepat!
1. Ciri pokok upaya kesehatan kerja adalah ...
2. Kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu tempat ...
3. Pedoman kesehatan kerja ialah...
4. Upaya pokok kesehatan kerja yang kedua adalah ...
5. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif adalah ...
6. Beban pekerjaan dapat berupa ...
7. Kesehatan kerja berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para karyawan atau pekerja dengan cara ...
8. Faktor fisik yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja adalah ...
9. Faktor kimia yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja adalah ...
10. Faktor biologi yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja adalah

B. Berilah penjelasan dengan singkat dan benar!
1. Jelaskan faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja!
2. Bagaimana mengelola faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja agar tidak menjadi beban tambahan kerja!
3. Jelaskan pengaruh lingkungan kerja yang tidak sehat terhadap produktifitas kerja!
4. Jelaskan pengaruh penerangan atau pencahayaan ruangan kerja yang tidak cukup terhadap produktifitas kerja!
5. Jelaskan pengaruh kegaduhan dan bising terhadap produktifitas kerja!
6. Jelaskan pengaruh gas, uap, asap dan debu yang terhisap lewat pernapasan terhadap produktifitas kerja!
7. Jelaskan pengaruh alat-alat bantu kerja yang tidak ergonomis terhadap produktifitas kerja!
8. Jelaskan tujuan kesehatan kerja!
9. Jelaskan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan penyakitpenyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja!
10. Jelaskan penyebab kecelakaan kerja pada umumnya!